"Mengapa milikku dan milik Vader tidak sama dengan milik Kafka, Vader?" Mulut Tuan Kecil polos bertanya, sambil mengacungkan kulit ujung penis di selangkangannya yang putih. Padahal aku bisa saja menjawabnya, karena aku berkhintan. Tapi anak itu tidak bertanya kepadaku.
"Seseorang memotong milik Kafka, sayang." Jawab Vader, seolah mengasihaniku. Namun segera meralat agar anaknya tidak sedih, "tapi itu tidak apa-apa, karena inlander biasa melakukan hal itu dalam budaya mereka, sayang."
"Inlander?" Tuan Kecil bingung, "Kafka bukan seorang dutch?" Bukan seorang Belanda.
Ini kali Vader tersengat, dan merasa tidak nyaman dengan mulut bawel putranya. "Kafka seorang dutch, saat ini! Dulu ya." Inlander, maksudnya. Vader tetap sabar memberi keterangan.
Mengapa Vader tidak mengatakan hal sebetulnya, bahwa kami berbeda, dan aku bukan bagian dari mereka, dan tidak akan pernah.
Kebersamaan kami di pantai siang itu, terasa cepat berlalu, Ayah Rudolph menghentikan permainan, menggendong Tuan Kecil di bahunya yang riang gembira keluar dari gelombang-gelombang air, "cepat anak-anak. Gelombang menjadi besar dan keras sewaktu sore."
"Memangnya kenapa?" Sahutku, nakal.
Ayah Rudolph tak suka dibantah, ia menengok pelan terarah kepadaku di balik punggungnya, menghentikan langkah. "Kau berjanji akan bersikap baik, sayang."
Sepertinya aku tertantang, lalu membalik badan berlari ke gelombang air laut yang berdebur menyambut tubuhku, lalu menariknya terhempas jauh.
"Kafka!" Teriak Ayah Rudolph berseru, sepertinya aku telah membuatnya benar-benar jengkel. Lelaki itu menurunkan Tuan Kecil dari pundaknya, memerintahkan anak itu, "Segera panggil Mama, Kafka berulah!"
"Tapi aku ingin melihat Ayah menangkap Kafka!" Tuan Kecil tergelak bersikeras, mungkin karena menganggap ini menarik. Sementara aku tidak peduli apapun, hanya ingin melebur bersama deburan gelombang air laut di pantai yang luas itu.