a. Wajb, bagi orang yang telah mampu kawin (baik dari segi fisik, mental maupun biaya), sementara dirinya dikhawatirkan akan berbuat zina kalua tidak kawin.
b. Mandb, bagi orang yang mampu kawin, sementara dirinya tidak merasa khawatir untuk berbuat zina.
c. Haram, bagi orang yang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai suami, seperti masalah mahar atau mas kawin dan nafkah (baik nafkah lahir maupun batin), dan hal ini akan membuat istri yang dikawini menderita.
d. Makrh, bagi orang yang tidak mampu melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai suami, tetapi hal ini tidak akan membuat istri yang dikawininya menderita, misalnya, Wanita tersebut kaya dan gairah seksual tidak begitu kuat.
e. Mbah, bagi orang yang tidak memiliki dorongan untuk kawin, dan tidak pula memiliki hal-hal yang mencegahnya untuk kawin.
4. Batas Usia Menikah
Tujuan dari pengaturan usia calon mempelai untuk mewujudkan ketentraman dalam berumah tangga karena perkawinan sulit dicapai jika istri dan suami belum mencapai kematangan dalam berpikir, menurut kebiasaan pasangan muda sulit untuk menggunakan pemikiran yang baik dalam menyelesaikan permasalahan dalam rumah tangga, hal ini terbukti dengan banyaknya pasangan muda yang bercerai. Selain membatasi masalah usia Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga menyebutkan syarat lain yaitu persetujuan calon mempelai wanita dan mempelai laki-laki.
Hal ini bermakna bahwa calon mempelai sudah menyetujui untuk melaksanakan pernikahan, sehingga nantinya mereka akan menjalani kehidupan berkeluarga dengan baik karena tidak ada unsur paksaan dari kedua belah pihak karena walau bagaimanapun dalam pernikahan hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua pasangan suami istri, akan di khawatirkan jika ada unsur paksaan bagi kedua belah pihak atau salah satu pihak untuk menikah tidak terlaksannya dengan baik hak dan kewajiban suami atau istri, tentunya pernikahan ini menjadi hal yang kurang baik.
Menurut Undang-undang Perlindungan Anak, usia dewasa jika berdasarkan pengertian anak dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak yang telah mengalami perubahan dengan adanya Undang- undang Nomor 35 Tahun 2014, disebut Undang-undang Perlindungan Anak, dimulai saat seseorang mencapai belum mencapai usia 18 tahun. Jika belum berusia 18 tahun maka dikategorikan sebagai anak yang seharusnya tidak terikat dalam pernikahan. Anak seharusnya mendapat perlindungan dalam hidupnya yang didasarkan pada Pasal 52 ayat 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, selanjutnya disebut Undang-undang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Bentuk perlindungan dari orang tua mrupakam kewajiban yang harus dipenuhi, salah satunya sebagaimana Pasal 26 ayat 1 huruf c Undang-undang Perlindungan Anak bahwa orang tua berkewajiban bertanggung jawa untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak.
Â
B. Dispensasi Nikah Di Bawah UmurÂ