Akhirnya keduanya memilih mengobrol duduk di sebuah caf di Bandara.
      " Kak, kak Ishak ke Sydney sudah delapan bulan. Dia mendapat beasiswa master Documentary Photograpy." jelas Nurhalimah.
      "Syukurlah kalau begitu Imah, kakak mendengarnya ikut senang." Jawab Rahma.
      " Kak, kenapa kakak tidak memberi kabar pada ka Ishak, tentang study ke Belanda kakak?" tanya Halimah.
" Saat itu memang tidak direncanakan untuk melanjutkan master ke Belanda, meskipun kakak tahu mendapatkan beasiswa. Kakak lebih memilih ingin menikah dengan kakakmu. Tapi sayang, kakak kamu tidak mencintaiku. Akhirnya kuputuskan pergi ke Belanda, mengambil beasiswa." Jelas Rahma dengan mata berkaca-kaca.
      "Tidak, kak Ishak bohong, dia bukan tidak mencintai kakak. Tapi uang untuk menikahi kakak terpakai untuk menolong temannya yang rumahnya terbakar." Jelas Nurhalimah.
      "Apaaa...?" Tanya Rahma menggantung.
      "Ini no kak Ishak, coba hubungi dia kak!" suruh Nurhalimah.
      "Tidak, Imah. Ini sudah terlanjur. Biarlah Tuhan yang mengingikan kami kembali, bukan campur tangan manusia!" tegas Rahma.    Â
{ { {
Bandung, ada suara jangkrik sedang bercakap berisik. Sayup-sayup terdengar merdu lantunan ayat suci al-Quran dari masjid dekat rumah nenek Rahma. Sekejap ia ingat sedang berbaring di kamarnya menunggu adzan magrib. Ia sedang ada tugas di Bandung, pikirnya dari pada menginap di hotel. Ia lebih memilih menginap dirumah neneknya.