3. Putusan Pidana: Hakim mempertimbangkan putusan pidana Nomor 103/Pid.B/2020/PN.Sgn yang menyatakan Termohon bersalah melakukan pemalsuan surat untuk melangsungkan perkawinan. Tanggal putusan pidana ini dianggap sebagai awal Pemohon mengetahui keadaan sebenarnya Termohon, sehingga batas waktu 6 bulan belum terlewati.
Pertimbangan Non-Yuridis. Hakim juga mempertimbangkan kerugian materiil yang dialami Pemohon akibat perbuatan Termohon dan status perkawinan yang tidak sah secara hukum sejak awal. Faktor lain termasuk status Pemohon yang masih gadis dan belum memiliki anak, yang memberikan peluang lebih baik untuk masa depan Pemohon.
Metode Penemuan Hukum. Penulis mengidentifikasi metode penemuan hukum yang digunakan oleh hakim, yaitu:
1. Metode Subsumptif: Penerapan langsung teks undang-undang terhadap kasus, di mana hakim menerapkan ketentuan Pasal 27 Peraturan Menteri Agama dan Pasal 26-27 Undang-Undang Perkawinan.
2. Interpretasi Interdisipliner: Penggunaan putusan pidana sebagai bahan pertimbangan dalam perkara perdata, menunjukkan pendekatan yang melibatkan berbagai disiplin ilmu hukum untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum.
Secara keseluruhan, BAB IV ini memberikan analisis yang mendalam tentang pertimbangan yuridis dan non-yuridis serta metode penemuan hukum yang digunakan hakim dalam memutuskan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Sragen. Hakim dinilai berhasil mencapai keadilan substantif dengan mempertimbangkan bukti-bukti otentik dan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan Termohon terhadap Pemohon.
Review Bab V: Penutup
Bab V skripsi ini menyajikan kesimpulan dan saran dari penelitian yang dilakukan. Berikut adalah poin-poin utama dari bab ini:
 A. Simpulan
1. Gugatan Pembatalan Perkawinan:
  - Hasil Putusan: Pengadilan Agama Sragen mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan dalam perkara nomor 0257/Pdt.G/2020/Pa.Sr meskipun pengajuan gugatan dilakukan lebih dari 6 bulan setelah Pemohon mengetahui status asli Termohon.