Orientasi pada Absensi bukan Presensi
Â
      Kita tahu di atas bahwa realitas modern lebih mengutamakan pola pikir dengan metode metafisika kehadiran. Prinsip yang perlu dalam pola pikir ini ialah rasio mengambil peran yang penting di dalamnya. Dalam prinsip ini, realitas itu ternalarkan atau dapat dirasionalisasikna melalui bahasa. Namun kelemahannya ialah bahwa pola pikir yang demikian mengandaian bahwa realitas itu memiliki substansi rasional. Itu artinya hanya dengan rasio, realitas bisa dipahami.
Â
Realitas Postmodernmm lebih ke absensia. Â Mereka memberikan suatu pola pikir baru tentang bagaimana semestinya berelasi dengan realitas. Menurut mereka kehadiran (logosentris) hanya akan mempermiskin realitas (walau tujuannya untuk memperjelas realitas). Realitas adalah fiktisius dan bahasa manusia adalah fiktif. Maka bahasa bukan usaha representasi realitas tapi proses absensia. Dalam hal ini teologi bukan berusaha membahasakan Allah dalam kerangka rasionalitas tapi dalam kenositas yg dicicipi dalam kehidupan nyata melalui semangat keterbukaan dan melakukan.[12]
Â
Bahasa Metaforis dan Modelis
Â
Bahasa metaforis[13] maksudnya adalah bahasa yang melihat similaritas di antara dua objek. Bahasa ini menggunakan objek yang lebih dikenal untuk menggambarkan,mengatakan objek yang tidak dikenal, dikenal dengan tidak pasti, kurang dikenal. Jika ini dipakai dalam teologi, maka teologi haruslah memegang prinsip bahwa mengatakan Allah atau berbicara tentang Allah itu telah dengan sadar akan keterbatasan perkataan tersebut. Makanya perkataan tentang Allah haruslah dibuat dengan menggunakan objek yang lain untuk bisa menjelaskan Allah.
Â
Lalu apa itu bahasa modelis? Kita tahu bahwa bahasa teologi selalu konseptual. Itu artinya teologi hanya memiliki satu tujuan yaitu untuk merumuskan konsep di  Allah sehingga mudah dipahami oleh penganutnya. Namun ini bisa terkesan radikal ketika teologi tidak membuka diri terhadap segala kemungkinan lain di luar konsep pemikiran mereka tentang Allah. Oleh karena itu bahasa teologi yang konseptual tersebut haruslah menjalin hubungan dengan bahasa metaforis. Hubungan itu disebut sebaga bahasa model (teologi modelis). Bahasa modelis artinya teologi itu serentak metafor namun mengarah pada konsep. Model membantu membahasakan sesuatu yangg tak terbahasakan. Ia juga memberi sesuatu untuk dipikirkan saat tidak tahu apa yang harus dipikirkan, memberi cara berbicara saat tak tahu bagaimana berbicara. Teologi modelis membantu mengatasi persoalan penting teologi dalam kaitannya dengan bahasa yaitu idolatria bahasa dan bahasa yang tidak relevan.[14]