Mohon tunggu...
Anis alya
Anis alya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

...

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Skripsi Ratio Decidendi dalam Putusan Pembatalan Perkawinan akibat Pemalsuan Identitas Suami

2 Juni 2024   11:49 Diperbarui: 2 Juni 2024   12:04 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RATIO DECIDENDI DALAM PUTUSAN PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN IDENTITAS SUAMI 

(Analisis Putusan Pengadilan Agama Sragen Nomor Perkara 0257/Pdt.G/2021/PA.Sr)

Penulis Skripsi: Toha Amirudin Wasis Among Rogo

Review skripsi oleh Anis Alya Auni dengan NIM 222121187

Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia

I. Pendahuluan

Skripisi ini ditulis oleh Toha Amirudin Wasis Among Rogo, menghadirkan sebuah pembahasan yang mendalam mengenai konsep ratio decidendi dalam konteks hukum perkawinan di Indonesia. Dengan mengambil kasus pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Sragen, penulis berupaya mengungkap apa alasan hakim Pengadilan Agama Sragen memutus gugatan pembatalan perkawinan walaupun telah lewat 6 bulan. Dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 174 Tentang Perkawinan, dinyatakan bahwa apabila dalam sautu perkawinan terdapat syarat-syarat yang tidak terpenuhi, maka para pihak dapat mengajukan pembatalan perkawinan. Syarat-syarat perkawinan dalam Undang-Undang ini disebutkan pada Pasal yaitu: Tidak berada dalam ikkatan perkawinan lain (Pasal 9).

Modus yang kerap dijalankan yaitu dengan menyatakan dirinya sebagai lajang baik jejaka ataupun duda, dan menyembunyikan status perkawinan aslinya dengan tujuan agar dapat menikahi calon pasangannya. Dalam menjalankan modusnya, perbuatan tersebut diwujudkan dalam bentuk pemalsuan data pada berkas-berkas pencatatan nikahnya berupa KTP, Kartu Keluarga, Surat Pengantar Nikah serta berkas lainnya.

Contoh konkret dari modus sebagaimana diatas adalah dialami oleh seorang istri yang berinisial NH. NH ini menikah pada tanggal 26 Februari 2019 kemudian, pada tanggal 9 Februari 2020 sang Istri ini kedatangan tamu yang membawa bukti berupa Akta Perkawinan yang menunjukkkan bahwa suaminya itu telah menikah dan masih terikat dalam perkawinan dengan istri sah sebelumm menikah dengannya, akan tetapi sang suami menutupi hal tersebut. Kemudian karena hal tersebut, NH merasa tidak terima dan mengajukan gugatan pembatalan perkawinan pada 4 Januari 2021.

 Dalam ketentuan pasal 27 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dijelaskan bahwa apabila terjadi salah sangka tentang diri suami atau istri maka pasangan dapat mengajukan pembatalan perkawinan dalam jangka 6 bulan jika si salah sangka menyadari keadaannya serta suami istri masih hidup, dan apabila telah lewat dari batas waktu 6 bulan maka gugurlah haknya mengajukan pembatalan perkawinan.

Akan tetapi dalam putusan nomor 0257/Pdt.G/2021/PA.Sr hakim Pengadilan Agama Sragen memutus Kabul gygatan pembatalan perkawinan yang diajukan oleh NH walaupun telah lewat batas 6 bulan yaitu penggugat mengetahui status asli perkawinan suaminya pada tanggal 09 Februari 2020, sedangkan ia baru mengajukan gugatannya ke Pengadilan Agama Sragen 04 Januari 2021. Jika merujuk pada undang-undang perkawinan pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 tahun 174, seharusnya penggugat telah kehilangan haknya untuk mengajukan pembatalan perkawinan, serta hakim Pengadilan Agama Sragen tidak memutus Kabul permohonan tersebut.

II. Alasan Mengapa Memilih Judul Skripsi untuk direview

1.Relevansi dan Keaktualan Kasus: Pemalsuan identitas dalam perkawinan adalah masalah nyata dan sering terjadi di masyarakat. Kasus Nurul Hidayati vs. Surya Ary Wibawa merupakan contoh konkret dari persoalan ini, sehingga studi ini relevan dan aktual untuk memberikan pemahaman lebih mendalam tentang fenomena tersebut.

2. Kepentingan Akademis dan Hukum: Penelitian ini dapat memperkuat teori tentang pembatalan perkawinan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Selain itu, skripsi ini memberikan kontribusi akademis penting bagi mahasiswa hukum dan syariah, terutama di bidang hukum keluarga.

3. Unsur Keadilan Substantif: Keputusan hakim yang tetap mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan meskipun telah melewati batas waktu yang ditentukan undang-undang menonjolkan aspek keadilan substantif. Meneliti pertimbangan ini dapat mengungkap cara-cara penegakan hukum yang lebih manusiawi dan adil.

4. Analisis Ratio Decidendi: Fokus pada ratio decidendi dalam putusan pengadilan memberikan wawasan tentang pertimbangan hakim yang mencakup aspek yuridis dan non-yuridis. Analisis ini bermanfaat untuk memahami bagaimana hakim mencapai keputusan yang adil, serta metode penemuan hukum yang mereka gunakan.

5. Penemuan Hukum oleh Hakim: Studi ini menyoroti metode penemuan hukum yang digunakan oleh hakim, termasuk metode subsumtif dan interpretasi interdisipliner. Hal ini penting untuk menunjukkan bagaimana hakim menangani kasus-kasus kompleks yang tidak secara eksplisit diatur oleh undang-undang.

6. Kontribusi bagi Praktik Peradilan: Dengan menganalisis putusan ini, penelitian memberikan rekomendasi praktis bagi para hakim dalam menangani kasus serupa di masa mendatang, serta saran untuk meningkatkan verifikasi identitas di Kantor Urusan Agama (KUA).

7. Perbandingan dengan Penelitian Terdahulu: Meskipun ada penelitian sebelumnya tentang pembatalan perkawinan, skripsi ini menawarkan perspektif baru dengan fokus pada ratio decidendi dan metode penemuan hukum. Hal ini membedakan penelitian ini dari karya sebelumnya dan menambah dimensi baru dalam studi hukum keluarga. Dengan alasan-alasan di atas, judul skripsi ini dipilih untuk direview karena menawarkan analisis yang mendalam dan relevan terhadap masalah yang aktual dan signifikan dalam bidang hukum keluarga, serta memberikan kontribusi teoretis dan praktis yang berharga bagi akademisi dan praktisi hukum.

III. PEMBAHASAN

Latar belakang skripsi ini menjelaskan tentang ketentuan pembatalan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 22 dan Pasal 9 yang menyebutkan bahwa perkawinan bisa dibatalkan jika ada syarat yang tidak terpenuhi, seperti tidak dalam ikatan perkawinan lain. Namun, kasus pemalsuan identitas sering terjadi, dimana seseorang menyembunyikan status perkawinannya untuk menikah lagi, seperti yang dialami oleh Nurul Hidayati Binti E. Wandiyono. Nurul merasa tertipu oleh suaminya, Surya Ary Wibawa, yang mengaku jejaka padahal sudah menikah. Setelah mengetahui kenyataan tersebut, Nurul mengajukan gugatan pembatalan perkawinan ke Pengadilan Agama Sragen, meski melebihi batas waktu 6 bulan yang ditentukan Pasal 27 UU Perkawinan. Hakim tetap mengabulkan gugatan tersebut demi keadilan, meski seharusnya hak Nurul sudah gugur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alasan hakim dalam memutus perkara tersebut meskipun telah melewati batas waktu yang ditetapkan undang-undang.

Skripsi ini terdapat 7 BAB. Pada BAB I adalah pendahuluan yang meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 

Latar belakang skripsi ini menjelaskan tentang ketentuan pembatalan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 22 dan Pasal 9 yang menyebutkan bahwa perkawinan bisa dibatalkan jika ada syarat yang tidak terpenuhi, seperti tidak dalam ikatan perkawinan lain. Namun, kasus pemalsuan identitas sering terjadi, dimana seseorang menyembunyikan status perkawinannya untuk menikah lagi, seperti yang dialami oleh Penggugat (Istri). Penggugat merasa tertipu oleh suaminya, Tergugat, yang mengaku jejaka padahal sudah menikah. Setelah mengetahui kenyataan tersebut, Nurul mengajukan gugatan pembatalan perkawinan ke Pengadilan Agama Sragen, meski melebihi batas waktu 6 bulan yang ditentukan Pasal 27 UU Perkawinan. Hakim tetap mengabulkan gugatan tersebut demi keadilan, meski seharusnya hak Penggugat sudah gugur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alasan hakim dalam memutus perkara tersebut meskipun telah melewati batas waktu yang ditetapkan undang-undang.

Penulis menyusun rumusan masalah yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut:

  • Bagaimana Ratio Decidendi dalam putusan pembatalan perkawinan akibat pemalsuan identitas suami di Pengadilan Agama Sragen atas perrkara Nomor 0257/Pdt.G/2020/Pa.Sr?
  • Bagaimana metode penemuan hukum yang digunakan oleh hakim Pengadilan Agama Sragen dalam memutus perkara nomor 0257/Pdt.G/2020/Pa.Sr Perihal Pmebatalan Perkawinan?

Kemudian tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu:

  • Menjelaskan Ratio Decidendi dalam putusan pembatalan perkawinan karena pemalsuan identitas diri karena pemalsuan identitas suami di Pengadilan Agama Sragen atas perrkara Nomor 0257/Pdt.G/2020/Pa.Sr
  • Menjelaskan metode apa yang digunakan dalam penemuan hukum oleh Hakim Pengadilan Agama Sragen dalam memutus perkara nomor 0257/Pdt.G/2020/Pa.Sr Perihal Pmebatalan Perkawinan.

Penelitian ini diharapkan diharapkan untuk memberikan manfaat. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memperkuat teori tentang pembatalan perkawinan yang sudah ada, sebagaimana diatur dalam pasal 27 Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan pasal 70-76 KHI. Lalu, manfaat praktisnya yaitu penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat berupa bahan rujukan untuk mahasiswa fakultas syariah UIN Raden Mas Said Surakarta dan mahasiswa hukum lainnya.

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah  

  • Teori pembatalan perkawinan

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pembatalan perkawinan terjadi jika syarat-syarat perkawinan tidak dipenuhi, dan keputusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap yang berlangsung sejak perkawinan berlangsung. Menurut KHI pembatalan dapat dilakukan jika ditemukan pelanggaran setelah perkawinan sah, seperti poligami tanpa izin atau pernikahan dalam masa iddah. Pihak yang dapat mengajukan pembatalan termasuk keluarga, suami atau istri, dan pejabat berwenang.

  • Teori Ratio Decidendi

Hakim membuat pertimbangan berdasarkan aspek yuridis (fakta hukum, keterangan saksi, dll) dan non-yuridis (latar belakang, kondisi terdakwa, dll) dengan tujuan menegakkan hukum dan memberikan keadilan substantif.

  • Teori penafsiran hukum

Metode interprestasi, yaitu memaha,I makna teks hukum melalui berbagai metode seperti gramatikal, historis, dan teologis. Metode konstruksi yaitu termasuk metode analogi untuk menafsirkan dan mengisi kekosongan hukum.

 Tinjauan Pustaka

Penelitian ini meneiliti pembatalan perkawinan karena pemalsuan identitas, dengan fokus pada kasus di Pengadilan Agma Sragen. Meskipun banyak penelitian sebelumnya telah membahas topik serupa, ada beberapa aspek unik dari penelitian ini yang membedakannya.

Yang pertama, skripsi Siwi Mettarini (2020). Mmebahas pembatalan perkawinan di Pengadilan Agma Bantu karena pemalsuan identitas oleh suami. Fokus pada akibat hukum. Penelitian saat ini berbeda karena memfokuskan pada pertinbangan hakim, terutama terkait batas daluwarsa. Kedua, skripsi Elviandi Azhari (2020). Meneliti pemalsuan identitas dalam perkawinan poligami. Fokus pada izin istri dan pengadilan. Penelitian ini berbeda karena fokus pada pemalsuan status lajang, bukan izin poligami. Ketiga, skripsi Risqi Adil Harahap (2021) membahas pembatalan perkawinan karena paksaan dan ancaman. Fokus pada pertimbangan hukum hakim. Penelitian saat ini berbeda karena fokus pada metode penemuan hukum hakim di Pengadilan Agama Sragen. Keempat, Jurnal Muhammad Jazil Rifqi (2019) meneliti penegakan hukum terhadap pemalsuan identitas dalam pembatalan perkawinan. Analisis menggunakan teori sistem hukum.penelitian saat ini menggunakan pendekatan normatif dalam undang-undang perkawinan serta KHI. Kelima, jurnal Janner Damanik (2022) mebahas pembatalan perkawinan akibat pemalsuan identitas dengan fokus pada kartu identitas ganda. Fokus pada akibat hukum terhadap anak dan harta. Penelitian saat ini berbeda karena kasusnya di Pengadilan Agama Sragen dan fokus  pada status lajang. Dan terakhir tesis Derta Nur Anita,meneliti ratio decidendi hakim Mahkamah Konstitusi terkait pemilu serentak. Fokus pada putusan MK. Penelitian saat ini fokus pada ratio decidendi hakim di Pengadilan Agama dalam kasus pembatalan perkawinan.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini merupakanpenelitian kualitatif literer atau penelitiaan hukum normatif. Pendekatan penelitian ini berupa pendekatan analisis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data terdapat dokumentasi dan wawancara. Teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi.

