Mohon tunggu...
Wahyu Gievari Hidayat
Wahyu Gievari Hidayat Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menulis Itu nikmat. Maka, nikmatilah menulis...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Babu...

25 Agustus 2015   14:09 Diperbarui: 25 Agustus 2015   14:21 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Papa juga suka dia, ya?

“Apa? Ya ampun.” Sang suami seperti tersengat lebah.

“Ma… apa apaan ini. Mama jangan ngawur begitu. Berpikir waraslah sedikit. Mana mungkin Papa suka sama dia. Dia itu kan cuma pembantu di sini, Ma. Aduh…ini ada apa, sih, Kok pulang-pulang papa langsung disambut begini?”

Kalimat Hendro membuat pikiran Elis meloncat jauh ke masa lalu. Sepertinya Hendro melupakan sesuatu. Tapi ia segera membuang pikiran itu. Elis lantas menceritakan semuanya. Ia mengulang kalimat Laila yang tadi mampir menusuk telinganya.

“Oalah…ada-ada saja Laila itu. Mungkin dia sedang banyak masalah atau lagi teler sampai bicara ngawur begitu…he-he-he.” Suaminya menggelengkan kepala pelan. Rasa heran dan bingung seketika menguap.

“Ya, sudah dulu, Ma. Itu tak usah dibahas lagi, tak penting. Aku sedang tidak mau mendengar cerita konyol itu. Papa mau istirahat dulu. Besok Papa suruh Pak Icim cari pembantu lagi.” Ia melepas sepatunya lalu membungkuk di depan istrinya kemudian mendaratkan satu kecupan yang jatuhnya tepat di dahi. Istrinya tak bereaksi manis seperti biasa. Ia masih menyimpan curiga terhadap suaminya. Apalagi sang suami tidak memberikan bantahan serius, yang menurut Elis, itu seharusnya suaminya lakukan.

Maka, hari-hari setelah itu, Elis mulai bertindak ibarat detektif. Ia terus berusaha mencari tahu apa sesungguhnya yang terjadi dalam rumah tangganya. Kenapa Laila sampai berani mengatakan itu semua. Tentang perasaannya terhadap suaminya. Ia tak ingin lelaki yang menikahinya sepuluh tahun lamanya itu berani bermain-main di belakangnya. Jangan-jangan suaminya telah memberikan perhatian dan porsi yang lebih terhadap Laila, pikirnya.

Laila sudah bekerja di rumah itu selama satu tahun. Elis mengenalnya dari kawan lamanya. Usia Laila hampir sama dengannya. Mungkin hanya terpaut satu atau dua tahun saja. Untuk ukuran pembantu, Laila menarik. Ia manis. Tubuhnya padat berisi. Bahasanya pun tertata tidak seperti pembantu kebanyakan.

***

“Kau boleh jadi pembantu di rumah ini, tapi jangan pernah coba-coba berani jatuh cinta pada majikan!”

Sebuah syarat sekaligus peringatan keras meluncur dari mulut Elis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun