Mohon tunggu...
Datuak Bandaro Sati
Datuak Bandaro Sati Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Coffee

Secangkir ialah rasa; ribuan cangkir juga rasa. Seberapapun, semua tentang rasa. Warna yang serupa tiada bisa untuk saling membatasi! #CoffeeTime

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sri (2)

24 Juli 2019   09:24 Diperbarui: 24 Juli 2019   09:32 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihat ke arah BD yang sedang setia menggenggam Setir, Sontak Sri menjawab, "Sesukamu aja. Pikiran ini kalut, percuma kalau kita kuliah hari ini, nggak bakalan nyambung antara hati dan otak. Lagi Mager. Tangan kirinya meremas erat sepucuk surat yang ia terima.

"Kita atau kamu yang kalut?" ucap BD.

(Sri hanya diam memandangi BD derngan wajah sinis).

"Baiklah, kita akan menuju Pantai. Pantai dimana surat yang berada di genggamanmu bisa kau hanyutkan dan lenyap begitu saja. Hehehe ... Atau bisa kau simpan rapat di tiap jengkal memori pikirmu untuk waktu yang lama. BD tertawa kecil sembari menghibur hati yang sedang terbelah oleh keadaan.

"Sri hanya mengangguk dan meluruskan lagi tempat duduknya menghadap ke depan."

Sesampainya di Pantai Padang, BD membiarkan Sri meninggalkannya duduk manis di sebuah Caf kecil di Selatan Gedung Balai Budaya Sumatera Barat. Dua Cangkir Kopi berada di antara dia dan bungkusan tembakau liar yang terkemas rapi. Tapi matanya tak memperhatikan itu, hanya memandangi Sri melangkah jauh dari tempat dia duduk menikmati sepoi hembusan bayu pagi itu. Memainkan Imajinasi lewat Gadged yang ia genggam, BD menulis sebait frasa;

"(Jikalau deburnya mempunyai ritma, tentu Ombak akan menjadi nada-nada yang akan menghibur seluruh penghuni alam. Jikalau cinta bisa diatur dan menjadi cerita, tentu saja seluruh alam akan memainkan irama-irama bahagia saja; lalu kesedihan dikemanakan?)"

                                  

Ahh... Daun-daun yang lepas dari batangnya melayang serupa Camar yang setia menyuarakan suaranya bagi mereka sesama; tapi kenapa hanya ke arah bawah saja daun ini gugur? Diiringi suara riuh angin yang tak bosan-bosannya bergantian dengan sepi. Sri memandangi sekelilingnya pagi itu. Tak ada siapa-siapa selain dirinya, hamparan lautan, angin, dan pepohonan. Sri masih berdiri.

Namun kemudian ia melihat sebuah Novel dan Koran tertinggal di bangku yang baru saja akan dia duduki. Pemilik ini mungkin sengaja meninggalkannya? Atau barangkali tertinggal. Buru-buru dijangkaunya novel itu dan hatinya demikian bergetar. Terbersit di pikirnya, " Apakah di dalam novel itulah seharusnya ia berada sekarang? Jika saja iya, bagaimana cara ia pulang ke sana?"

Sebelum ia meraih koran yang hampir terseret angin, Sri tersenyum membaca kolom di bagian kiri bawah halaman depan Koran tersebut. Gusarnya seketika hilang, pikiran-pikirannya yang tadinya jenuh kini kembali terbuka dan meluas entah kemana. Memutar arah Sembilan Puluh derajat, Sri berteriak riang "BD sini, ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan."

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun