Selain itu, lafadz nikah harus jelas dan tidak boleh dibatasi oleh waktu atau syarat-syarat tertentu seperti pekerjaan tertentu yang belum dipenuhi oleh mempelai pria. Akad nikah yang dibatasi waktu atau syarat-syarat tertentu dianggap rusak (fasid) dan bertentangan dengan tujuan perkawinan dalam Islam yang mengutamakan pembentukan keluarga yang sakinah, mawadah, dan rahmah yang kekal abadi.
Pencegahan PerkawinanÂ
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan mengatur bahwa perkawinan dapat dicegah berlangsungnya jika ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Hal ini terkait dengan pelanggaran terhadap syarat-syarat seperti batasan usia, larangan pernikahan berdasarkan hubungan darah atau agama, status perkawinan sebelumnya, dan ketentuan formal lainnya.
Kompilasi Hukum Islam juga memaparkan pencegahan dalam perkawinan dalam pasal 60 hingga pasal 69, dengan tujuan menghindari perkawinan yang hakikatnya dilarang bagi mempelai tersebut. Pencegahan ini dapat dilakukan oleh keluarga mempelai atau wali, dan dilakukan dengan mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama.
Petugas pencatat nikah memiliki peran penting dalam memperhatikan hal-hal yang dapat menangguhkan perkawinan dan berhak menolak pendaftaran perkawinan yang tidak memenuhi syarat. Jika perkawinan ditangguhkan, mempelai dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama untuk menyelesaikan perselisihan. Pencegahan ini bertujuan untuk menegakkan rukun dan syarat perkawinan, serta memastikan bahwa perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang kekal abadi.
Pembatalan PerkawinanÂ
Fasakh, atau pembatalan perkawinan dalam etimologi Islam, mengacu pada proses merusak atau membatalkan perkawinan. Ulama dari empat mahzab memberikan penjelasan tentang konteks fasakh, termasuk ketidakmampuan suami, ketidakmampuan suami dalam membayar mahar, dan cacat akad nikah. Fasakh merupakan sebab pembatalan perkawinan, yang terjadi setelah akad nikah dilakukan.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam mengatur pembatalan perkawinan dengan memperhatikan syarat dan rukun perkawinan. Sebab-sebab pembatalan termasuk pelanggaran terhadap syarat-syarat seperti belum mencapai batas usia perkawinan, poligami tanpa izin, pelaksanaan perkawinan oleh petugas atau wali yang tidak sah, dan lainnya.
Pembatalan perkawinan dapat diajukan oleh pihak-pihak tertentu seperti keluarga mempelai, suami atau istri, atau pejabat yang berwenang. Pengadilan Agama memutuskan permohonan pembatalan setelah persidangan dan pembuktian, dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Sebab-sebab fasakh menurut ulama klasik meliputi murtadnya suami, kecacatan fisik atau mental, meninggalkan istri tanpa keberadaan yang jelas, dan lainnya. Pembatalan perkawinan berdampak pada putusnya perkawinan, hak-hak istri terhadap mahar dan iddah, serta status anak yang dilahirkan setelah pembatalan.
Hak dan Kewajiban Suami dan IstriÂ