Mohon tunggu...
Guy Kusnandar
Guy Kusnandar Mohon Tunggu... -

Menulis adalah kebutuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rumah Misterius

11 Februari 2012   06:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:47 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mereka kemudian saling pandang setelah mendengar strategi pencarian yang akan dilakukan.”Mudah-mudahan mereka baik-baik saja” gumam Deni pelan sambil menatap Agus.

“Oke kita naik sekarang mas Agus?”
“Baik mas Rangga, kami sudah siap”

Mereka kemudian bangkit dan mulai mendaki satu per satu menelusuri jalur setapak menuju Puncak gunung Gede.

***

Sementara di rumah misterius itu, betapa terkejutnya July ketika mendapati Ferdi tidak berada disisinya saat terbangun pagi itu. Spontan pandangannya ditujukan pada tas gunung yang diletakkan di dekat pintu namun tidak terlihat Ferdi disana.

“Mas Ferdiiii” teriaknya pelan sambil memandang sekeliling ruangan yang tetap gelap meski hari telah pagi. “Tak ada cahaya masuk kecuali dari ventilasi itu” suara hati July dalam ketakutannya.

Tiba-tiba terdengar suara langkah mendekat kearah ruang tamu itu. “July, kamu sudah bangun?”
“Kamu dari manaaa mas, bikin takut aku aja”
“Aku mencari sesuatu untuk membuka pintu depan”
“Loh, bukannya semalam tidak terkunci ??”
“Iya, memang aneh rumah ini, coba kamu liat pintu itu, kita tidak bisa membukanya !” jawab Ferdi heran.

“Trus kita keluarnya gimana maaas?” rengek July berputus asa.
“Aku masih trus mencari cara, tenang saja”

Kemudian Ferdi berjalan menuju Jendela-jendela besar yang menghadap halaman rumah, mencari tahu apakah dapat digunakan untuk keluar dari rumah itu. “Sialan ! teralisnya besi dan besar-besar!” sungut Ferdi dalam hati melihat kondisi jendela tersebut.

Sambil berjalan lemas, dia menghampiri July yang masih terduduk di lantai memperhatikan dirinya. “Gimana mas ?” sapa July ketika Ferdi terduduk pasrah disampingnya.

“Jendela itu ada teralisnya” sahutnya pelan dengan nada putus harapan.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun