Dengan demikian, prinsip keadilan kedua Rawls menekankan bahwa keadilan bukan hanya tentang membagikan sumber daya secara merata, tetapi lebih tentang memberikan klaim kepada mereka yang telah berkontribusi terhadap masyarakat.Â
Rawls mengakui bahwa dalam konteks moral, kita memiliki kewajiban untuk membantu mereka yang tidak dapat berkontribusi, tetapi ini bukanlah kewajiban keadilan. Sebagai hasilnya, sistem sosial dan ekonomi yang adil harus memprioritaskan kontribusi dan membedakan antara klaim keadilan dan tindakan kebaikan hati.
Prinsip-prinsip keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls, meskipun sangat berpengaruh dalam teori politik dan filsafat moral, bersifat abstrak dan memerlukan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata. Berikut adalah penjelasan mengenai sifat abstrak dari prinsip-prinsip ini dan tantangan yang dihadapi dalam penerapannya:
1. Abstrak dan Teoretis
Prinsip-prinsip keadilan Rawls, terutama Prinsip Kebebasan dan Prinsip Perbedaan, memberikan kerangka kerja yang ideal untuk mencapai keadilan sosial. Namun, sifatnya yang abstrak berarti bahwa prinsip-prinsip ini tidak secara langsung memberi tahu kita bagaimana menciptakan sistem sosial dan ekonomi yang konkret.
Penerapan prinsip-prinsip ini memerlukan pemahaman yang mendalam tentang konteks sosial, ekonomi, dan budaya yang spesifik. Misalnya, untuk menentukan institusi-institusi yang sesuai dengan prinsip keadilan, kita perlu melakukan analisis sosial dan empiris yang luas.
2. Tantangan dalam Penerapan
Menerapkan prinsip-prinsip keadilan Rawls ke dalam kebijakan publik atau struktur institusi melibatkan tantangan yang signifikan:
a. Pengetahuan Ilmiah Sosial
Diperlukan banyak pengetahuan ilmiah sosial untuk memahami dinamika pasar, perilaku individu, dan interaksi sosial. Penelitian tentang bagaimana masyarakat berfungsi dan bagaimana kebijakan tertentu mempengaruhi hasil sosial adalah kunci untuk menerapkan prinsip-prinsip Rawls dengan benar.
b. Asumsi tentang Pasar dan Pemerintah