Terlebih lagi Hary. Tubuhnya terasa lumpuh beberapa hari. Ada perasaan nyeri di dadanya. Baru kini ia menyadari, ternyata ia mencintai gadis itu, atasannya sendiri.Â
Semuanya sudah terlambat. Andai saja ia bisa membalikkan waktu, dan mencegah kejadian itu, tentu ia masih bisa melihat senyum Kasih setiap pagi. Hanya senyum, cukuplah itu.Â
Tiba-tiba Hary terlonjak. Ia teringat dengan mantan dosennya yang nyentrik, yang koleganya sendiri menyebutnya "dosen gila". Konon, Dosen Teknik Fisika itu sedang mengerjakan proyek "tak masuk akal", yang temuannya itu bisa mengubah takdir. Sebuah Mesin Waktu!Â
***
"Kamu mencintai gadis itu?" tanya Profesor Zaldy, dosen nyentrik itu. Rambutnya agak gondrong, awut-awutan. Hary melihatnya entah siapa yang lebih berantakan, rambut dosen itu atau rambut Einstein.Â
"Kalau tidak mana mungkin saya ke sini," jawab Hary retoris.Â
"Gadis itu mencintaimu juga?"
"Itu tidak penting bagi saya."
Profesor Zaldy menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tersenyum. Hm, anak muda, terlalu dibutakan oleh cinta. Kemudian Profesor Zaldy membawa Hary ke sebuah ruangan bawah tanah. Hary diperlihatkan sebuah peralatan mesin yang aneh.Â
"Gara-gara temuan ini saya dibilang gila oleh para kolega saya. Memang belum ada berani mencobanya. Jadi, kamu mau menjadi kelinci percobaan?"
Hary mengangguk mantap.Â