Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Nature

Membangun Teori Evolusi Baru

31 Desember 2022   14:10 Diperbarui: 9 September 2023   18:30 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Penutup

Ketika kita memperhatikan dan mengamati keanekaragaman hayati pada sejumlah spesies contohnya ragam dan jenis pohon pisang, pohon mangga, pohon jambu, pohon jeruk, pohon rambutan dan pohon duren yang dalam beberapa hal bisa berbeda tapi dalam kebanyakan hal memiliki persamaan, kita secara awam pun akan menduga bahwa mereka masing-masing mungkin berasal dari satu spesies yang sama. 

Hal yang sama juga terjadi saat kita membandingkan buah nangka, buah cempedak, dan buah sukun yang bentuk buahnya mirip, walaupun bentuk pohon dan daunnya berbeda, membawa kita kepada dugaan bahwa ketiga pohon itu mungkin berkembang dari satu jenis pohon yang sama. Bisa jadi semua pohon buah itu berasal dari satu jenis pohon buah saja. Karena pohon buah juga berbunga sama seperti pohon bunga, bukan mustahil semua pohon itu berasal dari nenek moyang pohon yang sama. 

Lebih lanjut, tidak salah juga jika kita berkesimpulan yang sama saat kita melihat sejumlah burung dengan morfologi dan anatomi yang sama tapi memiliki bentuk paruh yang berbeda adalah hasil evolusi dari satu spesies nenek moyang yang sama yang beradaptasi dengan jenis makanan yang berbeda. Kemudian beberapa sifat unggul diwariskan, dan sifat inferior hilang. Beberapa spesies unggul bertahan, dan spesies yang lemah akan punah.

Secara awam pun kita bisa melihat bahwa setiap individu dan spesies mempunyai kemampuan membentuk variasi. Variasi ini sangat dimungkinkan dari sisi Hukum Hereditas Mendel dan Struktur DNA. Jika variasi itu terus berlanjut berlangsung selama milyaran tahun, baik ditarik ke depan maupun ke belakang, akan didapatkan bentuk organisme yang sama sekali berbeda. Ini adalah konsekuensi logis sebagai akibat dari panyimpangan variasi yang berlangsung sangat panjang tersebut. Jika ditarik ke belakang, bisa jadi bentuk awalnya semakin sederhana. Serta jika ditarik ke depan, maka bentuknya bisa jadi lebih kompleks dan lebih baik.

Jika orang awam berpikir seperti itu, maka tidak salah juga ketika Darwin berpikiran hal yang sama dan mengembangkan ide itu. Pemahaman evolusi Darwin dapat dikenali dari idiom yang sering digunakan seperti adaptation, survival of the fittest, natural selection, ancestors with modification, dan tree of life.

Tapi kita pun dengan segera dapat menyadari bahwa kehidupan biologi tidak selinear dan semekanis itu. Ketika kesimpulan dari pengamatan yang disebutkan di atas digeneralisasi dan disederhanakan untuk menggambarkan keseluruhan gambar kehidupan hayati, kita mendapati banyak anomali dan bahkan paradoks.

Sebagaimana kita menguji pertanyaan mana yang lebih dulu ayam atau telur melalui mekanisme alam yang bekerja pada sistem reproduksi ayam, maka ide dan pemahaman evolusi Darwin pun kita uji dengan mekanisme alam yang nyata bekerja pada struktur biologi. Kita tebalkan dan garis-bawahi kata nyata sebagai gugatan kita atas asumsi-asumsi yang berkembang dalam memahami fakta biologi. Hasilnya, anomali dalam Teori Darwin semakin terakumulasi. Sekarang hampir disepakati bahwa Pohon Evolusi hanya menggambarkan kekerabatan antar organisme hidup, tapi bukan menunjukkan keturunan langsung.

Tidak boleh ada Teori Evolusi tunggal dan tidak bisa hanya ada satu Pohon Evolusi saja. Fakta-fakta biologi harus tetap dipahami dalam koridor sains. Kita mendapati bahwa Teori Evolusi Darwin telah menjadi dogma yang didukung oleh ideologi atheisme. Sementara penentang utamanya adalah kaum agamawan. Baik sekali jika tidak ada sentimen seperti itu dalam memahami fakta biologi. Teori Evolusi Darwin dan Teori Evolusi lainnya harus tetap berada di koridor sains.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun