Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta yang Menembus Ruang dan Waktu

8 Februari 2020   00:05 Diperbarui: 8 Februari 2020   00:14 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Pixabay.com.

"Waktumu cuma satu jam. Aku tidak tahu, apakah mesin ini bisa bekerja dengan baik. Kamu orang pertama yang mencobanya. Apa pun yang terjadi, bersedia menanggung akibatnya?"

Lelaki muda itu mengangguk. 

"Kalau boleh saya tahu, kenapa kamu berani melakukan hal ini, yang saya sendiri masih ragu dengan mesin buatan saya sendiri...."

"Cinta!" lelaki muda itu yakin. 

***

Empat bulan yang lalu.... 

Entah garis tangan apa yang membuat Hary menerima tawaran pamannya untuk menjadi petugas Satpam di perusahaan tempat pamannya bekerja. Seminggu lagi pamannya akan berhenti bekerja, dan ia diminta menggantikannya. 

Hary, walau awalnya ragu tapi akhirnya diterimanya juga. Sudah setahun setamat kuliah pikirannya tak karuan, karena sulit mendapat pekerjaan. Memegang ijazah S-1 Teknik Mesin ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Sudah puluhan lamaran yang ia kirimkan ke berbagai perusahaan. Ada beberapa ia dipanggil, tes, wawancara, tapi kemudian tak ada kabar beritanya. 

Di tengah kegundahannya ada tawaran untuk menjadi petugas Satpam. Tak ada salahnya ia coba. Nanti sambil jalan ia mencoba melamar lagi, sesuai disiplin ilmunya. 

Di perusahaan ini pula, tanpa disangka, Hary harus menjalani garis takdirnya yang lain. Ia, matanya, hatinya, harus bertemu Kasih Anggraeni, perempuan mungil yang cantik itu. 

"Jangan!" saran pamannya. "Dia Direktur Keuangan. Bukan sekadar direktur, pengaruhnya lebih besar dibanding Pak Danu, Direktur Utama. Mbak Kasih adalah anak dari pemilik perusahaan ini. Dia memang tengah dipersiapkan untuk menggantikan Pak Danu. 

"Jadi kubur saja angan-angan kamu. Mbak Kasih bukan kelasnya kita," pamannya tertawa pelan. 

Hary sendiri memang tak ingin berharap terlalu jauh. Bisa bekerja saja ia sudah merasa bersyukur. Tapi keseharian Kasih memang membuat Hary memberi perhatian lebih. 

Kasih yang selalu ramah kepada siapa saja, tak memposisikan bahwa ia adalah anak dari pemilik perusahaan, hingga semua karyawan senang sekaligus segan dengan dirinya. Kasih juga yang menyapa terlebih dahulu kepada Hary. 

"Karyawan baru ya, Mas?" sapa Kasih. 

"Ya, Bu."

"Siapa namanya?"

"Hary, Bu."

"Oo..., nggak usah manggil 'bu', panggil aja 'mbak''," Kasih tersenyum. 

"Ya, Bu, eh..., Mbak...."

Kembali Kasih tersenyum. 

Dan senyum itu selalu Hary lihat setiap pagi. Ada rasa debar, kelegaan hati, saat melihat mobil Kasih muncul di pintu gerbang. Hary berlari-lari kecil, sigap membuka pintu gerbang."Pagi, Mas Hary," sapa Kasih sambil senyum. 

"Pagi, Mbak...!"

Kejadian-kejadian kecil seperti itu, Hary merasakan hidupnya lebih bergairah. Setiap pagi membuka pintu gerbang, sapaan-sapaan ringan, senyum, dan adakalanya ia disuruh membawa barang-barang dari mobil Kasih ke lantai dua, tempat ruangan Kasih. 

Seperti saran pamannya, Hari juga tak berani bermimpi terlampau jauh. Hary juga yakin ada karyawan pria lain yang mempunyai perasaan yang sama seperti dirinya terhadap Kasih. Tapi semuanya hanya dipendam dalam hati. Hingga sampai suatu saat...! 

***

Seminggu yang lalu...! 

"Selamat pagi, Mbak Kasih...!"

"Pagi, Mas Hary. Oh, ya, tolong bawa laptop saya ke atas, juga kardus yang ada di jok belakang...."

"Siap, Mbak."

Siapa yang menduga, itu adalah percakapan terakhir Hary dengan Kasih. Sore harinya ia mendengar Kasih mengalami kecelakaan, mobilnya tertabrak kereta, terseret beberapa meter, dan Kasih tewas di tempat. 

Terjadi kesedihan yang luar biasa pada seluruh karyawan, bahkan ada yang menjerit histeris hingga pingsan. Mereka merasa sangat kehilangan dengan meninggalnya Kasih. 

Terlebih lagi Hary. Tubuhnya terasa lumpuh beberapa hari. Ada perasaan nyeri di dadanya. Baru kini ia menyadari, ternyata ia mencintai gadis itu, atasannya sendiri. 

Semuanya sudah terlambat. Andai saja ia bisa membalikkan waktu, dan mencegah kejadian itu, tentu ia masih bisa melihat senyum Kasih setiap pagi. Hanya senyum, cukuplah itu. 

Tiba-tiba Hary terlonjak. Ia teringat dengan mantan dosennya yang nyentrik, yang koleganya sendiri menyebutnya "dosen gila". Konon, Dosen Teknik Fisika itu sedang mengerjakan proyek "tak masuk akal", yang temuannya itu bisa mengubah takdir. Sebuah Mesin Waktu! 

***

"Kamu mencintai gadis itu?" tanya Profesor Zaldy, dosen nyentrik itu. Rambutnya agak gondrong, awut-awutan. Hary melihatnya entah siapa yang lebih berantakan, rambut dosen itu atau rambut Einstein. 

"Kalau tidak mana mungkin saya ke sini," jawab Hary retoris. 

"Gadis itu mencintaimu juga?"

"Itu tidak penting bagi saya."

Profesor Zaldy menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tersenyum. Hm, anak muda, terlalu dibutakan oleh cinta. Kemudian Profesor Zaldy membawa Hary ke sebuah ruangan bawah tanah. Hary diperlihatkan sebuah peralatan mesin yang aneh. 

"Gara-gara temuan ini saya dibilang gila oleh para kolega saya. Memang belum ada berani mencobanya. Jadi, kamu mau menjadi kelinci percobaan?"

Hary mengangguk mantap. 

"Kapan kejadiannya gadis itu ditabrak kereta?"

"19 Desember 2019, tepat pukul 16:24!"

"Baik, mesin ini akan saya atur kamu sampai di tanggal itu, satu jam sebelum waktu kejadian. Siap?"

"Siap!"

"Bawa koran yang memuat peristiwa itu. Ingat waktumu cuma sejam."

Selanjutnya Hary disuruh memasuki sebuah tabung kaca. Terlihat lampu-lampu, tombol-tombol, juga kabel-kabel. Tapi Hary tak terlalu memperhatikan. Yang ia pikirkan saat ini apakah mesin ini dapat berfungsi seperti yang direncanakan, dan ia dapat menyelamatkan Kasih, gadis yang ia cintai. Kalau gagal, dan meledak...? 

Profesor Zaldy memberi isyarat, bahwa mesin akan dihidupkan. Kemudian menekan beberapa tombol. Terdengar suara mendengung, lalu gemuruh, dan cahaya yang menyilaukan mengelilingi tabung kaca. Berputar semakin cepat, dan suara ledakan...! 

***

Hary terhuyung menabrak sesuatu, pos jaga satpam. Dan, "Kenapa lu, Har? Mabok?" itu suara Agus, teman sesama petugas Satpam. 

Hary tercekat, sekarang ia berada di depan kantornya, sambil memegang koran. Apakah kerja "mesin waktu" itu berhasil? Hary berdebar-debar. 

"Sekarang tanggal berapa, Gus?"

"19 Desember. Aneh kamu, ya?"

19 Desember? Berarti berhasil. "Jam?" tanya Hary lagi. 

"Empat kurang sepuluh menit. 

Hary terkejut. Seharusnya ia berada pada jam 15:24. Apakah Profesor Zaldy atau mesin itu yang salah? Bukan saatnya sekarang menduga-duga. 

"Kamu lihat Mbak Kasih, nggak?"

"Sekitar sepuluh menit yang lalu dia sudah pulang...."

"Apa?! Gus, pinjam motornya. Cepat!"

"Aneh kamu, ya? Kamu kan bawa motor. Nih, kuncinya kamu tarok di sini."

Dengan sigap Hary menyambar kunci itu. Hary seperti kesetanan memacu motornya, sambil matanya mencari-cari mobil Kasih. Hary masih ingat waktu kejadian itu, Kasih sedang menuju arah rumahnya. 

Rasanya Hary sudah cukup lama berjalan, tapi belum terlihat mobil Kasih. Hary cemas. 

16:02! Hary panik. 

Tiba-tiba ia melihat mobil putih melintas, baru keluar dari sebuah mini market. Itu mobil Kasih! 

Hary seperti gila memacu motornya mengejar mobil Kasih, seraya membunyikan klakson motornya tanpa henti. Dan tampaknya berhasil. 

Kasih memperlambat mobilnya, dan menepi agak menjorok ke pinggir. Hary langsung menyalip dan menghentikan motornya tepat di depan mobil Kasih. 

Hary meredakan napasnya yang terengah-engah. 

"Ada apa Mas Hary, sepertinya ada sesuatu yang penting?" Kasih bertanya sambil menurunkan kaca mobilnya. 

Hary melihat wajah Kasih. Hary, detik ini, merasakan kegembiraan dan kelegaan yang sulit dilukiskan. Ingin rasanya ia merengkuh dan memeluk Kasih, seerat-eratnya, seperti tak ingin dilepas lagi. Tapi apa mungkin...? 

"Ada apa, Mas?"

Hary tergagap. 

"Ng..., anu, maaf Mbak Kasih, maaf..., saya mohon Mbak menunda dulu perjalanan ini...!"

"Ada apa? Kenapa?"

Agak sulit Hary menerangkannya. Tanpa diminta Hary membuka pintu mobil, dan duduk di sebelah Kasih. Kasih memandang tak mengerti, dan sedikit takut. 

"Maaf, kalau Mbak Kasih merasa kurang nyaman. Tapi ini terpaksa saya lakukan demi menyelamatkan Mbak...!"

"Menyelamatkan dari apa? Kamu makin ngaco, ya...?"

"Sulit saya menjelaskannya. Saya sendiri sampai saat ini masih sulit mempercayainya...!"

Kasih memandang tak mengerti. 

"Oke, kalau Mbak Kasih ingin tahu. Tepat nanti pukul 16:24 akan terjadi kecelakaan di pintu kereta, dan mobil Mbak Kasih yang terkena...!"

"Ngaco! Gila! Kamu sudah gila! Kamu pikir kamu Tuhan, hah?! Tahu peristiwa yang akan datang?! Sudah, keluar! Saya mau buru-buru," Kasih marah sambil menghidupkan mobilnya. 

Tapi dengan sigap Hary mencabut kunci kontak mobilnya. 

"Kamu mulai berani kurang ajar, ya? Saya laporkan kamu ke Pak Danu, atau... saya laporkan ke polisi...!" berkata begitu Kasih membuka hp-nya. 

Lagi-lagi Hary dengan sigap merebut hp Kasih. 

"Maaf, Mbak, jangan salah sangka, saya hanya ingin menyelamatkan Mbak Kasih. Saya mohon, tolong dengar omongan saya ini. Tunggu, setidaknya sampai pukul 16:24...!

"Saya tahu semuanya. Saya sudah melewati sepuluh hari dari hari sekarang. Tapi saya sulit menjelaskannya, karena saya sendiri juga antara percaya dan tidak. 

"Sudah pernah mendengar tentang lorong waktu, seseorang menggunakan mesin waktu, atau alat, atau terserah apa namanya, pergi ke masa silam atau masa depan sesuai dengan waktu yang diinginkannya...? 

"Sekarang ini saya sedang menjalaninya...! Jadi, saya tahu semuanya. Saya tahu Mbak Kasih akan mengalami kecelakaan, dan...!"

"Omong kosong! Itu hanya fiksi. Hanya ada dalam cerita-cerita novel atau film."

"Lihat ini, lihat!" Hary menunjukkan koran yang dibawanya. "Sekarang tanggal berapa? 19 Desember, kan? Tapi koran ini tertanggal 20 Desember. Lihat, koran ini memberitakan kejadian hari ini, berita tentang kecelakaan dirimu. Apa mungkin sebuah koran tahu tentang kejadian yang akan datang...?" 

"Oke, oke! Anggap saja semua ini benar. Kamu sudah menaiki mesin waktu, dan segala omong kosong itu. Tapi kenapa kamu melakukan ini? Apa urusanmu?"

"Tadinya saya menganggap ini sebuah peristiwa biasa saja. Tapi setelah peristiwa kecelakaan itu saya baru menyadari, bahwa itu menjadi urusan saya."

"Kenapa?"

"Karena aku mencintaimu...!"

Plak! Kasih menampar pipi Hary. 

"Kurang ajar kamu, ya? Kamu ini nggak tahu diri, kamu ini siapa? Kamu cuma petugas Satpam! Kamu...!"

Ups! Kasih tersadar, ia telah mengucapkan kata-kata kasar terhadap Hary, sesuatu hal yang tak pernah ia lakukan dalam hidupnya. Tapi kata itu telah terucap. Kasih merasa menyesal. Apalagi setelah melihat tubuh Hary yang bergetar, dan kilatan luka pada bola matanya. 

"Maaf...," suara Hary pelan. 

Hary melihat jam. 16:30. Hary merasa lega, waktu itu telah terlewati. Kemudian ia meletakkan kunci mobil dan hp di dashboard. 

Katanya, "Sekali lagi saya minta maaf. Tapi perlu Mbak Kasih ketahui, ada dua tipe manusia yang mau melakukan kegilaan dalam hidupnya. Satu, seorang ibu yang melindungi dan membesarkan anak-anaknya. Kedua, seseorang yang mencintai kekasihnya," berkata demikian Hary membuka pintu mobil dan langsung keluar. 

Kasih sendiri tergugu, tak tahu apa yang harus ia lakukan...! 

***

6 Januari  2020. 

Pagi ini Hary harap-harap cemas menunggu di pos Satpam, tempat biasanya ia berjaga. Tak lama muncul mobil yang biasa dikendarai Kasih. Wajah Hary terlihat lega. Berarti "mesin waktu"  itu bekerja dengan baik, pikir Hary. 

Hary menyongsong membuka pagar. Tak seperti biasanya kaca mobilnya tak dibuka. Apakah Kasih masih Marah? Hary merasa tak enak. 

"Pagi Mbak...!" Hary berusaha menyapa. 

Tak ada tanggapan. 

Hary tak merasa sakit hati. Melihat  tak terjadi sesuatu apa pun pada diri Kasih, hati Hary menjadi senang luar biasa. Ada perasaan aneh, takjub, apakah ini benar-benar terjadi. Tapi menjelang siang ia dipanggil langsung oleh Pak Danu, sang Direktur Utama. 

***

"Begini Mas Hary...! Sebenarnya saya agak berat mengatakan ini, tapi harus saya sampaikan. Ini masalah dengan Mbak Kasih. Saya tidak tahu masalah apa yang terjadi antara Mas Hary dengan Mbak Kasih pada tanggal 19 Desember itu..., tapi Mbak Kasih merasa kurang nyaman. 

"Mas Hary tahu kan  siapa Mbak Kasih? Kalau ada masalah dengan karyawan lain, mungkin saya punya pertimbangan lain. Tapi ini dengan Mbak Kasih...! 

"Jadi, maaf, Mas Hary harus mengundurkan diri dari perusahaan ini...!"

Hary hanya diam menatap Pak Danu. Pikirannya kosong. Hanya kini ia merasakan seperti terpelanting sangat tinggi, lalu terhempas jatuh. 

"Ini pesangon Mas Hary. Sebenarnya Mas Hary belum bisa dapat pesangon, karena belum setahun bekerja. Tapi ini atas kebijaksanaan saya saja."

"Terima kasih, Pak," Hary menyalami Pak Danu. 

***

Kasih Anggraeni di ruangannya sedang bingung memikirkan apa yang terjadi belakangan ini. Apakah cukup bijak ia harus memecat Hary? Apakah karena Hary menyatakan cinta? Apa yang salah? Apakah  ia merasa malu, karena Hary hanya seorang petugas Satpam? Segala pertanyaan berkecamuk dalam pikiran Kasih. 

Kasih dari atas ruangannya melihat Hary menjalankan motornya pelan meninggalkan kantor. Dekat mobil Kasih diparkir, Hary berhenti sejenak. Memandang dan menyentuh pelan mobil itu. 

Melihat itu ada perasaan aneh menyelusup dalam dada Kasih. Mukanya memerah, berdebar-debar, seolah-olah baru saja Hary menyentuh tangannya. 

Kemudian terlihat Hary keluar pintu gerbang. Astaga, kenapa aku tiba-tiba merasa kehilangan? Kasih bingung membaca perasaannya sendiri. 

Belakangan ini Kasih memang seperti mengalami deja vu, semacam halusinasi, atau mimpi yang berulang-ulang. Ia seperti mengalami sebuah kecelakaan, ia seperti panik, menjerit, karena mobilnya ditabrak dan terseret kereta api. Yang mengherankan kedua orangtuanya mengalami halusinasi yang sama. Apakah...? 

Kasih teringat sesuatu. Kalau benar ia telah mengalami kecelakaan, tentu ada beritanya. Kasih membuka Internet melihat kejadian pada tanggal 19 Desember 2019. Biasanya dalam hitungan beberapa menit, kejadian itu  sudah menyebar di media sosial. 

Dan, benar! Kasih merasa sesak napas membacanya. Tapi aneh, belum satu paragraf ia membacanya, berita itu langsung terhapus. Begitu juga saat ia membuka situs berita yang lain, langsung menghilang, setelah ia membaca judulnya. Ada apa ini? 

Koran! Ya, koran! Kasih teringat dengan koran yang ditunjukkan Hary saat di mobil itu. Mudah-mudahan masih ada! 

Seperti gila rasanya, Kasih setengah berlari menuruni anak tangga, dan langsung menuju mobilnya. Membuka laci dashboard. Tak ada! Nah, itu dia! Terselip di jok depan. 

Ada! Berita itu ada! 

Kepala Kasih seperti berputar. Berita kecelakaan itu memang ada, tertulis namanya di situ. Juga foto yang menyertai berita itu. 

Di foto itu terlihat mobil Kasih yang ringsek. Ada juga foto tubuhnya yang diangkat beramai-ramai. Walau foto itu di-blur ia masih mengenali tubuhnya. 

Kasih menggigil. Jadi benar ia telah mengalami kematian, dan Hary menyelamatkannya dengan menembus lorong waktu?

Dengan tangan gemetar Kasih menghubungi nomor hp Hary. 

"Ya...?" terdengar suara Hary 

"Ss-sa-saya..., siapa sebenarnya Mas Hary...?"

Diam sesaat. 

Kemudian, "Saya cuma seorang Satpam yang tak tahu diri...!" 

Telepon ditutup. 

Rasanya Kasih ingin meraung saat itu juga. Tanpa berpikir panjang ia menghidupkan mobilnya, keluar dan mengejar Hary. 

Untung saat itu jalanan cukup lengang. Tapi lama Kasih melihat Hary. Hary menghentikan motornya di tempat dulu ia menghentikan mobil Kasih. Hary tampak termenung sambil menopangkan dagunya di stang motor. 

Terdengar decit ban mobil saat direm. Kasih menghentikan mobilnya di depan motor Hary. 

Hary terkejut, dan langsung turun dari motornya. Ia terperangah melihat Kasih keluar dari mobil dengan berurai air mata. 

"Ada apa, Mbak?" 

Kasih tak menjawab. Ia langsung menghambur dan memeluk Hary. "Terima kasih, terima kasih..., maaf...!" 

Hanya itu yang diucapkan Kasih. Tubuhnya terguncang-guncang. Wajahnya dibenamkannya di dada Hary. Dan Hary hanya merasakan kelembutan tubuh Kasih, dan bajunya yang basah karena air mata...! 

***

Cilegon, Februari 2020. 

Cerpen ini sebagai kado ulang tahun Widz Stoops ( 8 Februari  ). Selamat ulang tahun  tahun Mbak Widz, sukses dan sehat selalu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun