Mohon tunggu...
Byron Kaffka
Byron Kaffka Mohon Tunggu... Karyawan -

Selanjutnya

Tutup

Drama

Ducth Vader Gerrit Rudolph

7 Maret 2018   20:52 Diperbarui: 7 Maret 2018   20:59 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu tiba di rumah, Mama sangat Murka mengetahui aku berulah di sekolah. Sebetulnya Mama bisa saja menyembunyikan masalah ini karena pihak Sekolah tidak tahu, dan Tuan Muda Kecil selalu mau diajak kerjasama untuk menyembunyikan sesuatu, tepatnya berbohong, demi kebaikanku.

"Tapi luka wajah tak mungkin tidak diketahui Ayah Rudolph, Kafka?!" Bentak Mama. Ia benci harus menghubungi Ayah Rudolph dan mengganggu tugasnya di Rumah Sakit, "untuk sekedar pulang menengok dan merawatmu, Kafka!"

Mama lebih mengedepankan kepentingan keluarga mereka dibandingkan kondisiku? "Ini bukan sekali ini kau bersikap tidak masuk akal, Kafka!"

Dan Ayah Rudolph lekas tiba bergegas masuk ke ruanganku, yang sedang duduk di pembaringan, ia mengeluarkan peralatannya menjahit luka di bawah dagu.

"Apa akan ada bekasnya, Ayah?" Tanya Tuan Muda Kecil, polos.

"Tidak! Ayah dokter yang hebat, kecuali Kafka akan melakukannya lagi, baru Ayah akan membuatnya sekalian tak perlu punya wajah." Mungkin itu maksudnya gurauan, dan mereka tertawa, barangkali membuat riang suasana, tapi sungguh tidak lucu.

***

Sudah kutegaskan Mama tidak perlu memanggil Ayah Rudolph pulang, tapi tentu saja Ayah Rudolph tidak suka bila ada hal terjadi pada orang rumah dan ia tidak diberi tahu. Tipikal lelaki yang ingin terkesan bertanggungjawab akan segala hal yang menjadi miliknya.

Beberapa hari Mama mendiamkanku setelah kejadian itu, tak suka dengan keadaan ini, "Kamu nakal!" Dan kau kotor, Mama! Dengus batin yang tak pernah diungkapkan.

Mari simak di suatu malam ketika Mama bilang bersama Tuan Muda Kecil menidurkannya, anak kecil itu justru menyelinap ke kamarku.

"Broer, broer..." Ia naik ke atas ranjang dan duduk di atas tubuhku yang terbaring, berbisik... "Kafka." Mataku terbuka. Ia menyerahkan sebuah toples kecil tertutup kain sulam yang diikat bagian atasnya. Ini "Capung."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun