-Pertimbangan Yuridis: Pemohon berhasil membuktikan dasar hukum gugatan pembatalan dengan bukti otentik termasuk putusan pidana.
  - Pertimbangan Non-Yuridis: Hakim mempertimbangkan kerugian materil yang dialami Pemohon, latar belakang permasalahan, dan status perkawinan yang tidak sah sejak awal untuk mencapai keadilan bagi Pemohon.
2. Metode Penemuan Hukum:
  - Interpretasi Subsumptif: Penerapan langsung ketentuan Undang-Undang Perkawinan terkait pelanggaran hukum dalam perkawinan.
  - Interpretasi Interdisipliner: Menggunakan putusan pidana sebagai pertimbangan dalam perkara perdata untuk menentukan bahwa Pemohon belum kehilangan haknya mengajukan gugatan.
B. Saran
1. Rujukan Hakim: Pertimbangan hakim dalam perkara ini bisa dijadikan acuan bagi hakim lain dalam kasus serupa untuk tidak hanya mempertimbangkan aspek yuridis-normatif, tetapi juga faktor sosiologis para pihak.
2. Verifikasi Identitas di KUA: Pemalsuan identitas dalam pencatatan perkawinan dapat dihindari dengan verifikasi yang lebih ketat dan kehati-hatian dari pihak KUA dan calon pasangan sebelum melakukan perkawinan.
Secara keseluruhan, Bab V menegaskan pentingnya pertimbangan yuridis dan non-yuridis dalam mencapai keputusan yang adil dan relevansi metode penemuan hukum dalam memutuskan perkara pembatalan perkawinan. Bab ini juga memberikan saran praktis untuk mencegah pemalsuan identitas dalam pencatatan perkawinan.
IV. Rencana skripsi yang akan saya tulisÂ
adalah tentang perjanjian pranikah dalam pandangan anak muda. Dalam konteks Indoesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, hukum Islam memainkan peran yang signifikan dalam regulasi pernikahan, termasuk perjanjian pranikah. Namun, hukum negara juga memiliki peran penting dalam mengatur hal tersebut. Oleh karena itu penting untuk memahami bagaimana pemahaman anak muda terhadap perjanjian pranikah dari kedua perspektif hukum tersebut. Saya argumen saya menulis ini karena, perjanjian pranikah, atau prenuptial agreement, telah menjadi topik yang semakin relevan di kalangan anak muda, khususnya mereka yang memiliki pandangan terbuka terhadap berbagai aspek kehidupan pernikahan. Anak muda merupakan kelompok yang berpotensi menjadi pemangku kepentingan utama dalam isu pernikahan dan perjanjian pra nikah. Mereka memiliki pandangan yang unik dan mewakili perspektif generasi masa depan terhadap pernikahan, baik dari segi hukum negara maupun hukum Islam. Namun, masih sedikit penelitian yang secara komprehensif menggali pandangan anak muda mengenai perjanjian pra nikah dengan memperhatikan kedua perspektif hukum tersebut.