BAB II membahas teori pembatalan perkawinan, ratio decidendi putusan hakim dan penemuan hukum. 

  • Pembatalan Perkawinan
  • Pembatalan Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 22 dinyatakan bahwa "Perkawinan dapat batal, apabila para pihak tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan." Undang-undang tersebut menyatakan bahwa "pernikahan dapat dibatalkan," yang berarti bahwa pembatalan tidak selalu otomatis. Perkawinan dianggap batal setelah keputusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak perkawinan berlangsung. Dengan adanya keputusan pengadilan yang menetapkan bahwa perkawinan dibatalkan, perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada meskipun sudah berlangsung cukup lama.

Pembatalan perkawinan juga diatur dalam Pasal 27 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1975, yang menyatakan bahwa perkawinan yang melanggar hukum munakahat atau peraturan perundang-undangan tentang perkawinan dapat dibatalkan oleh Pengadilan Agama sesuai permohonan pihak yang berkepentingan. Hanya orang-orang tertentu yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang Perkawinan, yaitu:

1) Keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri.

2) Suami atau istri.

3) Pejabat yang berwenang selama perkawinan belum diputuskan.

4) Pejabat yang ditunjuk sesuai ayat (2) Pasal 16 Undang-Undang ini dan setiap orang yang memiliki kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut setelah perkawinan putus.

Alasan-alasan pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 26-27 Undang-Undang Perkawinan, antara lain:

1) Perkawinan yang dilangsungkan di hadapan pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang.

2) Wali nikah yang tidak sah.

3) Perkawinan tanpa kehadiran dua orang saksi.

4) Perkawinan yang dilakukan di bawah ancaman yang melanggar hukum.

5) Salah sangka mengenai identitas suami atau istri pada saat perkawinan berlangsung.

6) Pelanggaran perjanjian perkawinan.

  • Pembatalan Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur pembatalan perkawinan dalam Bab XI Pasal 70, yang menjelaskan bahwa pembatalan perkawinan merupakan batalnya suatu perkawinan yang penyebabnya baru diketahui atau terjadi setelah perkawinan tersebut sah menurut hukum agama Islam maupun hukum Negara Indonesia.

Pembatalan perkawinan dapat terjadi jika:

1) Suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama.

2) Perempuan yang dinikahi masih menjadi istri pria lain yang mafqud.

3) Perempuan yang dinikahi masih dalam masa iddah dari suami lain.

4) Perkawinan melanggar batas umur sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU Perkawinan.

5) Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau oleh wali yang tidak berhak.

6) Perkawinan dilakukan dengan paksaan.

Hanya pihak-pihak tertentu yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan menurut Pasal 73 KHI, yaitu:

1) Keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau istri.

2) Suami atau istri.

3) Pejabat yang berwenang terkait pelaksanaan perkawinan.

  • Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan

Pembatalan perkawinan mengakibatkan terputusnya hubungan hukum suami istri dan menjadikan segala sesuatu yang dahulunya sah menjadi tidak sah. Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa "Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan." Meskipun perkawinan dibatalkan, status anak yang dilahirkan tetap sah dan tidak memutuskan hubungan hukum antara anak dan orang tuanya.

  • Kajian Umum Tentang Dasar Pertimbangan Hakim atau Ratio Decidendi
  • Pengertian Dasar Pertimbangan atau Ratio Decidendi

Sebelum memutuskan suatu perkara, hakim membuat pertimbangan yang dikenal sebagai Ratio Decidendi atau alasan yang menjadi dasar sebelum memutus perkara, yang mencakup pertimbangan yuridis dan sosiologis. Pertimbangan yuridis didasarkan pada fakta-fakta yuridis dalam persidangan, sementara pertimbangan sosiologis mencakup latar belakang, akibat perbuatan terdakwa, kondisi diri terdakwa, dan agama terdakwa.

  • Pengertian Hakim

Hakim dalam bahasa Arab disebut Hakam, yang berarti maha bijaksana dan maha adil. Hakim diharapkan memberikan rasa adil dan bijaksana dalam menyelesaikan masalah hukum. Menurut Pasal 1 angka 8 KUHAP, hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberikan wewenang oleh undang-undang. Pasal 1 angka 9 KUHAP menambahkan bahwa mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak.

  • Hal-hal yang dipertimbangkan dalam putusan

Dalam menegakkan hukum, hakim harus memperhatikan tiga unsur utama:

a. Kepastian hukum (rechtssicherheit)

b. Kemanfaatan (Zweckmigkeit)

c. Keadilan (Gerechtigkeit)

Kepastian hukum bertujuan melindungi kepentingan manusia agar hukum dapat dilaksanakan dengan tertib. Kemanfaatan menekankan bahwa hukum harus memberikan manfaat bagi masyarakat. Keadilan memastikan bahwa penegakan hukum memperhatikan keadilan bagi semua pihak. Hakim harus menyeimbangkan ketiga unsur tersebut dalam penemuan hukum.

  • Kekuasaan Kehakiman di Indonesia

Kekuasaan kehakiman berasal dari teori Trias Politica yang membagi kekuasaan negara menjadi tiga bagian: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menegakkan keadilan dan hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hakim memiliki tugas pokok dalam bidang peradilan, tugas yuridis memberi keterangan hukum kepada lembaga negara, dan tugas akademis/ilmiah dalam memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

  • Penemuan Hukum
  • Definisi Penemuan Hukum

Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim untuk menemukan hukum dalam peristiwa konkret. Hakim harus mencari dan menemukan hukum (rechtsvinding) ketika undang-undang tidak jelas atau tidak ada.

  • Dasar Hukum Positif Penemuan Hukum

Dasar hukum positif dalam penemuan hukum diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) dan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 10 Ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili suatu perkara dengan alasan hukum tidak ada atau kurang jelas.

Penemuan hukum oleh hakim mencakup tidak hanya konteks tekstual dari undang-undang tetapi juga sumber hukum lainnya. Dalam hukum Islam, penemuan hukum dikenal dengan istilah "ijtihad," yang berarti mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan hukum syara' dari dalil-dalil syara' secara terinci. Ijtihad dilakukan dalam hal-hal yang syara' tidak menetapkannya secara jelas dan pasti. Dasar ijtihad berdasar pada ayat Al-Qur'an, seperti dalam Surat Al-Hasyr (59): 2, yang mendorong untuk mengambil pelajaran dan menetapkan hukum dalam masalah yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.

BAB III membahas Deskripsi Putusan Pengadilan Agama Sragen Nomor 0257/Pdt.G/2021/Pa Sr dan Putusan Pengadilan Negeri Sragen Nomor 103/Pid.B/2020/PN.Sgn

A. Deskripsi Putusan Pengadilan Agama Sragen Nomor 0257/Pdt.G/2021/Pa Sr

1. Identitas Para Pihak. Disini menguraikan identitas para pihak yang diantaranya Penggugat (Istri) , Tergugat (Suami, hakim, panitera pengganti dan saksi-saksi

2. Duduk Perkara

Penggugat mengajukan gugatan pembatalan perkawinan dengan Tergugat yang menikah pada tanggal 26 Februari 2019. Setelah menikah, pengggat menemukan bahwa Tergugat sudah menikah dengan orang lain sebelum menikah dengannya. Bukti perkawinan sebelumnya adalah Akta Perkawinan Nomor 140/019/V/2017 tertanggal 12 Mei 2017 dari Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Sukabumi. Nurul mengajukan gugatan pada tanggal 4 Januari 2021 dan perkara diputuskan pada tanggal 9 Februari 2021.

3. Gugatan

Penggugat menuntut pembatalan perkawinan dengan Tergugat dan pembatalan Akta Perkawinan Nomor 0067/30/II/2019 dari Kantor Urusan Agama Sumberlawang. Penggugat juga meminta penetapan biaya perkara.

4. Pertimbangan

- Hukum: Berdasarkan Pasal 73 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Pasal 22 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Pasal 72 Ayat 2 dan 3 Kompilasi Hukum Islam.

- Fakta Persidangan: Penggugat memberikan bukti P3 dan dua saksi. Tergugat terbukti memalsukan identitas dengan mengaku jejaka padahal sudah menikah dan memiliki anak.

5. Amar Putusan

Hakim memutuskan untuk membatalkan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat serta menyatakan Akta Perkawinan Nomor 0067/30/II/2019 tidak berkekuatan hukum. Biaya perkara sebesar Rp. 360.000,00 dibebankan kepada Penggugat.

B. Deskripsi Putusan Pengadilan Negeri Sragen Nomor 103/Pid.B/2020/PN.Sgn

1. Identitas Para Pihak. Diantaranya adalah identitas terdakwa, Hakim Ketua, Hakim Anggota, Panitera Pengganti, Penuntut Umum, dan Saksi-saksi

2. Duduk Perkara

   Terdakwa menikah dengan saksi (Istri pertama) pada tanggal 12 Mei 2017 dan kemudian menikahi istri kedua (Penggugat) pada tanggal 26 Februari 2019 menggunakan surat-surat palsu untuk menyembunyikan perkawinan sebelumnya. Terdakwa memalsukan KTP dan KK serta meminta pembuatan surat-surat perkawinan palsu melalui Sukiman (DPO).

3. Dakwaan: Pasal 279 ayat (2) KUHP "Kejahatan terhadap asal usul perkawinan". Pasal 263 ayat (2) KUHP "Menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli."

4. Pertimbangan

   - Hukum: Terdakwa melanggar Pasal 279 ayat (2) KUHP dan Pasal 263 ayat (2) KUHP.

   - Fakta Persidangan: Terdakwa memalsukan dokumen untuk menikahi Nurul Hidayati tanpa izin dari istri sahnya, Linda Rahmi. Terdakwa juga memanfaatkan pinjaman bank yang diajukan oleh Nurul Hidayati.

5. Amar Putusan

Pengadilan Negeri Sragen memutuskan bahwa Terdakwa bersalah atas penggunaan surat palsu dan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan.

BAB IV skripsi ini membahas tentang analisis putusan pembatalan perkawinan oleh Pengadilan Agama Sragen dalam perkara nomor 0257/Pdt.G/2020/Pa.Sr. Penulis mengkaji pertimbangan hukum yang digunakan hakim dalam memutuskan perkara ini, terutama yang terkait dengan pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan batas waktu 6 bulan untuk mengajukan pembatalan perkawinan.

Analisis Ratio Decidendi. Hakim dalam perkara ini memutuskan bahwa Pemohon, Nurul Hidayati, tidak kehilangan haknya untuk mengajukan pembatalan perkawinan meskipun telah melampaui batas waktu 6 bulan setelah mengetahui status sebenarnya dari Termohon, Surya Ary Wibowo. Beberapa pertimbangan yuridis yang diambil hakim meliputi:

1. Kompetensi Relatif: Hakim menyatakan bahwa mereka berhak menangani perkara ini karena Pemohon berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Agama Sragen.

2. Pembuktian: Pemohon berhasil membuktikan bahwa pernikahannya dengan Termohon sah dan didukung oleh saksi-saksi yang valid. Termohon tidak memberikan bantahan terhadap dalil-dalil yang disampaikan.

3. Putusan Pidana: Hakim mempertimbangkan putusan pidana Nomor 103/Pid.B/2020/PN.Sgn yang menyatakan Termohon bersalah melakukan pemalsuan surat untuk melangsungkan perkawinan. Tanggal putusan pidana ini dianggap sebagai awal Pemohon mengetahui keadaan sebenarnya Termohon, sehingga batas waktu 6 bulan belum terlewati.

Pertimbangan Non-Yuridis. Hakim juga mempertimbangkan kerugian materiil yang dialami Pemohon akibat perbuatan Termohon dan status perkawinan yang tidak sah secara hukum sejak awal. Faktor lain termasuk status Pemohon yang masih gadis dan belum memiliki anak, yang memberikan peluang lebih baik untuk masa depan Pemohon.

Metode Penemuan Hukum. Penulis mengidentifikasi metode penemuan hukum yang digunakan oleh hakim, yaitu:

1. Metode Subsumptif: Penerapan langsung teks undang-undang terhadap kasus, di mana hakim menerapkan ketentuan Pasal 27 Peraturan Menteri Agama dan Pasal 26-27 Undang-Undang Perkawinan.

2. Interpretasi Interdisipliner: Penggunaan putusan pidana sebagai bahan pertimbangan dalam perkara perdata, menunjukkan pendekatan yang melibatkan berbagai disiplin ilmu hukum untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum.

Secara keseluruhan, BAB IV ini memberikan analisis yang mendalam tentang pertimbangan yuridis dan non-yuridis serta metode penemuan hukum yang digunakan hakim dalam memutuskan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Sragen. Hakim dinilai berhasil mencapai keadilan substantif dengan mempertimbangkan bukti-bukti otentik dan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan Termohon terhadap Pemohon.

Review Bab V: Penutup

Bab V skripsi ini menyajikan kesimpulan dan saran dari penelitian yang dilakukan. Berikut adalah poin-poin utama dari bab ini:

 A. Simpulan

1. Gugatan Pembatalan Perkawinan:

   - Hasil Putusan: Pengadilan Agama Sragen mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan dalam perkara nomor 0257/Pdt.G/2020/Pa.Sr meskipun pengajuan gugatan dilakukan lebih dari 6 bulan setelah Pemohon mengetahui status asli Termohon.

   -Pertimbangan Yuridis: Pemohon berhasil membuktikan dasar hukum gugatan pembatalan dengan bukti otentik termasuk putusan pidana.

   - Pertimbangan Non-Yuridis: Hakim mempertimbangkan kerugian materil yang dialami Pemohon, latar belakang permasalahan, dan status perkawinan yang tidak sah sejak awal untuk mencapai keadilan bagi Pemohon.

2. Metode Penemuan Hukum:

   - Interpretasi Subsumptif: Penerapan langsung ketentuan Undang-Undang Perkawinan terkait pelanggaran hukum dalam perkawinan.

   - Interpretasi Interdisipliner: Menggunakan putusan pidana sebagai pertimbangan dalam perkara perdata untuk menentukan bahwa Pemohon belum kehilangan haknya mengajukan gugatan.

B. Saran

1. Rujukan Hakim: Pertimbangan hakim dalam perkara ini bisa dijadikan acuan bagi hakim lain dalam kasus serupa untuk tidak hanya mempertimbangkan aspek yuridis-normatif, tetapi juga faktor sosiologis para pihak.

2. Verifikasi Identitas di KUA: Pemalsuan identitas dalam pencatatan perkawinan dapat dihindari dengan verifikasi yang lebih ketat dan kehati-hatian dari pihak KUA dan calon pasangan sebelum melakukan perkawinan.

Secara keseluruhan, Bab V menegaskan pentingnya pertimbangan yuridis dan non-yuridis dalam mencapai keputusan yang adil dan relevansi metode penemuan hukum dalam memutuskan perkara pembatalan perkawinan. Bab ini juga memberikan saran praktis untuk mencegah pemalsuan identitas dalam pencatatan perkawinan.

IV. Rencana skripsi yang akan saya tulis 

adalah tentang perjanjian pranikah dalam pandangan anak muda. Dalam konteks Indoesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, hukum Islam memainkan peran yang signifikan dalam regulasi pernikahan, termasuk perjanjian pranikah. Namun, hukum negara juga memiliki peran penting dalam mengatur hal tersebut. Oleh karena itu penting untuk memahami bagaimana pemahaman anak muda terhadap perjanjian pranikah dari kedua perspektif hukum tersebut. Saya argumen saya menulis ini karena, perjanjian pranikah, atau prenuptial agreement, telah menjadi topik yang semakin relevan di kalangan anak muda, khususnya mereka yang memiliki pandangan terbuka terhadap berbagai aspek kehidupan pernikahan. Anak muda merupakan kelompok yang berpotensi menjadi pemangku kepentingan utama dalam isu pernikahan dan perjanjian pra nikah. Mereka memiliki pandangan yang unik dan mewakili perspektif generasi masa depan terhadap pernikahan, baik dari segi hukum negara maupun hukum Islam. Namun, masih sedikit penelitian yang secara komprehensif menggali pandangan anak muda mengenai perjanjian pra nikah dengan memperhatikan kedua perspektif hukum tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun