Mohon tunggu...
Arifah Aprillia Wulandari
Arifah Aprillia Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Pancasila

Saya adalah pribadi yang mandiri, dan mampu berkomunikasi secara informatif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelanggaran Hukum dan Etika pada Penyiaran Televisi: Studi Kasus Program "86" Tahun 2021 terkait Pelanggaran Privasi kepada Warga Setempat

21 Juli 2022   22:40 Diperbarui: 21 Juli 2022   23:27 4254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sedangkan penyelenggara penyiaran terbagi menjadi 4 (empat), yaitu lembaga penyiaran publik, swsat, komunitas, dan berlangganan yang dalam menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya harus berpedoman pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya ketika kita membahas hukum penyiaran, tidak lupa di dalamnya terdapat kode etik yang mengatur etika dalam suatu penyiaran, untuk lebih jelasnya kode etika  adalah norma dan asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku. Kode Etik Jurnalistik adalah standar nilai yang harus dijadikan acuan bagi wartawan dalam menjalankan profesi kewartawanan. 

Etika jurnalistik ini tidak hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan si jurnalis bersangkutan, tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan khalayak masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan dari tindakan atau perilaku keliru dari si jurnalis bersangkutan.

Kaitan dengan kasus yang Saya ambil adalah, menurut Saya dengan adanya Hukum dan Kode Etik penyiaran sangat membantu memfilter tayangan-tayangan yang seharusnya tidak disiarkan. Dari penjelasan kasus di atas. Juru bicara Kompolnas Poengky Indarti menyatakan bahwa surat perintah, merupakan upaya keliru. 

“Bahkan di KUHAP, untuk penyitaan barang yang diduga berkaitan dengan kejahatan saja harus dengan izin pengadilan” ucapnya, beliau juga menambahkan kalau pemeriksaan juga di haruskan ada surat perintah, tidak boleh main ambil begitu saja. Apalagi jika polisi hanya melakukan Razia, tidak boleh seenaknya melanggar privasi seseorang. Itu namanya Tindakan arogan dan pastinya melanggar hukum.

Direktur Eksekutif, Elsam, Wahyudi Djafar juga membantu mengingatkan bahwa perbuatan yang dinilai sebagai kejahatan adalah akses ilegal terhadap orang lain dengan sengaja atau tanpa hak. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 30 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Dalam kasus polisi, penggeledahan adalah upaya paksa dalam rangka melakukan pemeriksaan sesuai Pasal 32 KUHAP. Penggeledahan harus melalui persetujuan ketua pengadilan setempat. 

Selain itu, penggeledahan adalah bagian dari proses penyidikan sehingga harus ada dugaan tindak pidana yang disidik. Wahyudi juga mengkritik polisi yang menyamakan identitas dan telepon genggam. Ponsel adalah ranah data pribadi yang harus dilindungi. 

Tindakan mengakses ponsel bisa dilakukan saat proses penyidikan. Meskipun pemerintah belum mempunyai UU Perlindungan Data Pribadi, tapi Pasal 26 UU ITE menjelaskan kewajiban semua pihak untuk menghormati dan melindungi hak atas privasi seseorang dalam hukum Indonesia. 

Hal ini dapat mendorong agar polisi menghormati dan melindungi hak atas privasi dalam segala tindak kepolisian, termasuk upaya paksa; serta mendorong Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengevaluasi pelaksanaan tayangan kepolisian.

Namun, apakah KPI sudah mengawasi dan mengevaluasi secara benar dan adil?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun