“Saya mau ngomong, Bu.” Ucapan ini akhirnya meluncur juga dari mulut si babu setelah cukup lama menahannya.
Emosi Elis pelan-pelan naik. Ia mulai menebak apa yang ada di kepala pembantunya itu.
“Kalau mau ngomong tentang bapak, lebih baik gak usah,” katanya lalu dengan cepat memalingkan wajah dari pembantunya itu.
“Iya, kok, Ibu tau.” Pembantu mulai mengumpulkan keberanian.
Mata Elis menyala.
“Cukup. Cukup. Kamu ternyata sama saja dengan Laila sinting itu.” Bentaknya.
Pembantu terperangah dengan reaksi majikannya.
“Tapi, Bu.”
“Cukup!”
Palu sudah diketuk. Elis memutuskan mengakhiri karir sang pembantu di rumahnya saat itu juga. Meski ia belum tahu apa sesungguhnya yang hendak disampaikan Imah. Elis tak mau sakit untuk yang kedua kali.
Emosi Elis membuncah. Hatinya robek dan terbakar. Tak sabar ia ingin menumpahkannya di depan sang suami. Elis meremas tangannya kuat-kuat. Amarahnya langsung naik ke pucuk kepala.