Mohon tunggu...
Anis alya
Anis alya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

...

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Skripsi Ratio Decidendi dalam Putusan Pembatalan Perkawinan akibat Pemalsuan Identitas Suami

2 Juni 2024   11:49 Diperbarui: 2 Juni 2024   12:04 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini merupakanpenelitian kualitatif literer atau penelitiaan hukum normatif. Pendekatan penelitian ini berupa pendekatan analisis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data terdapat dokumentasi dan wawancara. Teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi.

BAB II membahas teori pembatalan perkawinan, ratio decidendi putusan hakim dan penemuan hukum. 

  • Pembatalan Perkawinan
  • Pembatalan Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 22 dinyatakan bahwa "Perkawinan dapat batal, apabila para pihak tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan." Undang-undang tersebut menyatakan bahwa "pernikahan dapat dibatalkan," yang berarti bahwa pembatalan tidak selalu otomatis. Perkawinan dianggap batal setelah keputusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak perkawinan berlangsung. Dengan adanya keputusan pengadilan yang menetapkan bahwa perkawinan dibatalkan, perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada meskipun sudah berlangsung cukup lama.

Pembatalan perkawinan juga diatur dalam Pasal 27 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1975, yang menyatakan bahwa perkawinan yang melanggar hukum munakahat atau peraturan perundang-undangan tentang perkawinan dapat dibatalkan oleh Pengadilan Agama sesuai permohonan pihak yang berkepentingan. Hanya orang-orang tertentu yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang Perkawinan, yaitu:

1) Keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri.

2) Suami atau istri.

3) Pejabat yang berwenang selama perkawinan belum diputuskan.

4) Pejabat yang ditunjuk sesuai ayat (2) Pasal 16 Undang-Undang ini dan setiap orang yang memiliki kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut setelah perkawinan putus.

Alasan-alasan pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 26-27 Undang-Undang Perkawinan, antara lain:

1) Perkawinan yang dilangsungkan di hadapan pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun