Mohon tunggu...
Arifah Aprillia Wulandari
Arifah Aprillia Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Pancasila

Saya adalah pribadi yang mandiri, dan mampu berkomunikasi secara informatif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelanggaran Hukum dan Etika pada Penyiaran Televisi: Studi Kasus Program "86" Tahun 2021 terkait Pelanggaran Privasi kepada Warga Setempat

21 Juli 2022   22:40 Diperbarui: 21 Juli 2022   23:27 4254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Latar Belakang

Dalam era globalisasi, media penyiaran khususnya televisi, kini mempunyai peran penting dalam menyebarkan suatu informasi. 

Dengan kemudahan dan kemurahan akses yang ditawarkan tentunya televisi dijadikan media massa utama bagi masyarakat untuk memperoleh pemberitaan serta informasi yang paling terupdate disetiap harinya. 

Kondisi tersebut membuat adanya kebebasan dalam mendapatkan indormasi menjadi tidak terbatas. 

Kebebasan pers terjamin dalam ketentuan Pasal 28 F UUD 1945, yang menyatakan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk pengembangan pribadi individu dan lingkungan sekitarnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunaka segala jenis saluran yan tersedia.

Dalam prosesnya penyampaian pesan pemberitaan sebaiknya baik wartawan maupun jurnalis diharapkan untuk menerapkan etika-etika dan hukum baik yang tertulis maupun tidak, agar tayangan yang akan disiarkan dapat tersampaikan dengan baik bagi para khalayak yang menontonnya. 

Seperti yang kita ketahui, walaupun telah ada Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Perilaku Penyiaran serta Standar Program Penyiaran (P3 dan SPS) yang berguna untuk mengatur etika dalam dunia perjurnalistikan, namun sangat di sayangkan berbagai tindak pelanggaran etika dan hukum masih terus berjalan di berbagai media penyiaran. 

Sehubungan dengan hal tersebut Saya merasa tertarik untuk membahas perihal televisi dalam penyiaran program acaranya harus memastikan bahwa program acara tersebut memenuhi standar yang dikeluarkan oleh KPI. 

Salah satu program acara yang akan dibahas adalah kasus pada program TV 86 yang disiarkan oleh swasta NET TV, produksi program ini merupakan hasil Kerjasama NET TV dengan pihak kepolisian Negara Republik Indonesia dengan tujuan menampilkan bagaimana keseharian dari anggota kepolisian.

Program tersebut memperlihatkan anggota kepolisian yang melayani negara, dari mulai menertibkan pelanggaran lalu lintas, penyidakan seperti (penipuan, pencurian, pembunuhan, tindak kriminalitas, dan sebagainya),

hingga  pengungkapan sindikat narkoba dan miras disertai penarasian ulang dari anggota kepolisian yang terlibat pada setiap episodenya. Kejadian ini seringkali menciptakan objek yang disiarkan menjadi buruk karena terdapat opini dan pendapat tersendiri dari anggota kepolisian yang terlibat. 

Penyiaran program acara tersebut  mengandung banyak sekali tindak pelanggaran dan salah satunya menjadi viral dimedia sosial, kasus ini pun mengundang sederet kritikan dari para masyarakat terhadap aksi yang dilakukan oleh aparat yang sedang melakukan operasi keamanan secara random tepatnya di daerah Cipinang, Jakarta Timur. 

Dimana terlihat pada tayangan video meminta paksa ponsel warga yang kesalahannya dianggap tidak memerlukan pemeriksaan pada ponsel dinilai melakukan pelanggaran terhadap hak privasi warga tersebut. 

Hal ini menciptakan perbuatan menghakimi yang berujung pada pengabaian asas praduga tak bersalah. Keberadaan program ini pada media televisi secara langsung dan tidak langsung merugikan bagi pihak yang terlibat dan belum sepenuhnya. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Apakah ada hukum dan etika yang mengatur hal tersebut?


Rumusan masalah

Tayangan berjudul Program Siaran “86” adalah sebuah program siaran yang disajikan oleh salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Program ini tayang perdana pada 2 Agustus 2014, hal ini menunjukan bahwa hampir 6 tahun lamanya. Program ini dipercaya oleh masyarakat Indonesia. Program ini juga merupakan program unggulan dari NET TV. 

Hal yang patut menjadi pehatian lain adalah Program Siaran “86”merupakan pelopor dari tayangan dengan subjek polisi yang kini mulai menjamur di dunia pertelevisian. 

Diluar daripada itu terdapat satu tayangan yang menyita perhatian publik, terlihat pada video ini bahwa pemilik ponsel terlihat keberatan atas perintah aparat untuk memeriksanya karena ponsel tersebut dirasa merupakan ranah privasi yang dimiliki olehnya. 

Namun, polisi tersebut justru mengatakan bahwa dirinya (Aparat Kepolisian) memiliki wewenang yang kuat untuk memerika ponsel tersebut sebagai bukti identitas apabila seorang warga tersebut memiliki rencana pembunuhan. 

Masalah yang ditimbulkan pada kasus diatas tentunya berkaitan dengan hukum dan etika yang telah ditetapkan pada proses penyiarannya, sehingga memerlukan tindakan tegas atas perilaku yang telah dilakukan oleh anggota kepolisian pada video tersebut.


Pembahasan

Pembahasan yang akan Saya jabarkan terkait kasus diatas, meliputi beberapa hal yaitu terkait isi pelanggaran yang terjadi, kaitan isi pelanggaran dengan materi hukum dan etika, serta menentukan material hukum komunikasi dan komunikasi hukum yang ada dalam kasus tersebut.

Isi Pelanggaran 

Pembahasan ini menyambung dari penjelasan latar belakang dan rumusan masalah diatas. Seperti yang sudah di ketahui Program siaran “86” kerap menjadi sorotan akibat dari aksi yang dilakukan oleh salah satu anggota kepolisian yang sedang bertugas pada malam itu. 

Aipda Monang Parlindungan Ambarita tersandung atas perilakunya sendiri Bersama Tim Raimas Backbone yang ditayangkan pada televisi swasta yaitu NET TV. Pada tayangan tersebut memperlihatkan kerja kepolisian yang menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya. 

Hal ini dibuktikan oleh tayangan Ambarita yang dengan lantang meminta paksa ponsel milik seorang remaja yang sedang dikepung oleh pemeriksaan. 

Pada awalnya pemuda tersebut dihentikan karena tidak mengenakan helm, kemudian Rustamaji meminta ponselnya untuk diserahkan, namun pemuda tersebut menolak karena dia beralasan ponsel adalah bagian dari privasinya, setelah itu Ambarita datang dan dengan lantang berkata bahwa Polisi mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pada ponsel tersebut.

Tidak hanya itu, Ambarita juga berkata “Biar Saya jelasin, Undang-undangnya privasi itu apa sih? – ucap Ambarita dan Ambarita terus mencecar pemuda tersebut untuk memvalidasi bahwa Polisi punya wewenang untuk melakukannya.

Disini terdapat tindak pelanggaran yang dilakukan oleh para aparat, karena dengan tegas disampaikan di dalam Perkap Kapolri Nomor 6 2019 Pasal 20 menyatakan :

    Penggeledahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d, dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dengan dilengkapi dengan:

  1. surat perintah penggeledahan; dan
  2. surat izin penggeledahan dari pengadilan, kecuali dalam keadaan sangat perlu dan mendesak.
  3. Penggeledahan pakaian dan/atau badan terhadap perempuan dilakukan oleh Polisi wanita/PNS Polri wanita/wanita yang dipercaya dan ditunjuk untuk diminta bantuannya oleh Penyidik/Penyidik Pembantu.

Penggeledahan memang pada dasarnya dapat dilakukan seketika ketika ada dugaan melakukan tindak kejahatan tapi ini pun tidak diperbolehkan untuk melakukan penggeledahan terhadap isi ponsel kecuali yang bersangkutan ini membawa narkoba atau membawa senjata tajam maka ponsel pelaku dapat disita dan dilihat sementara untuk diserahkan kepada penyidik, 

namun kalau ternyata yang bersangkutan ini hanya bersangkutan dengan pelanggaran lalu lintas maka tidak boleh untuk semerta-merta memeriksa ponsel miliknya dan dapat dilaporkan sebagai tindak pindana perbuatan yang tidak menyenangkan pada pasal 335 ayat 1 KUHP dan pelanggaran privasi.

Pelanggaran penyiaran yang disiarkan oleh Program Siaran “86”

Ini bukanlah kali pertama program siaran “86” mendapatkan teguran dalam konten yang disiarkannya. 

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Program Siaran “86” pernah memperoleh teguran tertulis akibat menayangkan anak-anak dan remaja, pada pasal 15 ayat 3 dijelaskan bahwa Program Siaran yang menampilkan anak-anak dan/atau remaja dalam peristiwa/penegakan hukum wajib disamarkan wajah dan identitasnya. 

Program Siaran “86” juga sering kali menayangkan pengerebakan yang rawan akan adegan kekerasan sebagai contoh perlakuan Tim Tiger Polres Metro Jakarta Utara yang ditayangkan pada bulan April 2020 pada pelaku tawuran, 

tim produksi Program Siaran “86” terlihat menyamarkan pelaku namun di satu titik dapat ditemukan bentuk kekerasan yang lepas dari sensor tim produksi adegan kekerasan yang ditampilkan harusnya mengikuti standar pada pasal 23.

Sumber dari sini

Untuk yang kedua kalinya, Program Siaran 86 juga mendapatkan surat peringat kembali dari KPI terkait Penampilan rekaman video yang terdapat muatan percakapan antara tim evakuasi, sebagaimana tertulis dalam caption tayangan, dengan korban yang tertimpa reruntuhan bangunan akibat gempa. 

Dijelaskan dalam percakapan tersebut, bahwa ada korban lain yang tertimpa reruntuhan dan sedang dalam kondisi sulit bernafas.

Sumber dari sini

Materi Hukum dan Etika

Hukum dan Etika Penyiaran. Diawali dari definisi penyiaran. Penyiaran terdiri dari struktur bahasa terdiri dari kata dasar siar yang artinya memberitahukan kepada umum; mengumumkan. 

Sedangkan arti penyiaran adalah proses, cara, perbuatan menyiarkan. Untuk kegiatan penyiaran meliputi dua bagian, yaitu penyiaran radio dan penyiaran televisi. 

Sedang kedua penyiaran itu menurut UU Penyiaran disebutnya sebagai lembaga penyiaran. Menurut Ketentuan Umum UU 32/2002 Lembaga Penyiaran adalah penyelenggara penyiaran. 

Sedangkan penyelenggara penyiaran terbagi menjadi 4 (empat), yaitu lembaga penyiaran publik, swsat, komunitas, dan berlangganan yang dalam menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya harus berpedoman pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya ketika kita membahas hukum penyiaran, tidak lupa di dalamnya terdapat kode etik yang mengatur etika dalam suatu penyiaran, untuk lebih jelasnya kode etika  adalah norma dan asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku. Kode Etik Jurnalistik adalah standar nilai yang harus dijadikan acuan bagi wartawan dalam menjalankan profesi kewartawanan. 

Etika jurnalistik ini tidak hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan si jurnalis bersangkutan, tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan khalayak masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru dari si jurnalis bersangkutan.

Kaitan dengan kasus yang Saya ambil adalah, menurut Saya dengan adanya Hukum dan Kode Etik penyiaran sangat membantu memfilter tayangan-tayangan yang seharusnya tidak disiarkan. Dari penjelasan kasus di atas. Juru bicara Kompolnas Poengky Indarti menyatakan bahwa surat perintah, merupakan upaya keliru. 

“Bahkan di KUHAP, untuk penyitaan barang yang diduga berkaitan dengan kejahatan saja harus dengan izin pengadilan” ucapnya, beliau juga menambahkan kalau pemeriksaan juga di haruskan ada surat perintah, tidak boleh main ambil begitu saja. Apalagi jika polisi hanya melakukan Razia, tidak boleh seenaknya melanggar privasi seseorang. Itu namanya Tindakan arogan dan pastinya melanggar hukum.

Direktur Eksekutif, Elsam, Wahyudi Djafar juga membantu mengingatkan bahwa perbuatan yang dinilai sebagai kejahatan adalah akses ilegal terhadap orang lain dengan sengaja atau tanpa hak. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 30 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Dalam kasus polisi, penggeledahan adalah upaya paksa dalam rangka melakukan pemeriksaan sesuai Pasal 32 KUHAP. Penggeledahan harus melalui persetujuan ketua pengadilan setempat. 

Selain itu, penggeledahan adalah bagian dari proses penyidikan sehingga harus ada dugaan tindak pidana yang disidik. Wahyudi juga mengkritik polisi yang menyamakan identitas dan telepon genggam. Ponsel adalah ranah data pribadi yang harus dilindungi. 

Tindakan mengakses ponsel bisa dilakukan saat proses penyidikan. Meskipun pemerintah belum mempunyai UU Perlindungan Data Pribadi, tapi Pasal 26 UU ITE menjelaskan kewajiban semua pihak untuk menghormati dan melindungi hak atas privasi seseorang dalam hukum Indonesia. 

Hal ini dapat mendorong agar polisi menghormati dan melindungi hak atas privasi dalam segala tindak kepolisian, termasuk upaya paksa; serta mendorong Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengevaluasi pelaksanaan tayangan kepolisian.

Namun, apakah KPI sudah mengawasi dan mengevaluasi secara benar dan adil?

Dilansir dari tirto Manajer Penelitian Remotivi Muhamad Heychael beropini bahwa program siaran “86” disebut seperti ‘humas kepolisian’ tersebut seperti menjadi ‘humas kepolisian.’ Dalam konteks tersebut, si humas tak mengedukasi publik melalui tayangan. 

Pada konteks edukasi, lagi-lagi pengedukasian dari polisi ini dapat tergolong buruk. “Karena ini jadi tayangan kekuasaan aparat ketimbang tayangan keadilan. Kekerasan jadi lebih buruk ketika yang melakukan aparat,” kata Heychael. 

Heychael juga mengkritik KPI ihwal hukuman ‘peringatan’ bagi tayangan kepolisian. Dia bilang, tidak ada instrumen hukum soal ‘peringatan’ dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).

KPI seharusnya dapat lebih gamblang menunjukkan tayangan itu melanggar perilaku penyiaran atau tidak. Jika KPI tak memiliki parameter soal kekerasan, misalnya, maka ikuti saja sesuai buku teks. Bahkan kalau KPI hanya merespons secara normatif, maka seolah ada permainan politik di balik itu. 

“Bila tayangan itu tak independen, itu telah melanggar prinsip dasar Undang-Undang Penyiaran. Kemudian, (polisi juga) berpegang kepada aturan hukum, sesuai standar operasional prosedur,” sambung dia. Meski baku kejar diperlihatkan dalam tontonan tersebut, kata dia, jangan sampai tayangan itu memberi kesimpulan ‘polisi selalu benar dan penjahat selalu salah’. 

Umpama, setelah ditangkap kemudian seseorang diperlakukan tidak manusiawi, apakah itu sesuai aturan hukum? Kalau tidak sesuai prosedur, maka perbuatan itu bisa jadi serangan balik kepada Korps Bhayangkara. Perihal pengaduan kepada KPI terhadap tayangan kepolisian yang dianggap melanggar aturan, Heychael mengatakan banyak orang yang berasumsi KPI baru kerja bila ada pengaduan publik. 

“KPI sudah punya aturan, kenapa menunggu pelaporan tayangan bermasalah? Secara tidak langsung, dia (KPI) sedang menunjukkan dia tidak mengawasi,” kata Haychael.

Opini yang dituangkan oleh Haychael, Saya merasa sepakat atas kritisinya. Karena menurut Saya pun KPI masih terlalu anggap enteng dalam menanggapi kasus-kasus yang serupa. KPI hanya berfokus kepada tayangan-tayangan yang menurutnya tidak layak lagi disiarkan seperti kekerasan, kriminalitas, membawa ras dan agama dan lain sebagainya. 

KPI dirasa kurang mengawasi konten-konten yang sebenarnya perlu diberi teguran atau sanksi tertulis atas Lembaga yang menaungi program siaran “86” dimana yang sudah diketahui pada penjelasan diatas, 

program ini sudah terkena 2x teguran tertulis oleh KPI yang dimana tayangan tersebut bersinggungan dengan adegan kekerasan yang lepas sensor dan satu lagi adegan penyiaran muatan percakapan dengan team evakuasi yang menyinggung korban bencana alam gempa bumi. 

Kasus yang Saya angkat menurut Saya juga termasuk pelanggaran yang berat, namun KPI tidak bertindak secara tegas atas apa yang telah terjadi. 

Selain daripada itu Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran telah menerapkan sanksi atas pelanggaran privasi yang telah dilakukan oleh Aipda Monang Parlindungan Ambarita, Beliau dimutasi setelah video tayangan tersebut kian viral. 

Mutasi ini tertuang dalam  surat telegram nomor ST/458/X/KEP./2021 tanggal 18 Oktober 2021. Telegram ini ditandatangani Karo SDM Polda Metro Jaya Kombes Putu Narendra atas nama Kapolda Metro Jaya. Telegram ini telah dibenarkan oleh Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan.

Dalam telegram itu tertulis bahwa Ambarita dimutasi dari Banit 51 Unitdalmas Satsabhara Polres Metro Jakarta Timur menjadi Bintara Bidhumas Polda Metro Jaya. Walaupun KPI belum bertindak dengan tegas, Kapolda Metro Jaya dengan cepat untuk mengambil tindakan tegas atas perbuatan yang tidak dapat dinormalisasikan begitu saja. 

Pihak kepolisian juga diminta untuk konsisten dalam seluruh pekerjaan kepolisian, termasuk kedalam segala jenis tindak upaya pemaksaan. Kejadian ini diharap menjadi pembelajaran bagi para Aparat agar tidak mengambil kesempatan diatas kewenangan yang dimilikinya dengan sesuka hatinya, perlu diingat juga bahwa setiap perbuatan yang dilakukan bahkan disiarkan memiliki hukum dan aturan yang berlaku.

Hukum Komunikasi dan Komunikasi Hukum

Hukum dan Komunikasi adalah hal yang tidak dapat terlepas antara keduanya, mereka selalu memiliki keterhubungan dalam setiap penerapannya. Sebagai penjelasan singkatnya Hukum Komunikasi adalah penyebab dari hukum yang timbul dari proses komunikasi antar manusia. Hukum komunikasi juga mengatur banyak sekali masalah dengan ketentuan yang telah diatur oleh suatu media. 

Dengan contoh dapat dikaitkan dengan kasus diatas yaitu hukum komunikasi dapat mengatur isi media yang harusnya disiarkan, pada kasus terdapat pelanggaran privasi dimana itu dapat mencemarkan nama baik bagi pelaku yang ada didalamnya dan korban pun merasa direndahkan oleh aparat karena seberusaha apapun penjahat tetaplah penjahat dan yang akan menang adu argumen adalah oknum kepolisian. 

Hukum komunikasi dapat diterapkan di sebelum pelaksanaan sebuah konten itu disiarkan.

Komunikasi Hukum, merupakan memberi pelajaran tentang komunikasi dan hukum secara informatif dengan tujuan mengatur perilaku tertentu dan proses penyampaian informasi sesuai dengan kaidah hukum itu sendiri. Dalam wujudnya komunikasi hukum berbentuk Undang-undang dasar dan Peraturan-peraturan tertulis yang sudah secara sah di tetapkan. 

Sebagai contoh pada kasus yang Saya pilih, kasus ini juga menerapkan komunikasi hukum di dalamnya, dimana segala perbuatan atau tindakan yang tidak sesuai dengan keasusilaan dapat terjerat oleh pasal-pasal pelanggaran yang sudah tertuang di setiap peraturan perundang-undangan dan hal itu diterapkan secara jelas sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku khususnya pada hukum dan etika penyiaran di televisi.

Kesimpulan

Dalam era globalisasi, media penyiaran khususnya televisi, kini mempunyai peran penting dalam menyebarkan suatu informasi. Dalam proses penyampaian pesan pemberitaan sebaiknya baik wartawan maupun jurnalis diharapkan untuk menerapkan etika-etika dan hukum baik yang tertulis maupun tidak, agar tayangan yang akan disiarkan dapat tersampaikan dengan baik bagi para khalayak yang menontonnya. 

Bersinggungan dengan hal tersebut Lembaga penyiaran telah menetapkan Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Perilaku Penyiaran serta Standar Program Penyiaran (P3 dan SPS) yang berguna untuk mengatur etika dalam dunia perjurnalistikan, namun sangat diSayangkan berbagai tindak pelanggaran etika dan hukum masih terus berjalan di berbagai media penyiaran.

Program siaran “86” kerap menjadi sorotan akibat dari aksi yang dilakukan oleh salah satu anggota kepolisian yang sedang bertugas pada malam itu. Aipda Monang Parlindungan Ambarita tersandung atas perilakunya sendiri Bersama Tim Raimas Backbone yang ditayangkan pada televisi swasta yaitu NET TV. 

Pada tayangan tersebut memperlihatkan kerja kepolisian yang menyalahgunakan wewenang yang dimilikinya. Hal ini dibuktikan oleh tayangan Ambarita yang dengan lantang meminta paksa ponsel milik seorang remaja yang sedang dikepung oleh pemeriksaan.

Kasus tersebut dapat disimpulkan telah melakukan beberapa pelanggaran yaitu yang pertama, Pelanggaran penggeledahan secara paksa dimana dalam Perkap Kapolri Nomor 6 2019 Pasal 20 menyatakan :

Penggeledahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d, dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu dengan dilengkapi dengan:

surat perintah penggeledahan; dan

surat izin penggeledahan dari pengadilan, kecuali dalam keadaan sangat perlu dan mendesak.

Selain itu kasus ini juga dapat dilaporkan dalam bentuk pelanggaran privasi seseorang dimana tertuang pada Pasal 26 UU ITE menjelaskan kewajiban semua pihak untuk menghormati dan melindungi hak atas privasi seseorang dalam hukum Indonesia. 

Kemudian, KPI dianggap kurang mengawasi konten-konten yang sebenarnya perlu diberi teguran atau sanksi tertulis atas Lembaga yang menaungi program siaran “86” dimana tayangan itu tak independen, itu telah melanggar prinsip dasar Undang-Undang Penyiaran. 

Kemudian, (polisi juga) berpegang kepada aturan hukum, sesuai standar operasional prosedur. Namun, diluar dari KPI yang tidak memberikan tindakan. Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran berlaku adil dan bijaksana karena telah menerapkan sanksi atas pelanggaran privasi yang telah dilakukan oleh Aipda Monang Parlindungan Ambarita, Beliau dimutasi setelah video tayangan tersebut kian viral. 

Mutasi ini tertuang dalam surat telegram nomor ST/458/X/KEP./2021 tanggal 18 Oktober 2021. Telegram ini ditandatangani Karo SDM Polda Metro Jaya Kombes Putu Narendra atas nama Kapolda Metro Jaya. Telegram ini telah dibenarkan oleh Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan.

Sebagai penutup, pihak kepolisian juga dituntut untuk konsisten dalam seluruh pekerjaan kepolisian, termasuk kedalam segala jenis tindak upaya pemaksaan. Kejadian ini diharap menjadi pembelajaran bagi para Aparat agar tidak mengambil kesempatan diatas alih-alih kewenangann dan dibalik pangkat yang dimilikinya, perlu diingat juga bahwa setiap perbuatan yang dilakukan bahkan disiarkan memiliki hukum dan aturan yang berlaku.

Daftar Pustaka

Artikel dan Jurnal

  1. Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana. (2019). https://www.peraturanpolri.com/2019/12/perkap-6-tahun-2019-penyidikan-tindak-pidana.html
  2. Pamungkas, T. B. (n.d.). MODUL – 4 ETIKA PENYIARAN. https://lms.univpancasila.ac.id/pluginfile.php/179937/mod_resource/content/1/MODUL 4 - HUKUM ETIKA PENYIARAN DAN DELIK PENYIARAN %28PENERAPAN ETIKA PENYIARAN%29.pdf
  3. Answendy, P. R. (2020). Penyiaran Program Siaran “86” di Media Televisi Perspektif Hukum Pidana. Jurist-Diction, 3 (6). file:///C:/Users/user/Downloads/22974-88299-2-PB.pdf
  4. Makkl, S. (2021). Aipda Ambarita Dimutasi Usai Viral Video Geledah HP Warga. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211019121322-12-709601/aipda-ambarita-dimutasi-usai-viral-video-geledah-hp-warga
  5. Briantika, A. (2021). KPI Tak Bertaji saat Tayangan TV Menormalisasi Kekerasan Polisi. Tirto.Id. https://tirto.id/kpi-tak-bertaji-saat-tayangan-tv-menormalisasi-kekerasan-polisi-gkBl

Surat Peringatan KPI

  1. http://www.kpi.go.id/index.php/id/edaran-dan-sanksi/34775-peringatan-tertulis-untuk-program-siaran-jurnalistik-86-net-tv?start=6&detail5=5510&detail3=5553
  2. http://www.kpi.go.id/index.php/id/edaran-dan-sanksi/36112-teguran-tertulis-untuk-program-jurnalistik-86-net?detail5=18235

Video Kasus 

  1. https://youtu.be/4f92Q3Nct-E

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun