"Apa itu?" tanyaku.
"Ambil dan pulanglah," kudengar katanya.
"Aku kau suruh pulang, Nok?" tanyaku sambil tertawa," Tidak bisa, aku ada keperluan dengan makam si Sagrip."
"Pulang atau tidurlah saja," katanya lagi berkeras. Tangannya masih terangkat.
"Sebenarnya ingin, tapi aku tidak bisa. Eh, kau ini dari mana, Nok? Malam-malam begini masih bermain di sini. Orang tuamu tidak mencari?"
"Dasar goblok!" serunya marah.
"Eh?"
"Kalian semua goblok! Tidak ada untungnya menjagai makam itu!" teriaknya sambil meloncat untuk menamparku.
Aku tidak sempat berkelit, sehingga tangannya yang kecil itu telak mendarat di pipi kiriku. Waduh, biyung! Tanpa dapat kumengerti, aku langsung jatuh tersungkur ke tanah seperti pohon pisang yang dibabat. Hanya bisa kudengar cekikikan anak itu yang tiba-tiba saja melarikan dirinya melompat-lompat antara nisan-nisan yang berjejer sambil berteriak-teriak:
"Pulang! Pulang! Pulang!"
"Jangkrik!" makiku.