Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(FiksiHorror) Tujuh

14 Mei 2011   12:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:42 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Tapi, bukankah jadi sia-sia saja aku berjaga di sini? Lebih baik kami berlima seperti semalam."

Mat Wiji menarik napasnya, kelihatan tidak sabar.

"Kau tahu," katanya sambil mendekatkan wajahnya, "sejak malam pertama aku sudah menghalau beberapa orang dari mereka. Dari yang kroco bengel sampai yang ngelmunya ngedab-edabi seperti yang ini, tapi aku tidak cerita. Sebenarnya tidak butuh banyak orang untuk menjaga makam, tapi aku tidak menolak karena keluarga si Sagrip ini tidak mau begitu saja mempercayaiku melakukannya sendirian. Terbukti bukan, orang banyak gampang dibereskan kalau dia mau. Sepertinya malam ini dia belum menyerah dan semua isi gudangnya dikeluarkannya, aku sudah merasakanny. Sekuat-kuat ngelmuku, aku tidak yakin bisa menahan piaraannya yang banyak itu. Peranmu di sini hanya diam. Diam dan diam. Jangan tertidur atau lari ketakutan. Cukup satu orang tetap terjaga sampai pagi dan dia tidak akan bisa mengambil mayat Sagrip. Mengerti?"

"Aku tidak yakin, Pak."

"Pasrah marang Gusti Allah. Kau mau berbuat baik, kan? Nah, berbuat baiklah pada si mayit itu, menjagai makamnya dari tangan-tangan nggrathil yang akan mencuri tubuhnya. Aku tahu, kau pasti tidak suka dengan Sagrip semasa hidupnya, tapi berbuat baik tidak memandang orang, bukan? Apalagi orangnya sudah jadi bangkai."

"Tapi kalau harus mengorbankan nyawaku...."

Mat Wiji terkekeh-kekeh sambil menepuk-nepuk bahuku.

"Tidak akan ada yang mati di sini. Paling kau hanya ketakutan setengah mati. Anggap saja ini ujian buat kematanganmu sebagai manusia, kejantananmu sebagai laki-laki."

Aku diam saja, tapi terasa benar kata-katanya membakar jantungku, menantang kejantananku.

"Nah, ada yang datang," kata Mat Wiji kemudian, pandangannya diarahkan ke utara, "itu pasti dia, satu-satunya yang tersisa dan paling kuat. Ingat pesanku..apapun yang terjadi, jangan takut. Jangan menutup mata, telinga atau hidungmu! Tugasmu hanya mengamati makam Sagrip itu. Pelototi saja. Orang-orang seperti mereka pantang mempertunjukkan keahlian membongkar kubur orang di bawah tatapan orang lain. Bisa magel ngelmunya. Aku mau sedikit berbincang dengan dia yang ngelmunya ngedab-edabi itu. Mudah-mudahan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seandainya bisa berdamai, aku memilih cara itu."

Setelah berkata demikian, Mat Wiji bangkit dan berjalan ke arah utara. Aku masih terdiam di tempatku dengan tegang.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun