Mohon tunggu...
Aisyah Safitri Hayati
Aisyah Safitri Hayati Mohon Tunggu... Guru - Teacher, Instructor, Asesor and Writer

Aktif mengajar di SMKN 31 Jakarta, Instruktur dan asesor di LSP P2KPTK2 Jakarta Pusat- BNSP, Senang Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Raisha

15 Februari 2023   08:50 Diperbarui: 15 Februari 2023   08:56 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rindu: Bagaimana aku bisa mengatakan kerinduan padamu. Kerinduan itu hanya pada pemilik yang berikar. Dan kau belum melakukannya untukku. Simpulnya, meski kau tak pernah mendengar kerinduanku. Hakikatnya aku menanam kerinduan pada satu titik dan letak akarnya pada hati. Ia tumbuh sampai buahnya masak lalu berjatuhan, ketika kau tersenyum. Dan sampai saatnya tetap seperti itu. Akan kusemat semua rasa yang dititipkan Tuhan, bukan ,menjajaki tapi menjaga hati untukmu.

Membaca puisi dari Rahma, Ishak menyeka matanya. Ia tidak membalas pesan dari teman dekatnya itu. Ia menutup diri, menunjukan bahwa ia tidak merindukannya. Padahal dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia benar ingin segera menikahi Rahma. Akan tetapi apa daya, entah apa yang harus dilakukannya.

Hari berganti hari Ishak tidak pernah membalas pesan Rahma, lantas Rahma memberikan pesan seperti biasa seperti mengingatkan solat dhuha, ia menganggap seperti tidak ada apa-apa. Pikirnya, Ishak sedang sibuk atau ia sedang menjaga kehormatanku dengan tidak membalas pesan, pikir Rahma.

Akhirnya yang ditakutkan Ishak, pada akhirnya terjadi. Rahma mengajak bertemu, katanya ada satu hal yang dibicarakan penting. Ia takut menyakiti perasaan Rahma, ia benar-benar mencintai Rahma.

            Sore itu, di sebuah taman kota terletak di jantung Jakarta, Ishak menepati pertemuan yang diminta Rahma.

            "Assalamualaikum.." Rahma tersenyum manis.

            "Walaikumusalam.." Ishak menjawab dengan raut wajah yang tak semangat.

            "Kek, aku tak bisa mengendalikan perasaan apa yang Allah berikan selama dua tahun ini." Pungkas Rahma.

"Kapan, kamu main ke rumah setidaknya sambil menunggu uang yang terkumpul, kamu main ke rumahku. Coba bicarakan hubungan kita pada ayah." pinta Rahma.

"Dan kapan kamu akan mengajak aku ke rumahmu, meski ibu sudah mengenalku, tapi kapan kamu akan mengenalkan aku pada ibumu, bahwa aku pilihanmu, calon isterimu?" Rahma penuh harap.

            Ishak diam seribu bahasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun