Undang-undang Nomor 16 tahun 2019 perubahan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 7 ayat (1) perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 16 tahun . Pasal 6 ayat (2) untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
Undang-undang Perlindungan Anak, Pasal 26 ayat (1) orang tua berkewajiban dan bertanggung jawa untuk memelihara, mendidik, dan melindungi anak 2). Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya, dan 3). Mencegah terjadinya perkawinan pada usia ana-anak.
 UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).
Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuann melindungi anak, agar anak tetap memperoleh haknnya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
b. Dampak Biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual pemaksaan (pengagahan) terhadap seorang anak.
c. Dampak psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan aka menghilang hak anak untuk memperoleh Pendidikan (wajar 9 tahun), hak bermain menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
d. Dampak Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan. Kondisi hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
Menurut para sosiolog ditinjau dari sosial pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang. Melihat pernikahan di bawah umur dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif oleh karenanya, pemerintah hanya mentolerir pernikahan di atas 19 tahun untuk pria dan 19 tahun untuk wanita.