"Saya memang bodoh ya, Wong! Mau percaya...."
"Tidak, Nit!"
"Tapi...."
"Kamu jangan bilang begitu."
"Sa-saya...."
"Kamu tidak salah berbuat begitu demi kebaikan orangtua kamu. Tapi alangkah baiknya kalau setiap hari ka-mu berdoa, supaya orangtua kamu dapat rujuk kembali. Itu lebih bagus ketimbang bersugesti dengan legenda edelwe-iss."
"Saya...."
"Saya turut prihatin atas prahara yang menimpa keluargamu. Tapi, saya harap kamu jangan terlalu sedih. Saya kira semua itu hanya cobaan hidup buat kamu!"
Saya lihat mata gadis itu berkaca-kaca. Sepasang ta-ngannya yang lampai menyentuh bunga-bunga edelweiss di atas meja. Seperti mengusap helai-helai berwarna putih ga-ding edelweissnya.
"Ta-tapi bunga-bunga ini...."
"Simpan di kamarmu sekembali ke Jakarta. Saya yakin, edelweiss itu pasti akan membuat ruang kamar kamu jadi lebih cantik."