Saat itu, memandang Ken di bawah cahaya bulan Italia, aku menyadari bahwa cinta kami telah berevolusi. Dari cinta muda yang penuh gairah, menjadi sesuatu yang lebih dalam, lebih kuat, dan lebih abadi.
"Ken," aku berbisik, "Terima kasih telah menjadi rumahku, di manapun kita berada."
Dia tersenyum, matanya berkaca-kaca, "Dan kau adalah rumahku, selalu."
Malam itu, di bawah langit berbintang Italia, kami membuat janji baru. Untuk terus menciptakan petualangan
Setahun berlalu di Italia, dan hari kepulangan kami ke tanah air semakin dekat. Namun, pagi itu, aku terbangun dan mendapati sisi tempat tidur Ken kosong. Di atas bantal, ada secarik kertas dengan tulisan tangannya yang khas:
"Temui aku di tempat pertama kali kita bertemu. Ada sesuatu yang harus kukatakan."
Jantungku berdebar kencang. Tempat pertama kali kami bertemu? Itu berarti kembali ke kota kami di Indonesia. Tapi kenapa? Dan mengapa Ken pergi tanpa memberitahuku?
Dengan tergesa-gesa, aku mengemas barang-barangku dan memesan tiket pulang ke Indonesia. Sepanjang perjalanan, berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benakku. Apakah ada sesuatu yang salah? Apakah Ken menemukan sesuatu dari masa lalu kami?
Setibanya di kota kelahiran kami, aku langsung menuju taman kota, tempat kami pertama kali bertemu dulu. Hari sudah senja ketika aku tiba. Taman itu sepi, hanya ada beberapa orang yang lewat. Aku mencari-cari sosok Ken, tapi dia tak terlihat di manapun.
Tiba-tiba, mataku menangkap sesuatu yang berkilau di bangku taman tempat kami biasa duduk. Aku mendekat dan menemukan sebuah amplop berwarna emas. Dengan tangan gemetar, aku membukanya.
Di dalamnya ada selembar kertas dengan tulisan Ken: