Mohon tunggu...
DesoL
DesoL Mohon Tunggu... Penulis - tukang tidur

â–ªtidak punya FB/Twitter/IG dan sejenisnyaâ–ª

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Miranda

6 November 2020   05:00 Diperbarui: 6 November 2020   05:10 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Benar dan esok akan ia pakai untuk mengupas kulitmu."

"Kau bohong!"

"Jika itu yang kau yakini, maka kau harus bersiap untuk mati."

Aku berlari meninggalkan Miranda. Dengan berkeringkat kembali duduk di bangku kayu. Anak burung kertas itu masih ada di sana. Barangkali memang menungguku kembali.

Gulita membuatku semakin gundah. Perkataan Miranda terngiang di kepalaku. Suaranya seolah menggema, memenuhi kedua lobang telingaku. Dan yang lebih mengerikan, esok aku akan mati di tangan Ibu. Pisau Ibu akan mengulitiku seperti menguliti bawang-bawangnya.

Mungkin sekujur tubuhku penuh dengan dosa hingga Ibu perlu mengupasnya. Mungkin setelah dosa-dosa itu hilang, aku tidak lagi menjadi berbeda dengan anak-anak yang lainnya. Mungkin setelah itu, Ibu akan lebih menyayangiku. Tapi bagaimana jika kemudian Ibu memotong-motong tubuhku lalu memasaknya yang kemudian dinikmati oleh para pelanggan warungnya?

Jika memang benar aku adalah anak Bapak, maka di dalam darahku mengandung darah Bapak. Itu berarti dendam Ibu turut mengalir dalam tubuhku. Bagi Ibu, Bapak sudah mati. Bisa jadi, bagi Ibu, aku sudah mati, bahkan sejak aku masih dikandungnya.

Aku mulai mempercayai kata-kata Miranda. Setidaknya aku bisa lebih berjaga-jaga agar maut tidak buru-buru menghampiriku.

Tapi aku tak mampu menahan rasa takut.

Kubuka pintu, mendekati Ibu. "Ibu! Ibu mau mengulitiku bukan?"

Ibu terdiam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun