-Kenapa malamini kau tak dijemput?
-Kaulah sekarang yang menjemput kami.
Bayang-bayang panjang mengikuti kami sepanjang jalan itu.Latifah masih juga diam. Kepalanya tunduk seperti ikut merasakan perasaan kami. Memang ia gadis pemalu. Tidak seperti adiknya.
-Maafkan aku
tiba-tiba kudengar suara Umi lagi, seperti musikmerdunya. Di luar dugaan, dari arah yang kami tuju, kulihat sesosok tubuh manusiaberdiri tegak di tepi jalan itu, yang tak jauh lagi dari rumah Umi.Ketika Latifah dan Umi melihat orang itu tiba-tiba muka keduanya jadi pucat dan hampir menjerit.
Kami berhenti beberapa langkah dari orang itu tiba-tiba menghampiri kedua gadis itu.Dan tanpa bicara lebih dulu selayang tangan kulihat menimpa kepala Umi, selayang lagi pada Latifah.Keduanya menjerit lalu berlarian masuk ke rumahnya.
-Bangsat! Siapa kau?Bentak orang itu, ketika berpaling ke arahku. Setengah takut akupun menjawab:
-Saya teman Umi dan Latifah. Tiba-tiba benciku timbul pada haji yang murah tangan itu.
-Cucu ishak itu?
Aku mengangguk
-Kenapa kau berani omong-omong  sama anak-anakku?