Sunnah: Perkawinan dianggap sunnah, yang berarti lebih baik dilakukan karena telah pantas dan sesuai dengan waktu yang tepat. Pendapat tentang sunnah berbeda antar mazhab, namun umumnya menekankan bahwa perkawinan dianjurkan untuk mendapatkan ketenangan jiwa, memiliki keturunan, dan menghindari perbuatan zina.
Wajib: Perkawinan dianggap wajib bagi mereka yang sudah mampu secara fisik dan psikis, serta merasa terdesak untuk menikah agar terhindar dari perbuatan zina. Misalnya, menurut mazhab Maliki, jika seseorang tidak mampu menahan diri dari perbuatan zina, maka wajib baginya untuk menikah.
Makruh: Perkawinan dianggap makruh jika seseorang tidak mampu memberi nafkah kepada pasangannya, atau jika ada kelemahan syahwat yang membuatnya tidak mampu memenuhi kewajiban rumah tangga secara baik.
Haram: Perkawinan dianggap haram jika seseorang tidak memiliki kemauan atau kemampuan fisik dan psikis, sehingga tidak akan bertanggung jawab dalam kehidupan rumah tangganya. Selain itu, perkawinan juga dianggap haram jika dilakukan dengan maksud jahat seperti untuk menyakiti atau menelantarkan pasangan.
Al-Qurtuby menegaskan bahwa jika seorang pria tidak mampu menafkahi, membayar mahar, memenuhi hak, atau memenuhi kebutuhan seksual istrinya, maka ia wajib untuk menerangkan hal tersebut dengan jelas kepada calon istri agar tidak tertipu.
Sumber Hukum Perkawinan IslamÂ
Al-Qur'an: Al-Qur'an merupakan sumber hukum utama dalam Islam yang merujuk pada persoalan perkawinan, latar belakangnya, serta maksud dan tujuannya. Al-Qur'an menjelaskan bahwa perkawinan adalah fitrah bagi manusia, yang didasarkan pada kodrat hidup untuk memungkinkan perkembangbiakan dan melangsungkan kehidupan.
Sunnah Rasul: Sunnah Rasul adalah penjelasan, perbuatan, dan diamnya Nabi Muhammad SAW yang merupakan penjelasan terhadap persoalan yang ada dalam Al-Qur'an maupun yang tidak disinggung di dalamnya, termasuk dalam konteks perkawinan.
Metode Ijtihad, Ijma, dan Qiyas oleh Mujtahid: Metode ini melibatkan pemahaman dan penafsiran para fuqaha atau ahli ilmu fiqih dalam menjelaskan beberapa persoalan perkawinan. Meskipun Al-Qur'an dan Sunnah telah menjelaskan hukum perkawinan secara terperinci, metode ini tetap digunakan untuk memahami dan menjelaskan aspek-aspek tertentu dari hukum perkawinan dalam Islam.
Rukun dan Syarat PerkawinanÂ
Dalam mempelajari hukum perkawinan Islam di Indonesia, terdapat hubungan yang erat antara prinsip perkawinan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dan konsep rukun serta syarat perkawinan dalam fiqih munakahat. Meskipun fiqih munakahat juga membahas persoalan perkawinan, namun hukum perkawinan Islam di Indonesia tetap tunduk pada Undang-Undang yang berlaku. Rukun dan syarat perkawinan dalam hukum Islam Indonesia secara umum sejalan dengan asas-asas yang terdapat dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974. Asas-asas tersebut meliputi tujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal, sahnya perkawinan secara keyakinan dan peraturan, monogami terbuka, matang jiwa raga, mempersulit perceraian, serta kedudukan seimbang antara suami dan istri.