Mohon tunggu...
Byron Kaffka
Byron Kaffka Mohon Tunggu... Karyawan -

Selanjutnya

Tutup

Drama

Ducth Vader Gerrit Rudolph

7 Maret 2018   20:52 Diperbarui: 7 Maret 2018   20:59 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak! Aku tidak mau!

Di kampung, aku punya ayah yang sudah almarhum, sakitnya biasa saja. Setelah Ayah Rudolph hadir ke tempat kami menawarkan diri untuk merawatnya, ayah malah meninggal. Tapi keluarga Mama menganggapnya sosok malaikat, karena setelah itu mau memboyong Mama ke rumah ini serta berjanji akan merawatku dan Mama. Orang-orang memandangnya istimewa, oleh perangainya yang lemah-lembut penuh kharisma.

Tidak denganku! Aku punya penilaian berbeda. Dan apakah aku telah sangat keterlaluan, bila memiliki pandangan sendiri di luar pandangan orang-orang umum. Sempat aku menyatakan kegelisahan ini terhadap Tuan Muda Kecil, "Apakah aku anak yang berbeda?"

"Kau memang sedikit aneh, Kafka. Tapi, aku menyayangimu. Saranku, berhentilah membaca buku-buku yang tidak diperuntukan buat usia kita di ruang perpustakaan milik Ayah."

Sesungguhnya, kau lah yang aneh Tuan Muda Kecil, kau bilang menyayangiku, tapi entah apa yang aku rasakan? Bagiku kau orang lain, lebih dari itu kenyataannya kau adalah seorang majikan.

"Tuan, apakah kau menyayangi sepeda dan mainan-mainan di bupet dekat jendela kamarmu?" Karena aku tahu ia tidak akan mengijinkan siapapun menyentuh barang-barang pribadi miliknya tanpa seijinnya.

"Aku ijinkan kau memainkannya, Kafka. Tapi harus bilang dulu padaku." Jawabnya. Itu adalah jawaban, betapa aku senilai barang-barang di balik bufet kaca itu. Dia tak mengijinkan aku bermain dengan anak-anak lain, tak beda aku mainan yang dibelikan oleh ayahnya.

"Mengapa Kafka bertanya hal-hal aneh lagi? Bukannya tadi sudah janji!" Untuk tidak berlaku demikian, maksudnya.

Baiklah.

Lelaki itu pembunuh, aku tidak mempercayainya! Hanya, aku tidak punya alasan untuk membencinya. Lelaki yang selalu ada buatku, datang setiap malam ke tempat tidurku, mengecup ubun-ubun, dan mengucapkan, "selamat malam, Nak." Seperti orang baik saja.

Lelaki yang di suatu peristiwa menghadirkan pemandangan yang tidak layak aku saksikan, berdiri telanjang membelitkan dua kaki Mama ke pinggangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun