Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketidakpuasan vs. Ridho: Duel Abadi yang Menentukan Takdir Sejarah Peradaban

11 Januari 2025   15:45 Diperbarui: 11 Januari 2025   15:45 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketidakpuasan vs. Ridho: Duel Abadi yang Menentukan Takdir Sejarah Peradaban

Es Dogger Pasar Lama Tangerang 

Hujan turun tak henti sejak subuh, merembes masuk ke setiap celah di Pasar Lama, Tangerang. Jalanan yang biasanya berisik dengan suara pedagang, pembeli, dan kendaraan berlalu-lalang kini sunyi, hanya sesekali terdengar suara langkah kaki yang terburu-buru melintasi trotoar. Pasar yang biasanya penuh warna kini seolah berubah menjadi kota mati, tertutup oleh mendung yang menekan langit.

Di depan Toko Penguin, sebuah toko komputer yang biasanya ramai dengan pengunjung yang datang untuk membeli laptop atau aksesoris komputer, seorang tukang es doger berdiri termangu. Payung lusuh yang ia bawa tampak seperti pertahanan terakhir dari hujan deras yang mengguyur tubuhnya. Di atas gerobak kayu yang sudah mulai lapuk, bahan-bahan es doger di dalam barisan toples masih utuh tak tersentuh. Hanya ada air hujan yang menetes di atas payung, seolah ikut merasakan kegelisahan yang membelenggu hati tukang es doger.

"Kenapa harus begini?" Suara hati itu bergema dalam pikirannya. Ia menatap toko kosong di seberang, Toko Penguin yang sepi. Biasanya, di saat seperti ini, antrean pembeli mengular hingga ke jalan. Dia terbiasa dengan wajah-wajah ceria para pelanggan mencicipi es doger yang dingin dan nikmat buatannya. Tapi tidak hari ini. Hujan, seakan menambahkan beban berat pada pundaknya yang sudah penuh dengan masalah.

Pikirannya melayang, mengingatkan pada segala utang yang terus menunggu. "SPP anak sudah jatuh tempo... Tadi subuh, token listrik menjerit minta diisi... MakNyak pemilik kontrakan sudah berkali-kali ngomel, sewa tiga bulan belum juga dibayar." Wajahnya memucat. Semua masalah itu berputar dalam pikirannya, seperti lingkaran tak berujung yang tak bisa ia hindari. Setiap detik yang berlalu, beban itu semakin terasa, seolah menggulung dirinya ke dalam pusaran kegalauan.

Di sela-sela kekalutan itu, ada perasaan yang semakin menggerogoti hatinya: "Apa benar ini takdir? Menjadi tukang es doger sepanjang hidup? Apa yang salah dengan diriku?" Dia menatap langit yang gelap dan basah, seakan berharap ada jawaban. "Apakah ini yang harus aku jalani? Apakah takdirku memang hanya sampai di sini, berjualan es di pinggir jalan, menunggu pembeli yang tak datang?"

Rasa tidak puas itu menggelegak dalam dirinya. Setiap tetes hujan yang jatuh terasa seperti ejekan terhadap impian yang tak pernah tercapai. Bukankah ia pernah bermimpi menjadi lebih dari sekadar tukang es doger? Bukankah ia ingin suatu hari mengubah nasib, mengubah kehidupan keluarganya, memberi anaknya pendidikan yang layak tanpa harus khawatir tentang tagihan yang belum dibayar? Namun kenyataannya, ia terjebak dalam siklus yang sama, terperangkap dalam ketidakpastian dan kekecewaan.

"Apa yang kurang dariku? Aku sudah berusaha, aku sudah berjuang, tapi kenapa tak ada perubahan? Kenapa takdir seperti ini menimpaku?" Pikirannya semakin kacau, dipenuhi pertanyaan yang tak pernah menemukan jawaban. Ia merasa terperangkap dalam takdir yang kelam, dalam kesunyian hujan yang seakan mencerminkan keadaan hatinya.

Lalu, seorang wanita yang mengenakan jas hujan pink berjalan perlahan menuju gerobak es doger. Hujan tak menghalangi langkahnya, dan meskipun wajahnya tertutup oleh pelindung hujan, gerakan tubuhnya tampak penuh ketenangan. Dia berhenti di depan gerobak, menatap es doger yang masih utuh, lalu berkata, "Satu saja, Pak."

Tukang es doger itu menatap wanita tersebut, sejenak terdiam. Hanya satu? Hanya satu es doger yang terjual? Itulah yang tersisa dari seluruh usahanya hari ini. Namun, ada sesuatu dalam tatapan wanita itu yang membuat hatinya sedikit tenang. Apakah itu bentuk penerimaan? Mungkin, meskipun hanya sedikit, ada ruang untuk merasakan bahwa hidup masih bisa terus berjalan, meskipun pelan.

Wanita itu pergi setelah membayar, dan tukang es doger itu kembali ke dalam pikirannya. "Ridho... Menerima... apakah itu yang aku butuhkan?" Pikirannya berkecamuk, tetapi ada secercah pemahaman yang mulai muncul. Mungkin ridho bukan tentang menyerah. Mungkin itu adalah keberanian untuk menerima kenyataan dan memulai dari titik itu. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi besok. Es doger yang terjual hanya satu hari ini, mungkin esok ada yang datang lebih banyak, atau mungkin tidak sama sekali. Namun, ia tahu, dalam ketidakpastian itu, ia masih memiliki satu hal: keberanian untuk bertahan.

Dan dengan itu, dalam kesunyian Pasar Lama yang masih dibasahi hujan, tukang es dogger itu menarik napas panjang, mengumpulkan kekuatan untuk melanjutkan langkahnya. Tidak ada yang pasti, tetapi dalam ridho, ia menemukan alasan untuk terus berjuang.

Abstrak:

Artikel ini mengupas pertarungan abadi antara ketidakpuasan dan ridho sebagai kekuatan pendorong yang membentuk peradaban sepanjang sejarah. Ketidakpuasan sering kali menjadi bahan bakar bagi perubahan besar, mendorong revolusi sosial dan politik yang mengguncang struktur lama, namun sering berujung pada kekacauan dan ketidakstabilan. Sebaliknya, ridho, meski terlihat sebagai sikap pasif, berfungsi sebagai penyeimbang yang memungkinkan bangsa untuk menghadapi realitas dengan bijaksana, mengolah tantangan menjadi peluang untuk kebangkitan yang berkelanjutan. Melalui analisis beberapa contoh sejarah, seperti Revolusi Prancis, Revolusi Bolshevik, kebangkitan Jepang pasca-Perang Dunia II, dan perjuangan rekonsiliasi di Afrika Selatan, artikel ini menunjukkan bagaimana ketidakpuasan dan ridho dapat berinteraksi secara dinamis untuk menentukan arah peradaban. Dengan pendekatan sintesis, artikel ini mengusulkan bahwa keseimbangan antara keduanya adalah kunci bagi keberlanjutan perubahan sosial dan politik yang stabil dan konstruktif, terutama dalam menghadapi tantangan global yang kompleks di masa depan.

1. Pendahuluan

Definisi dan Konsepsi Ketidakpuasan dan Keridhoan dalam Konteks Filsafat, Psikologi, dan Neurosains

Ketidakpuasan dapat dipahami sebagai kondisi psikologis yang muncul akibat ketidakmampuan individu atau kelompok untuk menerima situasi yang ada, sering kali karena perasaan tidak adil, tidak cukup, atau tidak sesuai harapan. Dalam filsafat, ketidakpuasan sering dikaitkan dengan konsep "desire" atau keinginan yang tak terpuaskan, yang memicu gerakan untuk perubahan atau perbaikan. Psikologisnya, ketidakpuasan merupakan reaksi terhadap ketidakstabilan emosional atau ketidakmampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam neurosains, ketidakpuasan dipahami sebagai dorongan yang tercipta melalui sistem limbik dan prefrontal cortex, yang menilai situasi dan mendorong individu untuk berusaha mengubah atau mengatasi ketidaknyamanan tersebut.

Sementara itu, keridhoan (atau penerimaan yang bijaksana terhadap kenyataan) lebih mengarah pada penerimaan terhadap keadaan yang ada, dengan pemahaman bahwa kenyataan tersebut memiliki hikmah atau tujuan yang lebih besar. Dalam filsafat, keridhoan sering dipandang sebagai sebuah kebijaksanaan yang muncul setelah penerimaan penuh terhadap realitas, berlandaskan pada filosofi stoikisme atau ajaran-ajaran spiritual lainnya yang menekankan pengendalian diri dan ketenangan batin. Dalam psikologi, keridhoan berhubungan dengan kemampuan untuk menerima keadaan tanpa mengembangkan rasa sakit atau penolakan berlebihan, sedangkan dalam neurosains, keridhoan mungkin terkait dengan regulasi emosi dan penyesuaian diri terhadap stres.

Ketidakpuasan dan Keridhoan sebagai Pendorong Perubahan Besar dalam Sejarah

Ketidakpuasan sering kali menjadi katalisator utama dalam peristiwa-peristiwa revolusioner sepanjang sejarah. Ketika individu atau kelompok merasa bahwa mereka berada dalam situasi yang tidak dapat diterima, dorongan untuk perubahan sering kali mengarah pada gerakan sosial atau politik yang mengubah tatanan lama. Revolusi Prancis, Revolusi Bolshevik, dan revolusi-revolusi lainnya adalah contoh konkret bagaimana ketidakpuasan menciptakan momentum untuk perubahan besar. Di sisi lain, keridhoan, meskipun mungkin tidak terlihat sebagai penggerak langsung dari revolusi, memainkan peran penting dalam menjaga kestabilan sosial dan politik setelah perubahan besar terjadi, serta dalam menciptakan landasan bagi perbaikan yang lebih berkelanjutan.

Keunggulan dan Kelemahan Ketidakpuasan dalam Panggung Sejarah dan Peradaban

Sikap tidak puas, meskipun sering dianggap sebagai pendorong perubahan yang kuat, juga membawa dampak negatif. Ketidakpuasan yang berlebihan dapat menjadi destruktif, melahirkan radikalisasi, kekerasan, dan ketidakstabilan jangka panjang. Dalam banyak kasus, revolusi yang dimulai dengan semangat besar karena ketidakpuasan sering berujung pada kekacauan dan pergeseran kekuasaan yang tidak membuahkan hasil yang diinginkan, seperti yang terlihat pada Revolusi Prancis yang berakhir dengan munculnya diktator Napoleon atau Revolusi Bolshevik yang akhirnya menciptakan rezim otoriter di Uni Soviet.

Keunggulan dan Kelemahan Keridhoan dalam Panggung Sejarah dan Peradaban

Di sisi lain, sikap ridho, meskipun dapat terlihat pasif dan tidak ambisius, dapat memberikan stabilitas dalam situasi yang sangat sulit. Dengan keridhoan, individu atau kelompok menerima kenyataan dengan sikap terbuka, yang memungkinkan mereka untuk bertindak dengan bijaksana dan memanfaatkan situasi untuk kemajuan yang lebih berkelanjutan. Namun, kelemahan dari keridhoan adalah kecenderungannya untuk menciptakan stagnasi atau ketidakmampuan untuk melawan ketidakadilan apabila diterjemahkan dalam konteks yang salah, seperti dalam keadaan ketidakpuasan yang terpendam.

Ketidakpuasan dan Keridhoan dalam Membentuk Revolusi

Ketidakpuasan dan keridhoan dapat membentuk revolusi dengan cara yang sangat berbeda, namun keduanya tetap diperlukan untuk mengarah pada perubahan yang produktif. Ketidakpuasan mendorong individu atau kelompok untuk menantang status quo dan memperjuangkan perubahan. Namun, tanpa keridhoan, revolusi yang dipicu oleh ketidakpuasan sering kali berjalan dalam jalur yang tidak terarah dan penuh kekerasan. Sebaliknya, keridhoan yang mendalam terhadap kenyataan dapat mempercepat transisi dari perubahan besar menuju periode pembaruan yang lebih damai dan stabil.

Tujuan Artikel

Tujuan dari artikel ini adalah untuk menggali peran ridho sebagai faktor penyeimbang dalam proses perubahan sosial dan politik. Dalam konteks ketidakpuasan yang sering kali menjadi pendorong utama bagi revolusi, keridhoan dapat berfungsi sebagai penyeimbang yang membawa kestabilan dan arah yang jelas. Artikel ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana ketidakpuasan dan keridhoan, meskipun tampak bertentangan, dapat saling melengkapi dalam menciptakan perubahan yang tidak hanya besar, tetapi juga bermakna dan berkelanjutan.

2. Tesis: Ketidakpuasan sebagai Mesin Perubahan yang Kuat

Ketidakpuasan telah menjadi kekuatan yang mendorong berbagai perubahan besar dalam sejarah umat manusia. Dalam banyak peristiwa revolusioner, ketidakpuasan terhadap ketidakadilan, ketidaksetaraan, atau stagnasi telah menggerakkan individu dan kelompok untuk bertindak, meruntuhkan sistem lama, dan menciptakan tatanan yang baru. Kekuatan ketidakpuasan ini dapat mengubah arah sejarah, membuka jalan bagi transformasi sosial, politik, dan bahkan ilmiah.

Berikut ini contoh konkret dari sejarah.

1. Revolusi Prancis (1789-1799)

Ketidakpuasan terhadap ketidakadilan sosial dan kekuasaan absolut monarki memicu Revolusi Prancis, yang akhirnya menggulingkan monarki dan mendirikan republik. Revolusi ini mengguncang tatanan politik Eropa dan memberikan inspirasi bagi gerakan demokrasi dan hak asasi manusia di seluruh dunia. Semangat untuk mengubah struktur kekuasaan yang sudah usang mendorong lahirnya ide-ide baru tentang kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan.

2. Revolusi Bolshevik di Rusia (1917)

Ketidakpuasan terhadap ketidaksetaraan sosial, kemiskinan, dan kebijakan Tsar yang tidak efektif membawa perubahan besar di Rusia. Revolusi Bolshevik menggulingkan rezim Tsar dan membuka jalan bagi pemerintahan komunis yang dipimpin oleh Lenin. Ketidakpuasan ini menghasilkan perubahan sosial-politik yang mendalam dan membawa pengaruh besar pada sejarah dunia.

3. Revolusi Arab Spring (2010-2012)

Ketidakpuasan terhadap rezim otoriter yang telah lama menguasai negara-negara Timur Tengah memicu gelombang protes yang menggulingkan beberapa pemimpin diktator, seperti Hosni Mubarak di Mesir dan Muammar Gaddafi di Libya. Ketidakpuasan ini mengungkapkan keinginan rakyat untuk kebebasan, keadilan, dan perubahan, meskipun tantangan besar tetap ada dalam mewujudkan kestabilan setelah perubahan.

4. Reformasi Indonesia 1998

Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Orde Baru yang otoriter dan korup memunculkan gerakan reformasi yang berhasil menggulingkan Soeharto setelah lebih dari tiga dekade berkuasa. Ketidakpuasan ini membuka jalan bagi transisi Indonesia menuju demokrasi dan kebebasan lebih besar bagi rakyatnya.

5. Revolusi Industri

Ketidakpuasan terhadap sistem ekonomi agraris yang terbatas mendorong revolusi industri, yang mengubah wajah ekonomi global. Penemuan mesin uap dan teknologi baru membuka era industri yang mengubah pola produksi, struktur sosial, dan kemajuan teknologi.

6. Relativitas Umum

Ketidakpuasan terhadap pemahaman fisika klasik, khususnya hukum gravitasi Newton yang tidak dapat menjelaskan fenomena tertentu, mendorong Albert Einstein untuk mengembangkan teori relativitas umum. Teori ini mengubah cara kita memahami ruang, waktu, dan gravitasi, membawa fisika menuju pemahaman yang lebih akurat dan luas tentang alam semesta.

7. Penemuan Teknologi

Dalam bidang teknologi, ketidakpuasan terhadap keterbatasan alat-alat dan proses yang ada telah mendorong penemuan besar, seperti komputer, internet, dan telekomunikasi digital. Keinginan untuk memecahkan masalah praktis telah menghasilkan inovasi yang mengubah dunia dan cara hidup umat manusia.

8. Aliran Seni Baru

Dalam dunia seni, ketidakpuasan terhadap tradisi artistik yang ada telah melahirkan berbagai aliran baru, seperti impresionisme, kubisme, dan surealisme. Seniman yang merasa terkekang oleh konvensi lama menciptakan bentuk ekspresi baru yang memperluas pemahaman estetika dan memberikan dampak besar pada budaya global.

Ketidakpuasan adalah kekuatan pendorong yang tidak hanya mampu meruntuhkan tatanan lama, tetapi juga membuka jalan bagi terciptanya sistem, pemikiran, dan inovasi baru. Dalam banyak aspek kehidupan, dari politik hingga ilmu pengetahuan, ketidakpuasan telah membuktikan dirinya sebagai mesin perubahan yang tak terelakkan, yang memaksa peradaban untuk bergerak maju, mencari solusi baru, dan menciptakan dunia yang lebih baik, meskipun sering kali dengan tantangan besar di sepanjang jalan.

3. Efek Negatif dan Kelemahan Menjadikan Ketidakpuasan sebagai Mesin Perubahan

Meskipun ketidakpuasan sering kali menjadi pendorong perubahan besar, dalam banyak kasus, ia juga dapat memunculkan efek negatif yang merusak kestabilan dan keberlanjutan perubahan tersebut. Ketidakpuasan yang tidak terkelola dengan baik atau yang tidak disertai visi yang jelas sering kali mengarah pada ketidakstabilan sosial, kekerasan, dan kegagalan dalam mencapai tujuan jangka panjang yang diinginkan. Ketidakpuasan yang hanya berfokus pada perlawanan tanpa arah yang jelas dapat menghasilkan perubahan yang tidak terarah, yang bahkan mungkin memperburuk kondisi yang ingin diperbaiki.

Berikut ini cntoh konkret dari sejarah:

1. Revolusi Prancis (1789-1799)

Revolusi Prancis dimulai dengan ketidakpuasan terhadap ketidakadilan sosial dan pemerintahan yang tiranik, yang menyebabkan pembentukan republik dan penggulingan monarki. Namun, ketidakpuasan yang begitu besar dan tidak terarah menyebabkan kekacauan dan terjadinya Teror (Reign of Terror), di mana ribuan orang, termasuk banyak pemimpin revolusi, kehilangan nyawa. Tanpa panduan yang jelas dan struktur pasca-revolusi yang stabil, revolusi ini berujung pada kekosongan kekuasaan yang diisi oleh pemerintahan yang lebih otoriter di bawah Napoleon, yang meskipun membawa stabilitas, mengarah pada peperangan besar di Eropa.

2. Revolusi Bolshevik di Rusia (1917)

Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Tsar dan ketidaksetaraan sosial mendorong revolusi Bolshevik yang menggulingkan Tsar Nicholas II. Namun, ketidakpuasan yang tak terkelola dengan baik dan adanya perjuangan ideologis antara berbagai faksi menyebabkan Perang Saudara Rusia, yang memunculkan rezim komunis yang represif di bawah Lenin dan Stalin. Keinginan untuk menghapuskan ketidakadilan sosial menghasilkan pengorbanan besar bagi rakyat Rusia dan menyebabkan krisis ekonomi serta represi yang berlangsung selama beberapa dekade.

3. Revolusi Arab Spring (2010-2012)

Ketidakpuasan yang meluas terhadap pemerintahan otoriter di negara-negara Arab mendorong protes dan revolusi yang menggulingkan beberapa pemimpin diktator, seperti di Tunisia, Mesir, dan Libya. Namun, setelah rejim digulingkan, ketidakpuasan yang belum terorganisir dengan baik dan ketiadaan rencana strategis untuk masa depan menyebabkan ketidakstabilan politik yang berkepanjangan. Ketidakpastian ini memicu kekerasan, pemberontakan bersenjata, dan kekacauan di negara-negara tersebut, mengarah pada pembentukan rezim yang lebih buruk atau negara-negara yang terpecah belah.

4. Reformasi Indonesia 1998

Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Orde Baru yang korup dan otoriter memunculkan gerakan reformasi yang mengakhiri pemerintahan Soeharto. Meskipun perubahan ini mengarah pada transisi menuju demokrasi, proses reformasi yang cepat dan tanpa persiapan yang matang menyebabkan kekacauan sosial dan ekonomi, termasuk krisis moneter Asia 1997-1998 yang semakin memperburuk keadaan. Ketidakpuasan yang menggulingkan pemerintahan lama tidak selalu diikuti dengan penyelesaian yang efektif untuk masalah struktural di dalam negeri, dan banyak tantangan seperti korupsi dan ketidakstabilan politik masih berlangsung hingga kini.

5. Revolusi Industri

Revolusi Industri dimulai dengan ketidakpuasan terhadap cara-cara lama dalam produksi barang dan pertanian yang tidak lagi efisien untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang berkembang. Namun, meskipun revolusi ini menghasilkan kemajuan besar dalam teknologi dan produksi, dampak negatif seperti eksploitasinya terhadap tenaga kerja, terutama pekerja anak, serta degradasi lingkungan, juga sangat terasa. Ketidakpuasan terhadap kondisi kerja dan kesenjangan sosial menciptakan ketegangan dan perlawanan dari kelas pekerja terhadap kondisi kerja yang buruk.

6. Relativitas Umum

Ketidakpuasan terhadap teori gravitasi Newton yang tidak mampu menjelaskan fenomena tertentu, seperti gerakan planet dan cahaya, mendorong Einstein untuk merumuskan teori relativitas umum. Meskipun teori ini memperkenalkan pemahaman baru tentang gravitasi, ketidakpuasan ini juga menyebabkan perpecahan dalam komunitas ilmiah dan memunculkan perdebatan yang panjang mengenai penerimaan teori tersebut. Terlepas dari efek positifnya, revolusi ilmiah ini memunculkan tantangan dalam pengujian dan penerimaan ide-ide baru, serta mengubah paradigma fisika secara radikal.

7. Penemuan Teknologi

Penemuan teknologi sering kali dipicu oleh ketidakpuasan terhadap keterbatasan alat dan sistem yang ada. Namun, meskipun inovasi ini memberi dampak positif, ketidakpuasan yang terlalu fokus pada pencapaian teknologi sering kali mengabaikan dampak sosial dan etika dari penemuan tersebut. Misalnya, dalam pengembangan teknologi digital dan AI, ketidakpuasan terhadap proses yang lebih lambat dan kurang efisien dapat memunculkan masalah etika, seperti pelanggaran privasi, ketergantungan teknologi, dan pengangguran akibat otomatisasi.

8. Aliran Seni Baru

Ketidakpuasan terhadap bentuk-bentuk seni tradisional sering kali melahirkan aliran seni baru, seperti impresionisme, kubisme, atau surealisme. Meskipun ini memperkaya dunia seni, ketidakpuasan yang berlebihan dapat menyebabkan perpecahan antara seniman dan penonton, serta ketidakpastian dalam dunia seni yang tidak jelas arahnya. Beberapa aliran seni baru, meskipun sangat berpengaruh, juga mengalami kritik keras yang menunjukkan ketidakpastian dan ketegangan antara inovasi dan tradisi.

Ketidakpuasan memang memiliki kekuatan luar biasa untuk menciptakan perubahan besar, namun jika tidak terkelola dengan baik atau tidak disertai dengan visi yang jelas, ia dapat menimbulkan efek yang merugikan. Kekacauan, ketidakstabilan, dan kegagalan pasca-perubahan sering kali menjadi hasil dari ketidakpuasan yang tidak diimbangi dengan kebijakan yang tepat dan perencanaan jangka panjang. Oleh karena itu, meskipun ketidakpuasan adalah mesin perubahan yang kuat, ia membutuhkan pemahaman dan pengelolaan yang hati-hati agar dapat menghasilkan dampak positif yang berkelanjutan.

4. Sanggahan Terhadap Ketidakpuasan Sebagai Satu-Satunya Penggerak

Ketidakpuasan memang memiliki kekuatan untuk memotivasi perubahan, tetapi ia bukan satu-satunya pendorong yang mampu menggerakkan individu atau masyarakat menuju kemajuan. Beberapa faktor lain, seperti optimisme, makna hidup, dan dukungan sosial, dapat berperan lebih besar dalam menciptakan ketahanan mental dan mendorong perubahan yang lebih konstruktif dan berkelanjutan.

1. Ketidakpuasan Bukan Satu-Satunya Sumber Resilience: Ketahanan mental atau resilience tidak hanya terbentuk dari ketidakpuasan. Meskipun ketidakpuasan dapat memotivasi individu untuk mencari solusi atau perubahan, resilience sejatinya juga dibangun melalui faktor lain, seperti optimisme, makna hidup yang lebih besar, dan dukungan sosial. Individu yang mampu menemukan makna dalam kehidupan mereka, meskipun menghadapi tantangan besar, cenderung lebih mampu bertahan dalam menghadapi kesulitan. Optimisme dalam melihat masa depan yang lebih baik juga dapat memberi kekuatan dalam bertahan hidup, sementara dukungan sosial yang kuat memberikan rasa aman dan memperkuat kapasitas individu untuk beradaptasi dan berkembang. Oleh karena itu, ketidakpuasan adalah salah satu, tetapi bukan satu-satunya sumber dari ketahanan mental yang dibutuhkan dalam menghadapi perubahan.

2. Ketidakpuasan Bisa Menjadi Pedang Bermata Dua: Ketidakpuasan yang berlebihan, jika tidak dikelola dengan bijak, bisa menjadi pedang bermata dua. Dalam konteks individu, ketidakpuasan yang terus-menerus dan tidak diatur dengan baik dapat memicu stres kronis, perasaan tidak puas yang terus-menerus, dan kelelahan emosional (burnout). Orang yang merasa tidak pernah cukup puas dengan keadaan mereka, baik dalam pekerjaan, kehidupan pribadi, maupun tujuan lainnya, bisa menjadi terjebak dalam siklus stres yang tidak ada habisnya. Dalam jangka panjang, hal ini dapat merusak kesehatan mental dan fisik mereka, mengurangi produktivitas, serta menciptakan ketegangan dalam hubungan sosial. Oleh karena itu, penting untuk menyeimbangkan ketidakpuasan dengan pengelolaan emosi yang baik dan kemampuan untuk menikmati pencapaian yang sudah ada, serta menjaga keseimbangan kehidupan.

3. Ikhtiar Lebih Efektif dari Kepuasan Batin: Kepuasan batin tidak selalu menjadi faktor penghambat dalam usaha untuk mencapai sesuatu yang lebih baik. Sebaliknya, orang yang merasa damai dan puas dengan keadaan batinnya cenderung lebih mampu untuk berikhtiar tanpa tekanan berlebihan. Kepuasan batin memberikan kedamaian mental yang memungkinkan individu untuk bertindak secara lebih rasional dan efisien. Orang yang merasa puas dengan diri mereka cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih besar dan lebih terbuka terhadap kemungkinan baru tanpa rasa takut atau ragu-ragu. Mereka juga lebih mampu untuk menghargai proses dan pembelajaran dalam perjalanan mereka, alih-alih terfokus pada hasil akhir yang cepat. Oleh karena itu, ikhtiar yang datang dari kepuasan batin dapat menghasilkan perubahan yang lebih tulus dan lebih bertahan lama, karena didorong oleh tujuan yang lebih mendalam dan rasa integritas.

Meskipun ketidakpuasan adalah salah satu faktor yang dapat memicu perubahan dan kemajuan, faktor-faktor lain yang lebih positif, seperti rasa syukur, kepuasan batin, serta pendekatan yang lebih mindful dan tenang terhadap kehidupan, dapat menawarkan perspektif yang lebih seimbang dalam mencapainya. Perubahan yang didorong hanya oleh ketidakpuasan cenderung bersifat reaktif, sementara perubahan yang diilhami oleh makna hidup yang lebih besar, kesadaran diri, dan ikhtiar yang tulus dapat menciptakan perubahan yang lebih bertahan lama dan membangun. Oleh karena itu, walaupun ketidakpuasan dapat menjadi pendorong kuat dalam mencapai tujuan, pendekatan yang lebih holistik dan seimbang memberikan potensi lebih besar untuk perubahan yang berkelanjutan dan bermakna, baik bagi individu maupun masyarakat.

Secara keseluruhan, penting untuk mengingat bahwa ketidakpuasan bukan satu-satunya jalan menuju perubahan. Faktor-faktor yang lebih positif dan membangun, seperti optimisme, kepuasan batin, serta kemampuan untuk mengelola ketidakpuasan dengan bijak, memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan perubahan yang tidak hanya cepat, tetapi juga lebih berarti dan berkelanjutan.

5. Kebutuhan akan Pendekatan Baru untuk Menggerakkan Motivasi Manusia dan Menjadi Locomotif Peradaban

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin kompleks, manusia dihadapkan pada tantangan besar dalam mengelola motivasi untuk berubah, beradaptasi, dan berkembang. Ketidakpuasan, meskipun efektif dalam mendorong perubahan, menunjukkan keterbatasannya dalam menciptakan perubahan yang berkelanjutan dan bermakna. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan baru yang dapat menggerakkan motivasi manusia secara lebih efektif, dan pada saat yang sama, mampu menjadi penggerak utama (locomotif) peradaban menuju arah yang lebih baik. Pendekatan ini harus mencakup aspek-aspek multidimensional yang mencakup nilai-nilai intrinsik, keseimbangan emosional, serta rasa tanggung jawab terhadap generasi masa depan.

a. Memahami Motivasi Sebagai Kekuatan yang Lebih Kompleks. 

Motivasi manusia jauh lebih kompleks daripada sekadar respons terhadap ketidakpuasan. Dalam konteks peradaban, kita harus berpikir lebih jauh dan melihat motivasi dalam konteks evolusi sosial dan budaya. Motivasi tidak hanya berfokus pada pencapaian material atau perubahan eksternal, tetapi juga pada pencapaian kualitas hidup yang lebih baik secara keseluruhan, termasuk pertumbuhan pribadi, pengembangan spiritual, dan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. Motivasi yang sehat dan produktif harus mengintegrasikan kebutuhan individu dengan kebutuhan kolektif, dengan mengedepankan nilai-nilai seperti empati, keadilan, keberlanjutan, dan kebijaksanaan. Sebuah pendekatan yang lebih komprehensif akan menciptakan individu yang tidak hanya bergerak karena rasa tidak puas, tetapi juga karena hasrat untuk memberikan dampak positif bagi orang lain dan dunia secara keseluruhan.

b. Pendekatan Emosional dan Spiritual dalam Menggerakkan Motivasi.

Manusia tidak hanya dipengaruhi oleh logika dan rasionalitas, tetapi juga oleh emosi dan dimensi spiritual mereka. Motivasi yang efektif tidak hanya mengandalkan ketidakpuasan terhadap keadaan yang ada, tetapi juga kemampuan untuk merasakan makna dalam setiap tindakan dan pengalaman. Pendekatan yang menekankan keseimbangan emosional, seperti mindfulness dan pengelolaan stres, dapat membuka potensi besar dalam diri individu untuk berkembang lebih baik. Lebih dari itu, pendekatan spiritual  yang bukan berarti mengabaikan aspek rasional tetapi mencakup pencarian makna yang lebih dalam, dapat menumbuhkan perasaan tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, dan alam semesta. Ketika manusia merasa terhubung dengan tujuan yang lebih besar dari dirinya sendiri, motivasi mereka untuk menciptakan perubahan menjadi lebih terarah dan penuh komitmen.

c. Pendidikan dan Pengembangan Karakter sebagai Landasan Perubahan.

Salah satu kunci untuk menggerakkan motivasi manusia ke arah yang lebih positif adalah melalui pendidikan dan pengembangan karakter yang berfokus pada pembentukan nilai-nilai hidup yang kuat. Pendidikan tidak hanya berfungsi untuk mentransfer pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter moral dan sosial seseorang. Dalam konteks ini, pengembangan karakter seperti empati, rasa tanggung jawab, dan etika kerja yang baik sangat penting untuk menciptakan individu yang mampu menghadapi tantangan peradaban dengan bijak. Pendekatan baru dalam pendidikan harus mencakup pelatihan yang memperkuat pemahaman terhadap pentingnya keberlanjutan, penghormatan terhadap keragaman, serta kebijaksanaan dalam mengambil keputusan.

d. Peran Teknologi dalam Meningkatkan Kualitas Motivasi dan Keterlibatan Sosial.

Teknologi, yang merupakan salah satu pendorong utama perubahan di era modern, memiliki potensi besar dalam meningkatkan kualitas motivasi manusia. Namun, teknologi harus dimanfaatkan dengan bijak dan berfokus pada pemberdayaan individu, bukan hanya sekadar memenuhi kebutuhan instan atau kesenangan sesaat. Teknologi dapat berfungsi sebagai alat untuk menghubungkan individu dengan tujuan yang lebih besar, memperluas cakrawala mereka, dan memfasilitasi partisipasi aktif dalam isu-isu sosial dan lingkungan. Penggunaan teknologi yang bijaksana dapat meningkatkan kesadaran kolektif dan memperkuat rasa tanggung jawab terhadap masa depan planet ini, menciptakan motivasi yang lebih mendalam untuk berinovasi dan berkontribusi pada perubahan positif yang lebih luas.

e. Kolaborasi Global dalam Menciptakan Perubahan Peradaban.

Perubahan besar tidak akan terwujud hanya melalui usaha individu atau kelompok kecil. Dibutuhkan kolaborasi global yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat sipil, untuk menciptakan perubahan yang bermakna. Sebuah pendekatan baru untuk menggerakkan motivasi manusia harus mencakup visi yang lebih besar, yaitu kerjasama lintas batas untuk menciptakan peradaban yang lebih baik, lebih inklusif, dan berkelanjutan. Motivasi untuk bekerja bersama dalam menghadapi tantangan global, seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan ekonomi, dan krisis kesehatan, dapat menjadi pendorong utama peradaban menuju masa depan yang lebih cerah.

f. Perubahan Paradigma dalam Kepemimpinan.

Kepemimpinan yang mampu menggerakkan motivasi manusia untuk perubahan peradaban harus berfokus pada visi jangka panjang, bukan hanya hasil jangka pendek. Kepemimpinan ini harus mendorong inovasi, menghargai keberagaman, dan menanamkan nilai-nilai keberlanjutan dalam setiap kebijakan dan keputusan. Seorang pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu memotivasi orang untuk bekerja dengan integritas dan semangat kolaboratif, serta memiliki kemampuan untuk menginspirasi generasi mendatang agar berani menghadapi tantangan dan bertindak untuk perbaikan bersama.

Pendekatan baru untuk menggerakkan motivasi manusia memerlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang kompleksitas sifat manusia, serta pengintegrasian berbagai elemen emosional, spiritual, sosial, dan rasional. Dengan mengedepankan motivasi yang lebih positif dan berkelanjutan, kita dapat menciptakan locomotif peradaban yang mampu melaju lebih cepat menuju perubahan yang konstruktif. Di tengah ketidakpastian dunia modern, hanya dengan menciptakan fondasi motivasi yang kuat dan berbasis pada nilai-nilai universal yang membangun keseimbangan sosial dan ekologi, kita akan mampu mengarahkan peradaban ke jalur yang lebih baik dan lebih harmonis.

6. Antitesis: Peran Ridho dalam Perubahan yang Berkelanjutan

Ridho, yang sering diartikan sebagai penerimaan atau ikhlas terhadap situasi yang dihadapi, memainkan peran penting dalam menciptakan perubahan yang lebih berkelanjutan. Dalam konteks sejarah, ridho tidak hanya menggambarkan pasivitas, tetapi juga kekuatan untuk menerima kenyataan dengan kebijaksanaan, yang pada gilirannya memungkinkan individu atau masyarakat untuk bertindak secara lebih terarah, damai, dan inklusif. Ridho berfungsi sebagai penyeimbang bagi energi destruktif yang sering muncul dari ketidakpuasan, menciptakan stabilitas emosional dan mental yang diperlukan untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Berikut ini contoh konkret dari sejarah.

1. Kebangkitan Jepang Pasca Perang Dunia II

Ridho terhadap kekalahan telak dalam Perang Dunia II menjadi titik awal bagi transformasi Jepang menjadi negara modern dengan kekuatan ekonomi yang luar biasa. Penerimaan terhadap kenyataan kekalahan mendorong Jepang untuk meninggalkan semangat militerisme dan fokus pada pembangunan ekonomi, inovasi teknologi, dan rekonsiliasi internasional. Dengan kebijaksanaan kolektif yang berakar pada penerimaan ini, Jepang memulai "Keajaiban Ekonomi Jepang," menciptakan stabilitas domestik yang menjadi dasar kemajuan selama dekade-dekade berikutnya.

2. Perjuangan Nelson Mandela di Afrika Selatan

Nelson Mandela menjadi simbol ridho yang luar biasa atas penderitaan dan ketidakadilan yang dialaminya selama 27 tahun di penjara. Ridho ini tidak berarti menyerah, melainkan menerima kenyataan pahit sebagai titik awal untuk mendorong rekonsiliasi nasional. Ketika apartheid berakhir, Mandela memilih jalur perdamaian dan dialog daripada pembalasan, yang menciptakan transisi damai menuju demokrasi di Afrika Selatan. Ridho ini memungkinkan terciptanya bangsa yang lebih inklusif dan menghindarkan negara tersebut dari perang saudara yang mematikan.

3. Ridho dalam Sejarah Islam: Hijrah Nabi Muhammad

Hijrah Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah adalah salah satu contoh penerimaan atas kenyataan pahit yang dihadapi kaum Muslim awal. Ridho terhadap tekanan dan penindasan di Mekah tidak berarti menyerah, melainkan memindahkan perjuangan ke lingkungan yang lebih kondusif. Penerimaan ini menjadi awal bagi pembentukan masyarakat Madinah yang inklusif dan harmonis, di mana berbagai kelompok agama hidup berdampingan dengan damai. Ridho terhadap keadaan membuka jalan bagi kemajuan spiritual, sosial, dan politik umat Islam.

4. Gerakan Non-Kekerasan Gandhi di India

Gerakan non-kekerasan Gandhi adalah manifestasi ridho terhadap ketidakadilan kolonialisme Inggris. Gandhi menerima kenyataan bahwa kekerasan hanya akan memperburuk situasi dan malah memilih jalur perjuangan tanpa kekerasan. Dengan ridho sebagai dasar filosofinya, Gandhi menginspirasi jutaan orang India untuk melawan ketidakadilan dengan damai, yang akhirnya membawa India menuju kemerdekaan. Ridho ini menciptakan landasan moral yang kuat bagi gerakan kemerdekaan, yang tetap relevan hingga saat ini.

5. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Ridho atas ketidakpastian dan tantangan yang dihadapi selama perjuangan kemerdekaan memberikan kekuatan moral kepada bangsa Indonesia. Para pemimpin kemerdekaan, termasuk Soekarno dan Hatta, menerima kenyataan bahwa perjuangan tidak dapat segera menjamin hasil yang pasti. Namun, ridho terhadap ketidakpastian ini tidak menghalangi tekad mereka untuk memproklamasikan kemerdekaan. Sebaliknya, ridho ini memberi keberanian dan arah moral yang jelas, yang menjadi landasan untuk membangun Indonesia sebagai negara merdeka.

Ridho memberikan stabilitas emosional yang diperlukan untuk menghadapi situasi sulit tanpa kehilangan arah. Ketika ketidakpuasan sering kali menciptakan tekanan emosional yang bisa berujung pada tindakan destruktif, ridho menawarkan pendekatan yang lebih tenang dan terfokus. Dalam konteks sejarah, ridho memungkinkan masyarakat untuk mencari solusi yang inklusif dan berkelanjutan.

Selain itu, ridho mengurangi konflik internal dalam diri individu dan konflik sosial dalam masyarakat, menciptakan ruang bagi dialog dan kerjasama. Hal ini mendorong terciptanya perubahan yang tidak hanya cepat tetapi juga bertahan lama. Ridho juga memungkinkan individu untuk menerima keterbatasan mereka, mengalihkan energi mereka ke arah yang lebih produktif, dan bertindak dengan visi yang lebih luas daripada sekadar reaksi terhadap rasa tidak puas.

7. Ridho Sebagai Lokomotif Peradaban 

Ridho, dalam esensinya, adalah kekuatan yang memperkuat karakter dan membentuk masyarakat yang lebih inklusif, damai, dan berorientasi pada masa depan. Di panggung sejarah, ridho adalah elemen yang sering diabaikan tetapi memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pendorong perubahan yang berkelanjutan dan bermakna.

Pertanyaan ini membawa diskusi ke tingkat yang lebih mendalam. Secara sekilas, ridho (penerimaan) tampak bertentangan dengan ketidakpuasan sebagai penggerak utama inovasi, ekonomi, seni, peradaban, dan hegemoni dunia. Namun, jika dipahami secara lebih dalam, ridho memiliki potensi besar untuk menjadi landasan yang kokoh bagi perubahan dan kemajuan yang berkelanjutan. Berikut adalah penjelasan bagaimana sikap ridho dapat menggerakkan lima aspek tersebut:

a. Ridho sebagai Landasan Inovasi

Ridho tidak berarti pasrah tanpa tindakan, melainkan sikap menerima kenyataan sambil tetap berusaha mengubahnya dengan cara terbaik.

Orang yang ridho dengan keterbatasan saat ini tidak berarti menyerah. Sebaliknya, penerimaan tersebut memungkinkan individu untuk mengamati realitas dengan jernih tanpa bias emosional atau keinginan berlebihan.

Sikap ini menghasilkan clarity (kejernihan) dalam berpikir, sehingga inovasi yang muncul lebih terarah dan efektif.

Dalam pengembangan teknologi hijau, ridho terhadap fakta bahwa sumber daya alam terbatas tidak menghentikan inovasi, tetapi menjadi motivasi untuk menciptakan energi terbarukan.

Ketidakpuasan adalah dorongan awal, tetapi ridho memberi stabilitas emosional untuk menyelesaikan masalah tanpa terburu-buru.

b. Ridho Sebagai Penggerak Ekonomi

Dalam ekonomi, ridho dapat membantu individu dan masyarakat menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan dan keberlanjutan.

  1. Ridho Mendorong Etika dalam Ekonomi:

Ridho menciptakan rasa cukup (contentment), yang mengurangi dorongan untuk mengeksploitasi sumber daya secara berlebihan atau menciptakan ketimpangan ekonomi.

Dalam Islam, ridho tercermin dalam prinsip keadilan dan larangan riba, yang mendorong model ekonomi yang berkelanjutan.

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)

  1. Ridho Membentuk Mentalitas Syukur yang Produktif:

Orang yang ridho cenderung bersyukur atas rezeki yang ada, tetapi tetap berusaha mengelolanya dengan bijak. Ini menghasilkan ekonomi yang lebih stabil dan terarah.

Pendekatan ekonomi berbasis ridho terlihat dalam konsep ekonomi solidaritas, di mana masyarakat berbagi keuntungan secara adil, seperti dalam koperasi atau model zakat.

c. Ridho dalam Seni dan Budaya

Seni sering dianggap sebagai ruang ekspresi ketidakpuasan. Namun, ridho juga memiliki peran besar dalam menciptakan seni yang lebih mendalam.

Ridho mengajarkan seniman untuk menerima kondisi manusia, termasuk penderitaan, keterbatasan, dan keindahan alamiah dunia. Dari sini lahir seni yang reflektif dan transformatif.

Seni yang dihasilkan dari ridho seringkali membawa pesan damai, harmoni, dan keseimbangan.

Dalam seni Islam, seperti kaligrafi dan arsitektur masjid, ada penerimaan terhadap prinsip kesederhanaan dan keseimbangan, yang menciptakan keindahan unik yang tidak terikat pada ketidakpuasan.

Seni modern sering kali dikuasai oleh ketidakpuasan yang destruktif, sementara ridho dapat mengembalikan seni pada fungsi sosial dan spiritualnya.

d. Ridho Sebagai Pilar Peradaban

Peradaban yang kokoh dibangun di atas keseimbangan antara usaha (ikhtiar) dan penerimaan (ridho).

  1. Ridho Membantu Peradaban Bertahan dari Krisis:

Dalam sejarah, peradaban yang mampu bangkit dari kehancuran sering kali memiliki elemen ridho.

Ridho memungkinkan masyarakat menerima keterbatasan sementara, seperti kekalahan atau bencana, tanpa kehilangan harapan untuk masa depan.

  1. Ridho Mengurangi Konflik:

Peradaban yang ridho terhadap keberagaman dan perbedaan cenderung lebih stabil. Sikap ini terlihat dalam peradaban Islam klasik, yang menerima berbagai budaya di bawah satu sistem hukum yang adil.

  1. Ridho Sebagai Penyeimbang Ekspansi:

Peradaban yang berkembang dengan ridho cenderung menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan pelestarian budaya.

e. Ridho dalam Pergiliran Hegemoni Dunia

Hegemoni dunia sering bergeser melalui konflik, tetapi ridho dapat menciptakan transisi yang lebih damai.

Hegemoni dunia seringkali berakhir karena kegagalan menerima perubahan. Sebaliknya, bangsa yang ridho terhadap dinamika global cenderung lebih adaptif.

Jepang, seperti disebutkan di atas, pasca-Perang Dunia II menerima kekalahan dengan ridho, tetapi menggunakan sikap ini untuk membangun kembali negaranya menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia.

Ridho terhadap keanekaragaman budaya dan ekonomi membantu negara-negara Nordik menjadi model kesejahteraan global.

f. Ridho Sebagai Penggerak Transformasi Positif

Ridho bukanlah kebalikan dari ketidakpuasan, melainkan landasan untuk mengelola ketidakpuasan secara konstruktif:

  1. Ridho Memberi Fokus pada Hal yang Bisa Diubah:

Ketidakpuasan kadang membuat manusia terobsesi pada hal-hal di luar kendalinya. Ridho memungkinkan fokus pada hal yang dapat diubah, sehingga usaha lebih efektif.

  1. Ridho Mengurangi Egoisme:

Ketidakpuasan yang tidak terkelola sering kali didorong oleh egoisme. Ridho mengarahkan inovasi, ekonomi, seni, dan peradaban untuk melayani kebaikan bersama.

Sikap ridho mampu menjadi penggerak inovasi, ekonomi, seni, peradaban, dan hegemoni dunia melalui:

1. Memberikan stabilitas emosional: Ridho membantu manusia menghadapi tantangan tanpa kehilangan fokus.

2. Mengurangi konflik: Ridho menciptakan harmoni sosial dan budaya yang mendukung kolaborasi.

3. Membawa keberlanjutan: Ridho memastikan bahwa kemajuan tidak merusak keseimbangan lingkungan, sosial, dan spiritual.

Ridho bukanlah penghalang kemajuan, melainkan pondasi kokoh untuk perubahan yang berkelanjutan dan bermakna.

8. Sintesis: Mengintegrasikan Ketidakpuasan dengan Ridho untuk Mencapai Perubahan yang Seimbang

Dalam perjalanan sejarah, ketidakpuasan sering kali menjadi pendorong perubahan besar. Namun, tanpa kendali dan arah, ketidakpuasan cenderung destruktif dan sulit menghasilkan dampak yang berkelanjutan. Di sisi lain, ridho sering dipandang sebagai penerimaan pasif, tetapi dalam konteks yang lebih mendalam, ridho adalah stabilitas kreatif yang mampu mengelola ketidakpuasan, mengubahnya menjadi kekuatan produktif. Integrasi antara ketidakpuasan dan ridho adalah kunci untuk menciptakan perubahan yang tidak hanya signifikan tetapi juga terarah dan bertahan lama.

Ketidakpuasan sebagai Mesin Perubahan

Ketidakpuasan adalah energi dinamis yang mampu menggulingkan sistem yang usang atau tidak adil. Ia menjadi katalis untuk melawan status quo, memobilisasi massa, dan menciptakan momentum untuk reformasi. Misalnya, gerakan reformasi politik di Indonesia tahun 1998 dimulai dengan ketidakpuasan terhadap pemerintahan Orde Baru. Ketidakpuasan ini melahirkan aksi besar yang akhirnya menggulingkan rezim dan membuka jalan bagi demokrasi.

Namun, ketidakpuasan saja sering kali tidak cukup untuk menciptakan stabilitas. Setelah revolusi, masyarakat membutuhkan sesuatu yang lebih dari sekadar keberanian untuk melawan: mereka memerlukan arah, visi, dan ketenangan untuk membangun kembali sistem yang baru.

Ridho sebagai Stabilitas yang Kreatif

Ridho tidak berarti menyerah pada keadaan, melainkan merespons situasi dengan kebijaksanaan dan ketenangan. Dalam arti yang lebih luas, ridho adalah kemampuan untuk menerima kenyataan sambil memanfaatkan peluang di dalamnya. Ridho memberikan stabilitas emosional yang memungkinkan seseorang atau masyarakat untuk bertindak dengan kepala dingin dan tujuan yang jelas.

Contohnya dapat ditemukan dalam kebangkitan Jepang pasca Perang Dunia II. Ketika Jepang menerima kekalahan mereka dengan ridho, hal itu membuka jalan bagi transformasi besar dalam sektor ekonomi, sosial, dan teknologi. Ridho ini bukanlah bentuk kepasrahan, melainkan langkah strategis yang memberi ruang bagi inovasi dan pembangunan berkelanjutan.

Ridho juga terlihat dalam perjuangan non-kekerasan Gandhi di India, di mana penerimaan terhadap ketidakadilan kolonial Inggris tidak mencegah perjuangan, tetapi justru memandu gerakan dengan cara yang damai dan penuh makna. Ridho dalam konteks ini mengelola ketidakpuasan sehingga perjuangan menjadi terfokus dan tidak terpecah oleh emosi destruktif.

Pentingnya Sinergi Antara Ketidakpuasan dan Ridho

Ketidakpuasan dan ridho tidak harus menjadi dua kutub yang berlawanan. Sebaliknya, mereka dapat bekerja bersama untuk menciptakan perubahan yang seimbang. Ketidakpuasan memberikan dorongan awal untuk bergerak dan memperjuangkan perubahan, sementara ridho memberikan arah dan ketenangan untuk memastikan bahwa perubahan itu memiliki tujuan yang jelas dan hasil yang berkelanjutan.

Dalam analogi, ketidakpuasan adalah api yang membakar dan menghanguskan hambatan, sedangkan ridho adalah api unggun yang terkontrol, yang tidak hanya menerangi jalan tetapi juga memberikan kehangatan dan kenyamanan. Tanpa ridho, ketidakpuasan dapat menjadi liar, membakar sumber daya tanpa menghasilkan manfaat jangka panjang. Sebaliknya, tanpa ketidakpuasan, ridho berisiko menjadi pasif, kehilangan dorongan untuk maju.

Contoh Sinergi yang Efektif:

1. Reformasi Indonesia 1998

Ketidakpuasan terhadap Orde Baru mendorong gerakan massa untuk menuntut perubahan. Namun, setelah transisi, ridho menjadi kunci untuk menjaga stabilitas sosial dan politik, memungkinkan demokrasi berkembang meskipun dalam tantangan besar.

2. Gerakan Non-Kekerasan Gandhi

Ketidakpuasan Gandhi terhadap ketidakadilan kolonial tidak mengarah pada kekerasan, karena dikelola oleh ridho. Kombinasi ini menghasilkan gerakan yang penuh inspirasi dan membawa India menuju kemerdekaan dengan cara yang bermartabat.

3. Kebangkitan Ekonomi Jerman Pasca Perang Dunia II

Setelah kekalahan dalam perang, Jerman Barat menerima kenyataan kekalahan dengan ridho dan mengelola ketidakpuasan terhadap kondisi pasca perang untuk memulai program rekonstruksi besar-besaran, yang dikenal sebagai Wirtschaftswunder atau Keajaiban Ekonomi.

Ketidakpuasan dan ridho adalah dua kekuatan yang, jika digabungkan, dapat menjadi lokomotif perubahan yang tidak hanya mengarah pada reformasi tetapi juga menciptakan fondasi yang kuat untuk pembangunan berkelanjutan. Integrasi ini mengajarkan bahwa perubahan yang sejati bukan hanya tentang melawan ketidakadilan, tetapi juga tentang membangun dunia baru dengan kesadaran, kebijaksanaan, dan visi yang jelas. Ketidakpuasan memberi dorongan, dan ridho memberi arah. Bersama-sama, mereka membentuk sinergi yang ideal untuk membangun peradaban yang lebih adil, damai, dan sejahtera.

9. Alternatif Penggerak Ikhtiar: Nilai, Makna, dan Rasa Syukur

Selain rasa tidak puas, ada mekanisme lain yang dapat menggerakkan ikhtiar:

a. Nilai (Values-Based Motivation)

Ikhtiar dapat digerakkan oleh nilai-nilai mendalam, seperti tanggung jawab, kasih sayang, dan dedikasi terhadap tujuan hidup yang bermakna.

Contoh: Seseorang bekerja keras untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya, bukan karena tidak puas, tetapi karena cinta dan rasa tanggung jawab.

b. Makna (Meaning-Based Motivation)

Viktor Frankl dalam Man's Search for Meaning menegaskan bahwa motivasi terbesar manusia adalah menemukan makna dalam hidupnya, bukan sekadar menghindari ketidakpuasan.

Ikhtiar yang digerakkan oleh makna memberikan ketahanan lebih besar, karena tidak bergantung pada perasaan sesaat (misalnya ketidakpuasan) tetapi pada tujuan yang lebih besar.

c. Rasa Syukur (Gratitude-Driven Action)

Rasa syukur atas nikmat yang telah ada dapat menjadi dorongan kuat untuk berikhtiar sebagai bentuk syukur aktif.

Dalam Islam, syukur dan ikhtiar saling melengkapi: seseorang yang bersyukur atas nikmat Allah akan berusaha menggunakannya sebaik mungkin.

"Jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu..."

(QS. Ibrahim: 7)

Perspektif Filsafat: Kepuasan Batin Sebagai Landasan Ikhtiar

a. Stoicism

Dalam Stoicism, ataraxia (ketenangan batin) adalah landasan ikhtiar. Seseorang yang puas secara batin dapat berusaha dengan lebih fokus tanpa terganggu oleh dorongan emosional yang tidak stabil.

Marcus Aurelius menyebutkan bahwa tindakan terbaik muncul dari pikiran yang tenang, bukan dari kegelisahan.

b. Islam dan Tasawuf

Dalam filsafat Islam, ridho kepada Allah tidak berarti puas secara pasif, tetapi puas secara spiritual. Dari kepuasan batin ini, muncul dorongan ikhtiar yang lebih tulus dan bebas dari egoisme.

Perspektif Psikologi: Regulasi Ketidakpuasan

Psikologi modern menyadari pentingnya ketidakpuasan sebagai penggerak, tetapi juga menekankan bahwa ketidakpuasan harus diatur agar tidak merusak.

a. Growth Mindset (Carol Dweck)

Ketidakpuasan terhadap performa saat ini dapat menjadi motivasi positif jika individu memiliki growth mindset, yaitu keyakinan bahwa kemampuan dapat berkembang melalui usaha.

b. Self-Determination Theory (SDT)

Menurut teori ini, manusia terdorong untuk berikhtiar karena kebutuhan akan tiga hal: otonomi, kompetensi, dan keterhubungan.

Ketidakpuasan mungkin memicu ikhtiar, tetapi motivasi yang lebih mendalam datang dari kebutuhan untuk memenuhi potensi diri.

Perspektif Neurosains: Dopamin dan Motivasi

a. Dopamin dan Reward Prediction

Ketidakpuasan dapat meningkatkan pelepasan dopamin, neurotransmitter yang memotivasi perilaku untuk mencapai reward.

Namun, motivasi yang hanya bergantung pada ketidakpuasan berisiko menyebabkan siklus ketagihan dopamin, di mana individu terus merasa "tidak cukup."

b. Homeostasis Emosional

Neurosains menunjukkan bahwa individu yang puas secara emosional lebih mampu membuat keputusan yang rasional dan mempertahankan motivasi jangka panjang dibandingkan mereka yang dikuasai oleh ketidakpuasan.

10. Pathway dalam Menghadapi Realitas

a. Ridho: Menerima Keadaan Sebagai Kenyataan Awal
Ridho adalah langkah awal dalam menghadapi penderitaan, di mana individu menerima kenyataan tanpa resistensi emosional yang berlebihan. Dalam konteks ini, ridho bukanlah tanda menyerah atau pasrah tanpa usaha, melainkan penerimaan penuh kesadaran bahwa situasi sulit adalah bagian dari kehidupan. Dengan ridho, seseorang mampu menjaga kestabilan emosional dan tidak terjebak dalam sikap mengeluh yang merugikan. Contoh Praktis: Ketika seseorang kehilangan pekerjaan, ridho berarti menerima kenyataan tersebut tanpa menyalahkan keadaan, orang lain, atau diri sendiri. Manfaat Psikologis: Mengurangi stres akut, membuka ruang untuk berpikir jernih, dan menghindari reaksi impulsif.

b. Introspeksi Diri (Istigfar dalam Konteks Spiritual)
Setelah menerima kenyataan, langkah berikutnya adalah introspeksi diri. Dalam konteks spiritual, ini dapat berupa istigfar, permohonan ampun kepada Tuhan atas kemungkinan kesalahan yang dilakukan, baik disadari maupun tidak. Introspeksi memungkinkan individu untuk mengevaluasi tindakan masa lalu dan mencari hikmah di balik penderitaan. Pertanyaan untuk Introspeksi: Apakah ada keputusan atau tindakan yang kurang bijaksana yang menyebabkan situasi ini? Apa hikmah atau pelajaran yang bisa saya ambil? Manfaat: Mengembangkan kesadaran diri, memperbaiki pola pikir, dan menanamkan rasa rendah hati.

c. Sabar: Menahan Diri dalam Proses Pemulihan
Sabar adalah sikap aktif dalam menahan diri dari keputusasaan, kemarahan, atau reaksi negatif selama menghadapi penderitaan. Sabar bukan berarti menunda tindakan, tetapi menjaga kestabilan emosi selama proses berlangsung. Prinsip Sabar: Tidak tergesa-gesa mencari solusi instan dan tidak larut dalam emosi negatif seperti marah atau putus asa. Contoh Praktis: Dalam menghadapi penyakit kronis, sabar berarti menjalani pengobatan dengan konsistensi dan tanpa keluhan yang berlebihan. Manfaat: Membangun kekuatan mental dan ketahanan emosional.

d. Ikhtiar: Upaya Maksimal untuk Mengubah Keadaan
Setelah sabar, langkah berikutnya adalah ikhtiar, yaitu berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki keadaan. Ikhtiar adalah bentuk proaktif yang menunjukkan kepercayaan pada kemampuan diri sekaligus ketaatan pada hukum sebab-akibat. Langkah-Langkah Ikhtiar: Identifikasi masalah secara spesifik, lalu rancang solusi berdasarkan sumber daya yang tersedia, dan bertindak dengan penuh komitmen.Contoh Praktis: Seseorang yang menghadapi kesulitan finansial dapat memulai usaha kecil, belajar keterampilan baru, atau mencari pekerjaan lain. Manfaat: Memberikan rasa kendali terhadap situasi, meningkatkan kepercayaan diri, dan menciptakan peluang perubahan.

e. Tawakal: Pasrah kepada Tuhan Setelah Berusaha Maksimal
Tawakal adalah menyerahkan hasil dari usaha kepada Tuhan setelah segala upaya telah dilakukan. Dalam tahap ini, individu melepaskan beban emosional terkait hasil yang diharapkan, sambil tetap menjaga harapan dan doa. Prinsip Tawakal: Tidak menghakimi hasil sebagai kegagalan pribadi dan meyakini bahwa Tuhan memiliki rencana yang terbaik. Contoh Praktis: Setelah mempersiapkan dengan baik untuk wawancara kerja, seseorang menyerahkan hasil akhirnya kepada Tuhan. Manfaat: Meningkatkan ketenangan batin dan mengurangi kecemasan terhadap hal-hal di luar kendali.

f. Jika Belum Berhasil: Kembali ke Ridho
Apabila hasil yang diharapkan belum tercapai, siklus kembali ke ridho dimulai. Proses ini memastikan individu tidak terjebak dalam keputusasaan, melainkan kembali merefleksikan keadaan dengan hati yang lapang dan pikiran yang terbuka. Langkah Kembali ke Ridho: Terima kenyataan dengan hati terbuka, dan renungkan apa yang dapat dipelajari dari kegagalan tersebut. Manfaat: Membentuk resilience untuk mencoba lagi dengan pendekatan baru.

g. Jika Berhasil: Bersyukur
Ketika usaha membuahkan hasil, langkah terakhir adalah bersyukur. Bersyukur adalah pengakuan atas bantuan Tuhan dan kontribusi faktor eksternal dalam keberhasilan, sekaligus refleksi atas perjalanan yang telah ditempuh. Cara Bersyukur: Mengungkapkan rasa syukur melalui doa atau ritual keagamaan, berbagi kebahagiaan dengan orang lain, dan menggunakan hasil keberhasilan untuk kebaikan yang lebih luas. Manfaat: Meningkatkan rasa puas, mempererat hubungan sosial, dan memperkuat motivasi untuk menghadapi tantangan selanjutnya.

Siklus ini akan membantu individu menghadapi realitas dan membangun pola pikir yang resilient dan bijaksana. Dengan mengintegrasikan ridho, introspeksi, sabar, ikhtiar, tawakal, dan syukur, individu dapat menjalani hidup dengan lebih terarah, damai, dan bermakna. Siklus ini mencerminkan keseimbangan antara usaha manusiawi dan kepercayaan pada ketetapan Ilahi.

11. Kesimpulan

Ketidakpuasan adalah api, berkobar dalam gelora untuk menghancurkan ketidakadilan, menantang status quo, dan menggugah perubahan. Namun, api tanpa kendali hanya meninggalkan abu, jejak kehancuran yang melahap lebih banyak dari yang diharapkan. Dalam keganasan ketidakpuasan, ridho hadir sebagai penjinak badai, bukan untuk memadamkan semangat perubahan, tetapi untuk memberikan arah, ketenangan, dan tujuan. Ridho bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan tersembunyi yang mengubah gejolak menjadi fondasi kokoh bagi peradaban.

Sejarah telah mengajarkan kita bahwa revolusi yang besar dan bergejolak dapat menggulingkan tirani, tetapi hanya dengan penerimaan bijaksana, masyarakat dapat membangun sesuatu yang bertahan lama. Ridho adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu yang kelam dengan masa depan yang lebih cerah, mengubah tragedi menjadi pelajaran, dan ketidakpastian menjadi kesempatan.

Maka, perubahan yang berkelanjutan adalah harmoni antara dua kekuatan ini: ketidakpuasan yang memicu langkah pertama dan ridho yang memandu perjalanan menuju tujuan akhir. Tanpa ridho, ketidakpuasan hanyalah letupan kosong. Tanpa ketidakpuasan, ridho hanyalah tidur panjang yang nyaman. Keduanya harus berjalan beriringan untuk menciptakan perubahan yang bukan hanya stabil, tetapi juga bermakna.

12. Penutup

Kita hidup di dunia yang terus berubah, di mana tantangan semakin kompleks dan masa depan sering kali terasa seperti labirin tanpa peta. Dalam dunia seperti ini, hanya mereka yang mampu menggabungkan keberanian melawan ketidakadilan dengan kebijaksanaan menerima kenyataan yang dapat memimpin umat manusia menuju era baru. Ketidakpuasan memberi energi, tetapi ridho memberikan arah.

Untuk generasi mendatang, pesan ini penting: jangan hanya berani melawan, tetapi juga bijak dalam menerima. Jangan hanya menjadi pembakar api perubahan, tetapi jadilah juga perancang yang cermat untuk dunia yang lebih baik. Peradaban yang bertahan lama dibangun bukan hanya dari semangat yang menyala-nyala, tetapi juga dari kesadaran yang mendalam tentang apa yang perlu dipertahankan, apa yang perlu diubah, dan bagaimana keduanya bisa bersatu dalam harmoni.

Dengan memahami kekuatan ketidakpuasan dan ridho, kita tidak hanya menciptakan perubahan, tetapi juga merancang masa depan yang adil, damai, dan sejahtera---bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk generasi yang akan datang. Ini adalah warisan sejati, dan ini adalah panggilan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun