"Bagaimana jika yang aku katakan itu benar, Bu?"
Ibu menatapku, "Dia akan akan mengejarmu lalu memakan kepalamu."
Aku menutup mata dengan kedua tangan. Ibu terpingkal-pingkal setelahnya.
"Hahaha...tentu saja Ibu bohong."
Ibu bohong? Bisa jadi Ibu memang benar-benar bohong. Tapi bagiku, secuil kisah Miranda terlepas fakta atau rekayasa Ibu, semua adalah kebenaran yang bisa saja terjadi. Mungkin Miranda akan datang malam ini. Dia akan menyelinap memasuki kamarku, melewati celah pintu dapur, membuka selimutku, lalu mulai mengunyah bagian-bagian kepalaku. Aku tak bisa membayangkan dari mana Miranda akan memulainya. Dari telingakah, mata, hidung, atau rambut? Lantas bagaimana jika aksinya tak tuntas? Akankah aku bangun pagi tanpa telinga, mata, hidung atau rambut? Bagaimana reaksi ibu melihatku tanpa telinga, mata, hidung atau rambut? Bisa jadi Ibu mengusirku dan mengira aku anak setan yang hendak mencuri uang dari balik kutangnya.
Jujur! Aku tak sanggup menerka-nerka semua peristiwa yang akan terjadi bila Miranda di kamarku. Sebaiknya aku tetap terjaga. Tak tidur semalam, sepertinya tidak masalah. Lalu bagaimana dengan malam-malam berikutnya?
Aku mencoba pejamkan mata. Semakin gulita. Ketakutan menyergap. Kemudian menjadi susah bernapas. Miranda tiba! Mungkin...
Aku membuka mata. Tak ada siapa-siapa, kecuali Ibu dengan pisau dapurnya.
"Ibu!"
"Kau sudah bangun? Pagi belum tiba. Lanjutkan tidurmu."
"Aku tak ingin tidur, Bu."