“Eh, anu, Bu…Bapak.”
“Kenapa Bapak?” tanya sang majikan sambil melesatkan pandangnya ke arah pembantunya itu.
“E…e…saya suka Bapak, Bu.”
“Apa?!” Elis terlonjak bangkit dari kursinya. Majalah di tangannya seketika lepas dan jatuh di lantai.
“Jangan lancang kau Laila…jaga omonganmu!” bentak Elis
Laila tertunduk kemudian berkata, “Apa saya salah, Bu?”
“Iya jelas salah…” jawab Elis dengan nada tegas dan penuh amarah, “Bapak itu suami saya dan bapak itu tuanmu, majikanmu!”
“Saya juga manusia, Bu. Saya juga punya rasa sebagai perempuan, sama seperti Ibu.” Ia mendebat sengit.
“Iya, saya tahu itu. Tapi tak pantas kau mengatakan itu. Bapak itu sudah beristri dan istrinya itu saya. Saya itu majikanmu, Laila!” Katanya-katanya bergetar penuh luapan emosi.
Laila menundukkan kepalanya.
“Maaf, Bu sekali lagi maaf saya telah lancang. Tapi saya tak mau memendamnya lama-lama. Saya rasa saya harus sampaikan pada Ibu,” katanya sambil meremas-remas ujung bajunya.