Vicky masih mengekor seperti pitik di belakang Viona. Berhenti di Horse's Camp karena dia tidak berminat menunggang kuda ke gigir kawah. Viona sudah melaju di atas kuda seperti pendekar dalam sinetron.
Selain mengekor, cowok jangkung itu hanya mengambil gambar lanskap alam Bromo yang indah sepanjang perjalanan ke gigir kawah. Jarang bicara apa-apa. Saya mendekatinya setelah berpisah dengan Noerdin -- wartawan dari majalah Anita Cemerlang yang kami undang untuk meliput kegiatan tur perpisan -- dan Asep Suparman yang memilih tinggal di Horse's Camp di perbatasan dusun Bromo. Tidak ikut menunggang kuda seperti peserta tur lainnya.
"Pemandangannya indah sekali ya, Vic." Saya buka suara setelah dia sedari tadi terdiam. Hanya asyik dengan kameranya.
"Iya, Wong. Tapi katanya...."
"Apa?"
"Katanya, kawah Bromo ini suka memakan korban."
"Masa iya, sih?"
"He-eh. Makanya, setiap tahun penduduk sini mengadakan upacara semacam selamatan begitu."
"Namanya apa?"
"Tidak ngerti. Tapi, sesajiannya bisa berupa kepala kerbau segala macam. Ih, serem ya, Wong?"
"Masing-masing daerah memiliki upacara maupun ritual kepercayaan khas tersendiri, Vic. Ngaben di Bali, misalnya. Atau, upacara ritual pemakaman mayat yang khas di Toraja. Nah, itu merupakan khazanah budaya bangsa kita yang majemuk ini. Jadi, hal tersebut jangan dianggap takhayul.