Mohon tunggu...
Funy Febrianti
Funy Febrianti Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisis Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Cerpen "Umi Kalsum"

22 Januari 2018   21:26 Diperbarui: 22 Januari 2018   22:02 5955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

-Tapi aku tak mengganggu mereka. Kami berteman dan kebetulan berjalan berbareng.

-Tapi aku bilang, tak boleh kau dekati mereka, kau mengerti, anak lapar?.Betapa  tersinggungku  ketika haji itu mengucapkan katanya yang akhir itu. Tapi aku tak berani dan tak bisa berbuat apa-apa selain merengut.

-Sekali lagi, awas!kata haji itu, mengancam. Umi sudah ada tunangan. Pergi! Pergi kau !Haji itu membentak aku begitu rupa hingga mukanya yang mesum menimbulkan rasa jijiku.

Sedikitpun aku tak bergerak dari tempatku. Aku berpikir: Inikah kata orang haji keluaran Singapura itu? Orang-orang pesantren Kedungpring menamakan dia haji keluaran Singapura, karena berangkat hajinya dulu tak sampai ke tanah Mekah.Ia berkeliaran di kota itu dengan dagangannya. Dan rahasia yang di diamkan itu diam-diam jadi populer di pesantren kami.

Sesudah haji itu meninggalkan aku dan baru saja aku mengalah, dari rumah umi terdengar suara gaduh diiringi tangis perempuan.Aku kenal suara itu suara Umi.Ia melolong-lolong dalam sela bentakan dan lecutan pecut.

Kapok, pak! Kapookkk! Aduh! Kapok!

Kembali hatiku luluh seperti semen. O, dia yang kukasihi itu menjadi korban kenakalanku. Seketika itu tubuhku secara di tempel dosa-dosa. O, air mataku jatuh. Aku menangis, dan tiba-tiba saja hatiku mendongkol dan benci manakala kubayangkan muka haji yang murah tangan itu. Mau rasanya aku datang ke rumah itu dan berkata kepadanya:

Kau haji mesum. Mudah-mudahan kau lekas mampus! Atau mudah-mudahan uangmu habis dimakan rayap.Tapi tiba-tiba saja aku menggigil ketika angin mengembusikepalaku.Beberapa saat kemudian suara lolong itu tak kedengaran lagi.

Tentang Haji Basuni orang-orang kedungpring sudah kenal semuanya. Selain takabur dan suka menghina terhadap orang yang tak punya ia juga terkenal kikir. Dan sebab itu lalu timbul istilah yang lucu-lucu dari teman-temanku. Misalnya kalau seorang minta sesuatu pada temannya yang lain dan tak diberi, dia lalu berolok: Bakhilmu seperti Haji Singapura saja. Dan mereka akan ketawa. Tapi yang diolok-olok jadi marah dan membalas ejek: Memangnya, kau tak diambilnya jadi menantu, si ! Lalu kawan-kawan itu akan tertawalah lagi.

Berbeda dengan Haji Tayib atau Haji Ma'ruf, Haji Basuni tak pernah mengeluarkan zakat, meski hartanya beribu-ribu. Teman-temanku lalu memberi julukan lagi pada haji yang tak sosial itu. Setrika. Tentang adanya istilah setrika itu diambil dari sebuah cerita dalam kitab: Orang-orang kaya yang tak suka memberikan zakat dan sedekahnya kepada orang-orang miskin, kelak di akhirat uangnya akan dilebur, dijadikan setrika. Dengan setrika itulah punggung orang yang bakhil itu akan dilicinkan.

Aku kurang percaya tentang kabar yang mengatakan bahwa Haji Basuni jarang sembahyang di rumah, apalagi ke langgar. Di bulan puasa ia pernah kedapatan temanku yang sedang menggelap-gelap dan nongkrong di warung orang Madura di kota. Tapi di muka santri-santri dan sahabat-sahabat Kiai ia selalu bermanis-manis untuk menyembunyikan kopiah putihnya itu. Anak-anak perempuannya diwajibkan kerja keras di dapur. Mereka membatik, menenun, dan memasak. Mereka tak boleh keluar rumah kalau tak perlu, pergi mengaji ke langgar, umpamanya. Kerap kali anak-anak gadisnyaitu disawabi tangannya yang kasar itu. Dan mereka yang kena tangan itu akan menggelepar-gelepar seperti ayam dan meraung-raung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun