Kairo, 29/08/2010
PMIK yang selalu ramai akan kujungan orang, mengingatkanku pada sekuntum memory yang sudah lama aku kubur dalam-dalam di pekuburan hatiku yang pilu. Bagiku bad memory tak perlu di kenang, hanya rasa nyeri dan pedih yang akan datang menerjang.
"Maaf mbak, Kantor PMIK di mana ya?" Tanya seorang laki-laki kepadaku.
Aku hanya diam terpaku, menunduk lesu, tatapanku pilu, tak mampu lidah ini menguraikan kata-kata, bak patung Cleopatra yang sedari pagi hingga malam berdiri  dengan tegap menunggu datangnya sang rembulan yang akan memperlihatkan terangnya cinta kepadaku.
"Maaf mbak, Kantor PMIK di mana ya?" Tanyanya ulang.
Ahh..suara itu, wajah itu, wajah yang sangat familiar menurutku, ya..suara itu, aku sangat mengenalnya, suara berat pun serak-serak basah mengingatkanku akan seseorang yang pernah mengisi hari-hariku.
ketika senyum ini tak lagi merekah bak sekuntum mawar yang sedang bercumbu mesra dengan sang kumbang yang gagah, bukan hanya itu, ia juga mampu merubah hidupku yang hampir terjatuh kedalam jurang kenistaan yang laknat lagi curam muram,.
Ahh..Rizqi Permana seandainya kamu masih disini, seandainya kamu tidak pergi meninggalkanku sebatang kara disini, mungkin saat ini kita bisa merangkai bunga-bunga cinta yang indah, menerobos dinding awan yang selalu tersenyum melihat tingkah lucu kita, mengukir nama kita di daun pintu syurga, sebagai bukti bahwa cinta kita pernah bersemi diatas sana.
"Maaf mbak, Kantor PMIK di mana ya?" Tanyanya ketiga kalinya kepadaku.
"Ahh...laki-laki ini membuyarkanku dari lamunan saja" Bisikku dalam hati.
"Ooo..ka..kantor PMIK, kalau tidak salah di lantai IV" Jawabku dengan terbata-bata.
"Ooo..syukron ya mbak" Ujarnya kepadaku.
"Iya 'afwan" Jawabku menimpali.
Komunikasi yang sangat pendek menurutku, setidaknya pertemuan yang sangat singkat ini mampu mengobati rasa rinduku padamu Rizqi Permana, yang semakin hari semakin mengharu biru.
pertemuan ini, selain mampu mengobati rasa rinduku padanya juga mampu mengingatkanku akan sad memory yang tercipta setahun silam, di Cairo international airport, di saat aku mengantar kepulangannya  ke Indonesia dengan linangan air mata darah.
"Sesampai di Indonesia, aku beserta keluargaku akan sillaturrahim ke rumahmu untuk meminangmu Adellia, setelah acara lamaran, aku akan segera mencari tanggal yang baik buat acara pertunangan kita, sebulan selanjutnya kita berdua akan menikah, resmi menjadi suami istri, kamu halal bagiku dan aku halal bagimu" itu adalah sebuah janji yang terucap dari lisan Rizqi Permana berusaha menenangkanku saat itu.
Menurutku, janji-janji yang terlontar dari lisannya hanya janji palsu belaka, karena sesampai di Indonesia, sms, dan tlp darinya tak kunjung datang, sehari, dua hari, tiga hari sms darinya tak kunjung menghampiriku, penantianku serasa sia-sia belaka, sebulan kemudian, aku mendapatkan kabar burung yang tak kuasa aku mendengarnya, kabar itu serasa mampu merobek-robek hatiku, menghancurkan kepingan kepingan hatiku yang paling dalam, hatiku sakit sekali, remuk redam bak di hantam gondam.
Dia telah menikah dengan wanita lain, sejak saat itu kepercayaanku kepada laki-laki mulai luntur, menurutku laki-laki adalah makhluk yang hanya bisa mengumbar kata-kata manis yang tak pernah ada realisasinya, janjinya hanya semu belaka, laki-laki tak ubahnya Keong Racun yang menyebarkan racun cintanya ke seluruh penghuni dunia, laki-laki bak Anjing Kampung yang pekerjaan sehari-harinya hanya menjilati tulang belulang saja.
"Ya Robb, kenapa jalan cintaku seperti ini, tidak pantaskah aku mendapatkan cinta sejati dambaan sejuta umat penghuni alam semestamu ini, kenapa dia sampai hati menghianati tulusnya cintaku, kenapa dia sampai hati mempermainkan perasaanku, begitu hinakah hamba di hadapanMu, sehingga makhluk ciptaanMu yang bernama laki-laki itu sampai hati mencabik-cabik bongkahan hatiku yang paling sunyi?" sejuta pertanyaan terlintas dalam benakku.
"Hiks,hiks" aku menangis seorang diri, menangisi buruk nasibku, yang tengah menimpahku.
"Rizqi Permanaaaaaaaa!!" panggilku dalam hati diiringi tangis menggelegar, kali ini, aku tak kuasa membendung buiran air mata yang sedari tadi ingin membobol kelopak korneaku.
"Kenapa kamu memasuki relung-relung hatiku yang paling suci ini, dan kenapa kau ciptakan luka di hatiku ini, luka yang hingga kini tak mampu terobati?" pertanyaanku semakin ngawur saja.
Ahh.. itu pertanyaan dan sikap yang childish sekali menurutku.
"Mungkin Robbku mempunyai rencana lain di balik semua ini," ucapku membatin berusaha menenangkan diri, ya.. rencana hebat yang tak mampu di terawang oleh kaca mata kemanusiaan yang kerdil seperti aku, karena pada dasarnya manusia tak terlepas dari sifat ketidak tahuannya, wallahu ya'lamu wa antum la ta'lamuun.
Ya..manusia hanya mampu berencana tapi Tuhan juahlah yang menentukan, tugas manusia hanya berikhtiyar, tapi ikhtiyarku ini, ikhtiyar yang salah kaprah, Â karena aku merealisasikan rasa cintaku kepada sesama makhluk dengan cara PACARAN.
Terkadang kejelekan yang terbiasa dilakukan akan menjadi lumrah, dan kebaikan yang tidak pernah di lakukan akan menjadi sesuatu hal yang tabu memang, padahal jelas-jelas di larang oleh syari'ah, mungkin ini adalah bentuk hukuman dari sang pencipta atas dosa-dosaku yang tak bisa menjaga pandangan sekaligus mengendalikan hati yang dikaruniakanNYA untukku, atau hanya cobaan belaka supaya aku lebih bisa bersabar untuk menjalani pahit getirnya hidup, dan lebih dewasa dalam menyikapi keaneka ragaman hidup yang penuh terjal ini.
Seharusnya aku lebih memprioritaskan cintaku pada sang Khalik Tuhanku, bukan pada makhlukNYA, karena cinta sang Khalik pada makhlukNYA tak akan pernah  pudar pun punah, tak mengenal kata putus hubungan, abadi sepanjang masa, karena sang Khalik mempunyai 99 nama yang masyhur dengan sebutan Al-asma' Al-husna, yang di antaranya adalah Ar-rahman Ar-rahim.
Dengan sifat Ar-rahman dan Ar-rahimNYA, membuat ruh dan jasmani kita selalu, senantiasa merasa tenang dan damai akan kasih sayangNYA yang hangat, bisa merasakan indahnya dunia dengan segala perbedaan-perbedaan yang ada di antara makhluknya, semua ini tak terlepas dari sifat Ar-rahman dan Ar-rahimNYA, fabiayyi alaai robbikuma tukadziban?
"Ya Robb, Akankah maafMU datang menghampiriku, Akankah pintu taubat kau bukakan untukku, seorang hamba yang lupa akan kasih sayangmu, yang acuh akan nikmatmu, lalai akan perintahmu??" bisikku membatin diiringi isak tangis penuh penyesalan.
"Ya Robb, wa'fu 'anna waghfirlana warhamna, wa'fu 'anna waghfirlana warhamna, wa'fu 'anna waghfirlana warhamna, warhamna, warhamna, warhamna anta maulana fanshurna 'alal qoumil kafirin, wala haula wala quwwata illa billahil 'aliyyil 'adzim!!" tangisku kian menggelagar saat mengucapkan kalimat ini sembari menengadahkan kedua tanganku, tak kuasa aku menurunkan tangan yang berlumuran dosa ini, ya Robb betapa hina dan nistanya hambamu  yang satu ini.
"Adellia kenapa menangis?" Suara Syifa mengagetkanku dan membuyarkanku dari lamunan yang sangat panjang.
"eh Syifa, sejak kapan kau ada disini?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
Syifa, teman satu broker, satu fakultas, satu kamar, satu rumah, satu hobby denganku, dalam tanda kutib " hoby jalan-jalan", kemana-mana selalu berdua, sehingga kami berdua mendapatkan laqob "sity safariyah".
Dia hanya tersenyum melihat sikapku yang salting, aku segera membalikkan badan tak menghiraukannya, ku turuni anak tangga dengan kaki kaku, lunglai penuh nyeri.. Tapi itu tak menyurutkanku untuk terus menuruni anak tangga satu demi satu agar tak terhujani sejuta pertanyaan yang akan di lontarkannya kepadaku.
"Adellia tunggu!" suara agak cempreng itu memanggilku.
"Ahh..sial, kenapa dia mengejarku?" bisikku dalam hati.
Selain hobby jalan-jalan, Syifa juga hobby mengorek-ngorek masalah yang sedang di hadapi oleh teman dekatnya diantaranya, Aku. Rasa ingin tahunya terlalu tinggi. Menurut sebagian orang, Syifa adalah anak Hawa yang perfect. karakter  seperti Syifa jarang sekali dimiliki kebanyakan orang.
Syifa yang care, yang familiyar, yang sumeh. Ahh...Syifa kau memang sosok Hawa yang perfect. Tapi maafkan aku, aku tidak bisa menceritakan masalah ini kepadamu, karena menurutku ini adalah privasi yang tak perlu di publik di khalayak umum.
"Adelliaaa...tungguuu!" lagi- lagi suara cempreng yang setengah berteriak itu terdengar oleh telingaku.
"iyaaaa.." ucapku setengah berteriak, tak mahu kalah.
"kelihatannya kau takut sekali kehilangan aku ya!" ucapku kepadanya dengan nada bergurau.
Ku ukir senyum simpul di bibir ini untuk mengelabuhinya, agar tak terlihat olehnya, bahwa sahabat karib yang didepan matanya ini sedang mengalami goncangan jiwa yang dahsyat, akibat lembaran-lembaran lusuh dari sad memory yang terbuka tanpa ada unsur kesengajaan.
"kamu kenapa Adellia?" pertanyaan itu lagi yang terucap dari bibirnya yang sigar jambe.
"tidak kenapa-kenapa, aku hanya rindu dengan orang tuaku" jawabku asal.
"betul, kamu tidak apa-apa?" tanyanya kepadaku tak percaya.
"iya, betul, aku tidak apa-apa" jawabku mengakidkan.
Ahh.. Syifa, maafkan temanmu ini, bukan maksudku untuk membohongimu, dan bukan pula maksudku untuk menutup diri darimu, tapi lidah ini sudah tak kuasa lagi untuk menguraikan kata-kata, biarlah sad memory terkubur dalam-dalam nun jauh disana, aku tidak ingin membukanya lagi, lets gone by be gone.
Lets gone by be gone, kalimat itu, mudah sekali lisan ini mengucapkannya, mudah sekali jari jemari ini menggoyangkannya dengan tinta asmaranya, hingga ku tak kuasa mempraktekannya dalam kehidupan yang benar-benar real keberadaannya.
Allahurobby, ampunan darimulah yang selalu kunanti-nanti.
Allahurobby, " kaburo maqtan 'indallahi antaqulu mala taf'aluna", firmanmu yang agung ini, mampu menggetarkan hati, jantung, paru-paru, rongga dada, dan anggota tubuhku lainnya.
Allahurobby, siapakah yang kau maksud dalam firmanMu itu?.
Orang kafirkah?, ataukah hambaMu yang kerdil ini?, jikalau hambaMu yang laknat ini yang kau maksud, ampunkanlah segala dosa-dosa hamba ya Robbal 'alamin, hamba khilaf, bukan maksud hamba untuk tidak merealisasikannya, tapi hamba sedang berusaha untuk merealisasikan slogan yang aku jadikan sebagai prinsip sebuah hidup.
Ya, itulah manusia, yang tak luput dari salah dan lupa, mengumbar kata-kata terasa mudah memang, namun perlu diketahui, bahwa dengan terlahirnya perkataan dari mulut kita, akan memacu dan mendorong kita menuju perealisasian yang akurat, karena kita tidak ingin mendapat julukan " tong kosong nyaring bunyinya ".
"Shifa, lansung pulang?" tanyaku padanya sembari terus dan terus menapaki jalan aspal yang kian hari kian terjal menuju mahattah Rab'ah.
Iya" jawabnya."
Dengan penantian yang sangat panjang, Akhirnya bus 65 kuning memperlihatkan batang hidungnya, tanpa babibu kami langsung naik dan masuk kedalam bus tsb.
Beraneka ragam kesibukan terlihat disana, sang sopir mengendarai bus dengan tenang, pelan tapi pasti. Sang kondektur dengan suara lantang, tegas, menarikiugroh tadzkaroh. sekelompok masisir asyik dengan murajaahnya, warga mesir yang asyik bergumul dengan pertengkarannya. Ahh...sungguh menakjubkan pemandangan sore ini.
"khusyi gowa, khusyi gowa ya binti" teriak wanita mesir di belakangku.
Terasa sesak memang, bus yang aku tumpangi ini, maklumlah 65 kuning adalah salah satu bus faorit masisir, khususnya banin. selain bus 65, juga ada lagi yang masyhur dengan sebutan 80 copet alias 80 coret. Karena hanya bus ini yang sanggup mengantarkan mereka ke kampus Al-azhar banin.
Suara wanita itu terus mengaung-ngaung di telingaku bak suara anjing yang sedang menggonggong karena kelaparan. Seketika itu emosi yang sedari tadi aku tahan, tiba-tiba drop out dari sela-sela rongga dadaku.
"Sawani lawsamaht!" teriakku tak mahu kalah.
"Mafisy makan ahoo!" tambahku.
Wanita yang sedari tadi berteriak-teriak tepat di telingaku diam seketika, begitulah sifat SEBAGIAN orang mesir, kerjaannya hanya membentak dan membentak saja, mereka mengira bahwa kami yang ajnabiy ini tidak berani berbuat apa-apa, termasuk balas membentak mereka.
Bus yang kutumpangi tak kunjung sepi akan penumpang.
"Ahh.. akankah aku berdiri hingga mahatthah mutsallas?" bisikku membatin.
Tapi ternyata tidak. Aku di panggil oleh sosok laki-laki gagah, tinggi lencir,hidungnya mancung, kulitnya putih, rambutnya hitam pekat, bola matanya coklat, berjambang, berjenggot. Subhanallah sungguh perfect makhluk yang ada di hadapanku ini. Abaya yang dikenakannya, bahasa yang digunakannya, agaknya dia berdarah sajakistan.
"Ijlisy ya ukhti!" perintahnya kepadaku.
"Ooo..syukron" jawabku.
"Syukrulillah" tambahnya.
Alhamdulillah, aku dapat tempat duduk juga akhirnya, duduk dekat jendela adalah favoritku, angin jendela yang sepoi-sepoi membuat anganku melayang, seakan-akan mampu menerobos singgasana Tuhan semesta alam.
Sesampai di rumah, ku rebahkan tubuhku ini ke bibir peristirahatanku, firasy,ketika sendi-sendi kaki ini tak lagi mampu untuk melangkahkannya, ketika kornea mata ini tak mampu untuk memejamkannya. Ahh..betapa bodohnya aku yang tak tahu akan kebijaksanaan sang firasy.
Aku terbuai di dalamnya, imajinasiku melayang-layang ke angkasa. Fly high to the sky.
***
Kairo-1/09/2010
Kala itu, PPMI bekerja sama dengan KBRI mesir, menggelar sebuah acara yang bernuansa islami. ANN Asosiasi Nasyid Nusantara. Dan aku terlibat di dalamnya sebagai panitia acara tsb.
"Kring, kring, kring" suara pesawat tlp berdering.
"Haloo..Assalamu'alaikum!" suara dari sebrang sana.
"Wa 'alaikumussalam Warahmatullah!" jawabku.
"Dengan mbak Adellia?" Tanyanya kepadaku.
"Iya, saya sendiri, maaf, ini dengan siapa kalau boleh tahu?" Tanyaku menimpali.
"Maaf mbak, kami dari panitia ANN, sangat mengharapkan kehadiran antumbesok, untuk membahas prosedur acara dll, jam 13.00 wk(waktu kairo) di Wisma Nusantara!" Suara dari sebrang sana memberi tahu.
"Ooo..Insya Allah kak, saya akan usahakan hadir besok" jawabku.
Ahh..acara lagi acara lagi, sibuk lagi sibuk lagi.
Ahh..kenapa harus aku yang menjadi panitia, rasanya aku tidak ingin menghadiri rapat itu, aku ingin menghabiskan waktuku di rumah saja, tapi aku sudah janji akan menghadirinya.Ahh....aku muak dengan diriku yang tidak bisa menolak, padahal jauh di lubuk hatiku, aku tidak ingin menghadiri rapat itu. Ahh..
Tepat pukul 13.00 wk (waktu kairo) aku telah sampai di gedung nun indah, dan megah, Wisma Nusantara tercinta. Aku tidak menemukan siapa-siapa disana, hanya keheningan yang menyayat hati senantiasa menemaniku.
Pukul 13.30 hingga pukul 14.30 teman-teman panitia yang lainnya tak kunjung datang.
Ahh...kalau seperti ini, WK bukan waktu kairo. mungkin lebih tepatnya WAKTU KARET. Aku muak dengan kelakuan teman-teman yang tidak bisa menghargai waktu, aku muak dengan aku yang terlalu bersemangat.
"Assalamua'alaikum", ucap seseorang di belakangku.
"Wa'alaikumussalam warahmatullah", jawabku terkaget-kaget.
Laki-laki itu, ya.. laki-laki yang bertanya kepadaku, laki-laki yang membuatku terbang ke singgasana Tuhan, laki-laki yang mengingatkanku akan peristiwa menyakitkan satu tahun silam.
"Panitia juga mbak?", tanyanya kepadaku.
"Kebetulan iya" jawabku dengan singkatnya.
"Maaf nama Antum siapa?" lanjutnya.
"Adellia" jawabku cuek.
"Ooo.. Adellia, saya Wahyu Hadi" lanjutnya mengenalkan diri.
"Asalnya dari mana mbak?" tanyanya kemudian.
Belum sempat aku menjawabnya, tiba-tiba, datanglah segerombolan akhwatmenghampiriku, seketika itu, aku langsung meninggalkannya.
Rapatpun langsung dimulai, dan ternyata yang memimpin rapat adalah Wahyu Hadi. Begitu bijaksana dia menyampaikan susunan acara rapat kali ini. Sopan, tegas, dan lugas. Ahh..Wahyu Hadi, kenapa kamu mirip sekali dengan Rizqi Permana?.
Ahh..Wahyu Hadi, kepribadianmu, sopan santunmu, membuatku ingin merangkai sekuntum bunga mawar merah di syurga kelak, lalu sejuta bintang kau bawakan untukku.
"Astaghfirullah. Kenapa aku memikirkan hal yang tidak mungkin terjadi dalam kehidupanku?" gumamku.
"Aku tidak mahu mengulangi kesalahanku satu tahun silam, aku tidak mahu jatuh ke lubang yang sama untuk yang kedua kalinya. Allahu Robby, ampunilah hambamu, bimbinglah hambamu ini. ya, seoarang hamba yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya!" bisikku membatin.
Detik berganti menjadi menit, menit berganti menjadi jam, jam berganti menjadi hari, hari berganti menjadi minggu, minggu berganti menjadi bulan, bulan berganti menjadi tahun.Ya..kurang lebih satu tahun aku menghilang dari dunia organisasi, selain orang tuaku tidak lagi mengizinkan aku untuk terjun dalam dunia yang penuh serba-serbi dengan sejuta kegiatan itu, aku juga ingin cepat-cepat menyelesaikan program S1-ku ini.
Aku ingin segera pulang ke tanah airku tercinta, Â bertemu dengan orang-orang yang selalu merindukan kehadiranku dalam pelukan kasih sayangnya; Ayah dan Ibu.Selama setahun aku hanya berkutat pada studyku saja.
Pagi, siang, sore, petang, malam. Buku diktat kuliyah tak pernah lepas dari genggamanku.Imtihan termin awal telah kulalui dengan mulus tanpa ada terjalan kerikil, begitu juga dengan imtihan termin tsani; sangat indah kurasa."Sepertinya tahun ini predikat MUMTAZ ada dalam genggamanku. Amin ya Robb". Gumamku dalam hati.
Hamamah Hud-hud membawaku terbang ke singgasana Tuhan, menerobos dinding-dinding awan, bak pesawat terbang yang sedang melaju kencang. Aku duduk tepat di atas kepak sayap kiri sang hamamah, tiba-tiba sayap yang aku duduki itu patah, dan akupun terjatuh lunglai ke bumi.Itu adalah sebuah mimpi yang hampir setiap hari datang menghampiriku, ya..datangnya tak di undang dan perginya pun tak di antar.
Akhirnya nilai kenaikan tingkat pun telah tertempel pada dinding kampus yang kian hari kian mencoklat termakan lapuknya usia.Ku cari namaku; Adellia Sofwan pada lembaran kertas natijah yang melekat pada bibir dinding kampus, tapi tak ku temukan juga.Tanganku bergetar hebat, jantungku berdebar kencang, kakiku lemas, lunglai bak kaki tak bertulang.
Ku rebahkan sebentar tubuhku ini ke anak tangga yang berada tepat di samping tempelan-tempelan kertas natijah.Tiba-tiba tepat di bawah kakiku, terlihat ada sobekan kertas berwarna putih agak kusam, seketika itu ku meraihnya dengan jantung yang berdegup kencang diiringi getaran tangan yang dahsyat. Bismillah..ku ambil pelan-pelan sobekan kertas yang tepat di bawah kakiku, lalu aku membukanya, dan DUAR..DUAR..DUAR. Namaku; Adellia Sofwan dengan predikat JAYYID.
"Jayyid, jayyid, jayyid, pagi, siang, sore, petang dan malam aku tak terpisahkan dengan muqorrorku. Aku puasa. Aku belajar terus menerus, kenapa yang kudapat hanya predikat jayyid" Gumamku dalam hati.
Sesampai di rumah, aku hanya diam di kamar dan mengunci pintu kamarku rapat-rapat. Aku tidak ingin diganggu oleh siapapun. Aku ingin menyendiri. Aku ingin tidur selamanya. Seakan-akan aku tidak ingin menatap hari esok.
Mahu di bawa kemana hubungan kita # jika kau terus menunda-nunda.Dan tak pernah nyatakan cinta. Ponselku berbunyi dengan NSP lagu milik band yang sedang naik daun; Armada Band.
"Hallo..Assalamu'alaikum". Suara dari sebrang sana.
"Alaikissalam..ibuuuuuuu". Jawabku setengah berteriak.
Ku tumpahkan semua keluh kesah tentang natijahku, yang sedari pagi hingga malam, ku habiskan waktuku untuk belajar tapi hasil yang aku dapat hanya jayyid. Ya..hanya jayyid."Tugasmu hanya belajar, belajar, dan belajar, masalah hasil itu urusan Tuhan. Apapun hasilnya, kamu harus mensyukurinya. Berkacalah pada nasib orang-orang yang berada di bawahmu, jangan selalu melihat apa yang ada di atasmu. Jayyid itu sudah sangat bagus sayang!" Ujar ibundaku tersayang.
Seketika itu, bongkahan crystal menerobos tak sopan dari pelupuk korneaku. Aku hanyut dalam tangisku. Menyesali diri pun menangisinya. Kenapa sampai saat ini masih ada makhluk yang dengan segala kekurangannya, tak pernah mensyukuri nikmat-nikmat yang telah di karuniakan Tuhan selama ini.Ku ambil air wudlu, lalu ku dirikan sholat sunnah taubat 2 rakaat.
Ku panjatkan doa dalam sujud panjangku."Allah...ampunkanlah hamba yang tak henti-hentinya melakukan dosa ini, hamba yang tak tahu diri, hamba yang tak pernah mensyukuri nikmatmu". Lainsyakartum laazidannakum walainkafartum inna 'adzabiy lasyadid. Begitu jelas firman Tuhanku ini, dan begitu mudah lisan ini mengucapkannya, tp dalam mempraktekkannya terasa begitu susah.
"Allah..bimbinglah hambamu ini, agar selalu dan senantiasa berada dalam lindunganMu, kasih sayangMu, tunjukilah hambaMu ini jalan yang lurus, jalan yang kau ridhoi.
"Allahumaj'alniy minattawwabina waj'alniy minal mutathohhirina, waj'alniy min 'ibaadikassholihina. Allah..walau taubat sering ku ukir, tapi pengampunanmu tak pernah bertepi".
***
Liburan panjang musim panas pun telah tiba. Badan cabang organisasi; kekeluargaan, almamater, senat, dan afiliatif pun turut menyambut kedatangannya dengan berbagai acara formal; kajian internal maupun eksternal, dan tak ketinggalan pula kegiatan non formal; rihlah sa'idah.
Aku dan Syifa pun turut menyemarakkan rihlah sa'idah yang di selenggarakan oleh almamaternya Syifa kala itu. Ya...Matruh Beach, Agiba Mountain, dan bathroom of Cleopatra.Aku tak mengenal siapapun disana kecuali Syifa sahabat karibku. Aku sangat menikmati rihlah kali ini, tak seperti rihlah-rihlah sebelumnya yang pernah aku ikuti, sungguh indah kurasa. Agiba, Matruh, Cleopatra, menakjubkan sekali pemandangan yang kau suguhkan untukku.
Dikala aku duduk termenung seorang diri, sembari ditemani lantunan merdu milik Ashalah, arad leh illi ultu kan kifayah wa ullak eih# wa ullak eih ya'nil kalam wa'til furaq haifit bieih dari MP5 mungilku. Kira-kira seperti itu liriknya. Tiba-tiba dua orang menghampiriku dan membuyarkanku dari hayalku yang sangat panjang, sepanjang rel Metro Anfaq bawah tanah.Mereka datang menghampiriku dengan membawa segudang cerita, mulai dari cerita yang lucu hingga cerita yang ma yanfasy, menurutku. Tapi aku sangat bahagia dengan kehadiran mereka, setidaknya, mereka mampu mewarnai hari-hariku yang kian kelabu.
"Eh, Wahyu, kita tidak boleh membiarkan dia sendirian" Ujar Syifa pada Wahyu.
"Kenapa memangnya" Tanya Wahyu."Kalau sendirian, dia suka ngelamun, ngelamunin mantan pacarnya, dia ditinggal nikah sama mantan pacarnya" Ucap syifa.
"Ihh apaan sih, dasar tukang usil!" Sambungku sewot.
Syifa pun meninggalkan kami berdua di pinggir pantai Matruh, ia harus menyiapkan makan siang untuk peserta rihlah, karena ia masuk dalam susunan panitia penyelenggara.
"Satu almamater sama Syifa?" Tanyaku sembari mencairkan keheningan yang menghantui kami sedari kepergian Syifa.
"Bukan, saya satu konsulat sama dia" Jawabnya.
"Adell, suka pakai celana ya, kalau bisa, cewek itu jangan pakai celana, nggak indah dipandangnya" Sambungnya.
Aku terdiam sesaat, tak kuasa aku mengukir kata-kata. Hanya diam seribu bahasa yang aku lakukan. Ya...diam, adalah senjata paling ampuh untuk mengatasi masalah, menurutku."Pakai celana atau nggak, apa pedulimu, toh aku bukan siapa-siapa kamu, yang penting aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menutupi aurat-auratku. Toh , meskipun aku pakai celana, baju yang aku pakai juga panjangnya menutupi lutut.sok ngatur banget sih jadi orang" Gumamku dalam hati.
***
Lantunan shalawat nabi  di temani suara gemuruh rebana. Rebana, sebuah alat musik pukul yang terbuat dari kulit kambing, yang identik dengan cirri khas islam klasik  memenuhi ruangan KSW. Dalam memeriahkan acara halal bihalal.Acara halal bihalal pun telah usai. Ku turuni anak tangga dengan suasana hati biasa-biasa saja, menuju rumahku tercinta Shaqar Quraisy.
"Assalamu'alaikum mbak Adellia" Sapa orang dari belakangku.
"Wa'alikumussalam" Jawabku sembari menoleh ke  arah suara itu muncul."Maaf mbak, besok-besok, kalau makai parfum, sewajarnya aja ya mbak, tahu hukumnya kan?" Tambahnya.
Spontan, aku mengambil jurus seribu langkah, diiringi hati yang dongkol, sebel, muak dengan apa yang baru saja terlontar dari lisannya; Wahyu Hadi.
"Bagaimana bisa dia menasehati aku, suami bukan, pacar pun bukan. Ya...meskipun aku pernah satu kepanitiaan sama dia, selalu jalan bertiga saat di Matruh. Tapi itu sebatas kenal aja, menyebalkan " Celotehku dalam hati.
"Parfumku wangi banget ya?" Tanyaku pada Syifa sahabatku.
"Biasa aja, kenapa emangnya?" Jawabnya.
"Nggak papa, nanya aja" Jawabku asal.
"Ada yang ngritik?" Tanyanya kemudian.
"Tuh, si Wahyu Hadi. Masa' dia bilang begini ke aku "Maaf mbak, besok-besok, kalau makai parfum, sewajarnya aja ya mbak, tahu hukumnya kan, tahu hadisnya juga kan?", nyebelin nggak sih tuh cowok, kenal juga nggak, sok akrab lagi" Ucapku dengan nada kesal.
"Biasa, cowok emang sukanya begitu, ngritik aja kerjaannya. Kalau kita makai jilbab bergo, di bilangnya kita malas pakai jilbab, giliran kita pakai jilbab di putar-putar, di bilangnya, kita hoby dandan. Dasar cowok, aneh" Jawabnya tak mahu kalah.
"Stop ngomongin cowok" Pintaku pada Syifa.
"NO MAN NO CRY. Hahaha" Sepontan kami berdua tertawa lepas.
MENYEBALKAN, rasa itu yang kerap menemaniku, setiap aku bertemu dan berbincang santai dengannya; Wahyu Hadi, sosok laki-laki  tercerewet seantero Kairo yang aku kenal. Laki-laki yang sok kenal sok dekat, sok akrab dengan perempuan. Ahh...entah apa lagi julukan yang pantas buat dia.
Aku benci dengan kaum yang bernama laki-laki, aku muak dengan ucapan manisnya yang berduri. Tapi...pada dasarnya, aku sangat membutuhkannya. Dan setelah aku sadari, tanpa adanya penciptaan laki-laki, ku tak akan pernah menginjakkan kakiku ke dunia yang penuh sandiwara ini.
***
Qiyamullail telah kudirikan dengan khusyuk. Seusai melaksanakan ritual suci ini, kubuka mushaf ukuran sedang yang tengah dalam genggamanku, kucermati ayat demi ayat, dan kumelantunkannya dengan suara indahku, sembari menunggu terbitnya fajar shadiq.
Kulantunkan ayat-ayat Alqur'an dengan khidmat, kutelusuri ayat perayat hingga bacaanku sampai pada QS. An-nur:31, yang berbunyi, qul lilmu'minati yaghdhudhna min absharihinna wayahfadzna  furujahunna...terasa datar-datar saja ketika aku membaca ayat ini, tak terbersit pesan apakah yang terkandung dalam ayat yang tengah kubaca ini.
Aku berhenti ketika bacaanku sampai pada ayat:59,QS. Al-ahzab. Yang artinya seperti ini, hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Seketika itu, jantungku berdegup kencang, bulu romaku tegang, dan akupun mulai sibuk membolak-balikan lembaran-lembaran ayat  QS. An-nur berusaha untuk  menyerasikannya dengan QS. Al-ahzab. diiringi tangan yang gemetaran.Sejenak aku berfikir, Kenapa di  QS. An-nur:31, dan QS. Al-ahzab:59 terdapat kesamaan arti jika kita merenungi dan menghayatinya dengan hati nurani yang jernih pun bersih.Tatapanku terpaku pada ayat yang baru saja aku baca, sampai detik ini aku belum menemukan jawabannya, kira-kira pesan apakah yang akan disampaikanYa, dan pesan apakah yang terkandung didalam kedua ayatnYa. "Pikirku menerawang".
Aku larut dalam keheningan malam yang berhiaskan kesunyian, dan kesenyapan. Namun, jawaban atas penghayatanku sedari tadi tak kunjung menampakkan sinarnya.
***
Kumainkan jari-jemari ini di atas keyboard dengan lincahnya, dan akupun mulai terbang menerawang, menyisir indahnya dunia maya; google. Aku membaca sebuah blog, entah kepunyaan siapa, aku tak tahu.
"Perempuan membantu laki-laki. Perempuan membantu dirinya, perintah mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh ini pun sangat sesuai. Kalau direnungkan, sebenarnya lelaki itu, secara alamiah bersikap lebih agresif dan imajinatif. Maaf-maaf saja ini pengakuan jujur dari kaum laki-laki. Dengan melihat perempuan secara sepintas saja, seorang laki-laki akan bisa menampilkan gambar lengkap perempuan tersebut sesuai dengan imajinasinya. Maaf sekali lagi, silahkan koreksi terutama dari laki-laki, kalau perempuan lewat di depan laki-laki walaupun perempuan tersebut berpakaian lengkap, laki-laki itu bisa menampilkan gambarannya dalam keadaan, maaf, telanjang! Inilah laki-laki. Makhluk yang sangat menderita dengan dirinya karena sifatnya ini, makhluk yang katanya perkasa tetapi sangat rapuh terutama oleh gangguan imajinasi-imajinasinya. Makanya panduan ketat diberikan kepada laki-laki. Apabila bertemu dengan perempuan segeralah tundukkan pandangan. Apabila sudah siap, bagi yang belum menikah segeralah menikah. Bila belum mampu, puasalah. Ini sebagian panduan kepada laki-laki. Berat. Jadi, perintah menutup aurat itu juga sekalian membantu laki-laki agar jangan terlalu sering muncul sifat liarnya. Karena dengan pesonanya, perempuan dapat menjatuhkan laki-laki hanya dari sudut kerling matanya. Sekali lagi, ini tanggung jawab kita semua". Begitulah isi dari blog yang aku baca.
Butiran permata menjatuhi pipiku dengan lembut. Perempuan berpakaian lengkap pun, laki-laki mampu menampilkan imajinasinya yang sedemikian rupa. Bagaimana dengan aku yang keseharianku memakai celana, yang sekilas menampakkan bentuk betisku. Aku terbuai dalam isak tangisku menyesali diri yang tak kunjung menyadari bahwa dengan memakai celana atau berpakaian press body dsb termasuk upaya peningkatan liarnya laki-laki dalam menyempurnakan imajinasinya. Astaghfirullah...
Tidak salah jika Wahyu Hadi pernah menegurku. Aku yang salah karena tidak menggubrisnya. Sejak saat itu, aku berusaha untuk meminimalisir dalam pemakaian celana. Ya...yang biasanya hampir setiap hari aku memakainya, kini, satu minggu sekali aku membalutkannya untuk menutupi betis indahku. Karena merubah diri tak semudah membalik telapak tangan, semuanya membutuhkan proses, proses menuju kebaikan yang sempurna.
***
Kala pagi datang dengan secercah sinar mentarinya,seraya di ikuti merdunya kicauan burung-burung, Syifa menghampiriku yang tengah duduk manis di depan layar laptop berukuran 14 inchi. Ia datang dengan membawa kabar gembira, menurutnya.
Ia menceritakan, bahwa Wahyu Hadi akan menyatakan perasaannya nanti malam, kabar burung itu, ia dapatkan dari kawan satu rumahnya; Wahyu Hadi. Dan aku mendengarkannya dengan seksama, tak lupa, akupun menyarankannya untuk mempersiapkan jawaban-jawaban. Ya...jawaban untuk menolak atau jawaban untuk menerima pernyataan cintanya; Wahyu Hadi.
Kurebahkan tubuhku yang semakin kurus ini, ke bibir ranjang peristirahatanku. tak terasa pecahan crystal menetes lembut di atas pipiku, ketika wajah laki-laki yang pernah mengisi hari-hariku; Rizqi Permana terlintas dalam hayalku, kenangan bersamanya saat bahagia. Robby, bantu hamba untuk melupakannya.
Tiba-tiba, aku dikagetkan dengan suara ponsel isyarat ada message yang masuk. Message yang bertuliskan, " Salam...Adell apa kabar?. Oh ya, kira-kira Adell sibuk nggak hari ini, kalau nggak, nanti malam ba'da maghrib, aku tunggu didepan Syabrawi, Al-hayyussabi', ada hal yang ingin aku bicarakan 4 mata denganmu. Syukron, salam...".
Spontan aku tercengang dengan datangnya message itu, message dari Wahyu Hadi. Sosok laki-laki tercerewet yang aku kenal, mengajakku meeting berdua saja; aku dan dia, kenapa harus aku, kenapa tak berbicara langsung pada Syifa, bukankah tujuan dari meeting adalah membahas kelanjutan hubungan antara dia dengan Syifa.  Ahh...barangkali ia merasa malu dengan urusan yang satu ini, urusan yang sangat sensitive menurut kebanyakan orang, sehingga  harus menggunakan perantara. "Pikirku".
***
Didepan Syabrawi, berdiri sosok laki-laki tinggi besar, berambut hitam bergelombang, tengah bolak-balik, kekanan kekiri, kedepan kebelakang, gelisah menunggu kedatanganku.
Aku menghampirinya seraya mengucapkan salam kepadanya."Assalamulaikum, sudah lama?" Tanyaku.
"Alaikissalam,nggak, baru aja kok, yuuk kita nyebrang!" Jawabnya.
"Kemana?" Tanyaku untuk yang kedua kalinya.
"Udah ikut aja, yuuk, nanti keburu tutup" Tambahnya.
Kami memasuki sebuah Math'am milik orang Thailand; Nile restoran yang berada dikawasan Al-hayyussabi'. Kami memesan Tomyam dan nasi goreng mutiara, tak lupa, kamipun memesankan satu menu special buat Syifa yang tengah dag dig dug menanti kabar gembira dariku.
Sembari menunggu makanan yang  dipesan, kamipun menghujani pertemuan ini dengan seribu gurauan-gurauan yang renyah. Suasana yang sedari tadi berhiaskan canda tawa ria, kini, seakan-akan berubah seperti hutan yang sepi akan kunjungan orang.
Tiba-tiba, ia menatapku dengan tatapan penuh harap seraya berkata, "Hadirku bukan malaikat dengan kesuciannya, juga bukan syetan dengan kesombongannya, izinkan AKU menjadikanmu salah satu bagian terpenting dalam hidupku menuju kesempurnaan dengan batas kekuranganku sebagai manusia".
DEG...Apa maksud dari semua ini, bukankah ia menyukai Syifa, kenapa ia menyatakan perasaannya kepadaku, salah ucapkah dia. "Sejuta pertanyaan terbersit dalam otakku".
"Syukron jiddan atas pernyataan cintanya, ana hargai keberanian antum, tapi maaf kalau boleh tahu, antum melihat ana dari segi apanya, wajah, style, intelektualitas, shalihah, ana rasa, ana tidak masuk dalam 4 kriteria yang ana sebutin tadi, mungkinantum salah orang, karena di luar sana jauh lebih banyak perempuan yang LEBIH SEGALANYA dari ana" Ucapku dengan wajah menunduk lesu, tak kuasa aku menatapnya.
"Kalau boleh jujur, awalnya ana sempat kagum dengan Syifa, kagum dengan kecantikannya, kecerdasannya, keuletannya dsb. Dan memang rencananya, ana ingin menjadikannya sebagai pendamping hidup ana, tapi tidak semudah itu, ana harus menjajakinya melalui ikhtiyar yang diridhai Allah Tuhan kita, ya...lebih tepatnya  shalat istikharah dulu, akhirnya anapun shalat istikharah 4 rakaat, malam pertama, yang analihat dalam mimpi ana adalah anti, spontan ana kaget, kaget sekagetnya, karena ana melakukan istikharah supaya ana mendapatkan jawaban atas kebaikan hubungan antara ana dengan Syifa, justru anti yang muncul dalam mimpi ana, malam kedua pun anti yang muncul dalam mimpiku, malam ketiga, keempat, kelima, keenam, dan malam ketujuh pun seperti itu, dari situ ana memberanikan diri untuk mentaqdim anti karenaana yakin antilah bakal calon istri ana yang sesungguhnya, selain itu ana pun melihat perubahan anti yang dulu suka sekali memakai celana, sekarang hampir tidak pernah lagi, dari situ semakin kuat keyakinan ana untuk menjadikanmu sebagai pendamping hidup ana, pelipur lara ana tidak hanya itu ana pun tahu dan sangat tahu, meskipunanti yang kesehariannya sering memakai celana ketimbang memakai rok, akhlak anti sama sekali tak melanggar norma-norma agama". Ujarnya sepanjang rel kereta api.
Aduh...laki-laki yang berhadapan denganku saat ini, pintar sekali ia merayu perempuan, membuatku melayang-layang ke angkasa nun jauh disana. Ahh ..Aku tak mungkin menerima lamarannya, apa yang harus aku katakan pada Syifa "Pikirku".
"Maaf sebelumnya, kalau boleh, ana minta waktu untuk berfikir, karena masalah ini bukan masalah yang sepele, ini masalah serius, ya...masalah masa depan kita, anak cucu kita, dan anapun harus konfirmasi dengan orang tua". Pintaku.
"Ooo...silahkan" Jawabnya sembari mengukir senyum.
Menu yang sedari tadi kami pesan tak kunjung datang menghampiri, akupun langsung berpamitan pulang, tak kuasa aku melahapnya, hatiku ini sudah tak karu-karuan rasanya.Dalam el-tramco, aku hanya diam membisu bak patung yang sedari pagi hingga malam tak bergerak dan tak pula berbicara. Apa yang harus aku katakan pada Syifa nantinya. " bisikku membatin".Sesampai di rumah, kutemukan Syifa dalam keadaan tidur pulas, akupun mengambil posisi tepat disampingnya, ku tak mampu memejamkan kelopak kornea ini.
***
Sehari, dua hari, tiga hari, aku belum memberikan jawaban pada Wahyu Hadi. Dan sampai detik ini, aku belum sempat membuka mulut ini untuk menyampaikan sesuatu pada Syifa yang mungkin akan menyakitkan hatinya."Ting tong..."Suara bel rumahku berbunyi.Dan akupun membukakannya.
Tiba-tiba, DUAR DUAR DUAR, Wahyu Hadi yang datang berkunjung kerumahku. Aku gugup, tak tahu apa yang harus aku lakukan. Ia nyelonong masuk tanpa atas izinku.
"Maaf, ana belum sempat ngomong sama orang tua ana" Ucapku kepadanya.
Seketika itu ia mengambil ponselku yang sedari tadi menikmati kesendiriannya di atas meja yang tepat di samping Wahyu Hadi. Lalu ia mencall nomor yang bertuliskan mom's Adell. Aku terlonjak kaget ketika ia berbicara pada ibuku dan ia mengutarakan isi hatinya untuk meminangku pada ayahku.Lalu ponsel mungil itu ia sodorkan kearahku.
"Nak...kalau laki-laki sudah berani memintamu kepada ibu atau bapak, itu tandanya laki-laki tsb serius ingin memilikimu, membangun keluarga bersamamu" Suara dari sebrang sana.
Lemas tubuh ini, terasa nyeri tulang-tulang persendian kaki ini, seakan-akan aku tidak ingin melihat matahari terbit dari ufuq timur, aku kaget dengan apa yang dikatakan ibu dan bapakku, padahal aku sengaja tidak menelphon mereka hanya untuk menghindari pinangan Wahyu Hadi. Dan ternyata ia melakukan hal yang senekat itu, kedua orang tuakupun menyetujuinya. Apalah hendak dikata kalau orang tua sudah berbicara.
Syifa menghampiriku dengan linangan air mata, seketika itu aku memeluknya begitu erat serasa tak ingin melepaskannya, hanya permintaan maaf yang terlontar dari lisan ini diiringi butiran-butiran jernih membasahi pipi. Syifa masih terpaku dengan tangisnya, iapun tak angkat bicara.
Kami melangsungkan akad nikah di negeri tercinta Indonesia, akad nikah yang sederhana tapi khidmat, mahar yang diberikannya kepadaku hanya seperangkat alat shalat dan sebuah kunci; kunci rumah dan kunci mobil, aku sangat mensyukurinya.
Terhitung satu bulan kami bernaung di kampung halaman Indonesia, kamipun segera mudik kekediaman kedua; Mesir untuk melanjutkan study yang sempat tertunda. Wahyu Hadi yang sekarang sudah resmi menjadi suamiku melanjutkan S-2nya, dan aku kembali ke Kairo ini untuk mengikuti ujian termin tsani.
Kubuka mata hati ini, dan aku sadari bahwa cinta tak selamanya menyakitkan, dan cinta akan tumbuh dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Begitupun dengan laki-laki, laki-laki adalah kakek kita, ayah kita, imam kita, dan ayah untuk anak-anak kita, meskipun dari lisannya kerap muncul ucapan yang berduri, namun pada hakikatnya kita sangat membutuhkannya. Adam membutuhkan Hawa, dan Hawapun membutuhkan Adam. Adam dan Hawa adalah makhluk yang berSIMBIOSIS MUTUALISME.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H