Mohon tunggu...
Byron Kaffka
Byron Kaffka Mohon Tunggu... Karyawan -

Selanjutnya

Tutup

Drama

Ducth Vader Gerrit Rudolph

7 Maret 2018   20:52 Diperbarui: 7 Maret 2018   20:59 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Petir menggelegar di langit malam, melampaui dengan kilatannya menerangi ruang lewat jendela-jendela. "Aku takut petir, Kafka." Dia bilang, "Aku menyimpan Capung yang kau tangkap tadi sore di lapangan. Buka toplesnya!" Lalu ia mengangakat piyama hingga bagian perut, memperlihatkan pusar, sambil bicara, "aku janji tidak akan ngompol, Kafka."

Perlahan penuh kehati-hatian, jariku menangkap capung dari dalam toples yang ia serahkan, lalu menggigitkannya ke titik pusar Tuan Muda Kecil, ia meringis.

"Baik, sekarang kau boleh tidur di sisiku, Tuan Kecil."

Ia menjatuhkan diri ke sisiku terbaring, menengadah ke langit-langis membuang nafas panjang, lega. Beberapa saat kemudian, nafasnya melambat dan jatuh terpulas. Dalam rancuan tidurnya, bilang; "jangan tinggalkan aku, kamu harus janji, Kafka."

Aku menyibak selimut, tadinya hendak beranjak tangannya menguntif ujung piyamaku. Perlahan kulepas, mesti ada sesuatu bila Tuan Muda malah ingin tidur di ruanganku, memang ke mana Mama?

Langkahku bertelanjang kaki berhambur keluar kamar, membawa toples kecil capung. Ruangan-ruang tengah malam di rumah ini kadang menakutkan, sepertinya aku butuh sahabat kecil dalam toples. Memastikan ruang yang terlarang aku kunjungi.

Seperti yang sudah-sudah, aku akan berhenti di suatu sudut ruang, di baliknya ada seuatu keadaan yang aku telah hafal betul, "mereka di sana."

Perlahan daun pintu disibak, "kau ingin melihat sesuatu sahabat kecil?" Capung itu lepas dari toples, terbang ke dalam ruangan di mana suara musik mengalun menyamarkan suara-suara di dalam sana.

Lalu aku berlari di antara lorong panjang berserta gelegar halilintar di kejauhan langit malam sana, seperti bayangan berkelabat, menuju kamarku.

Tuan Muda Kecil nampak sudah terbangun, begitu aku tiba di dalam. Ia duduk menatap tak suka, merasa ditinggalkan dan menghilangkan capung miliknya dalam toples.

Keesokan hari di meja makan, nyaris Tuan Muda tak sudi menyapaku karena inkar janji, sementara Mama masih tak bicara sepatah katapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun