Ken tersenyum, "Untuk menandai awal yang baru ini."
Saat kami duduk di bangku itu, memandangi matahari yang mulai terbenam, aku sadar bahwa inilah ending yang kucari untuk novelku. Bukan sebuah akhir, tapi sebuah kelanjutan. Sebuah janji akan lebih banyak hari yang akan kami lalui bersama, lebih banyak kenangan yang akan kami ukir di kota ini.
"Ken," bisikku, "Terima kasih telah menemukanku lagi."
Dia menggenggam tanganku erat, "Dan terima kasih telah kembali padaku."
Saat langit berubah jingga, kami tetap duduk di sana, dua jiwa yang telah menemukan rumah dalam diri satu sama lain dan dalam kota yang telah mempertemukan kami kembali.
Malam itu, saat aku menyelesaikan bab terakhir novelku, aku sadar bahwa kisah kami, seperti kota ini, akan terus berkembang.
Setiap hari adalah lembaran baru dalam kisah kami yang terus berlanjut. Aku mengetik kalimat terakhir novelku dengan perasaan puas, menyadari bahwa meskipun buku ini telah selesai, cerita kami masih jauh dari kata akhir.
Galeri Ken telah berkembang menjadi pusat seni yang terkenal di kota kami. Karyanya kini tidak hanya menggambarkan masa lalu kami, tetapi juga momen-momen baru yang kami ciptakan bersama. Sementara itu, novelku telah diterbitkan dan mendapat sambutan hangat dari pembaca.
Suatu pagi, Ken mengajakku ke pantai tempat kami sering menghabiskan waktu di masa muda. Ombak bergulung lembut menyapa kaki kami saat kami berjalan di sepanjang garis pantai.
"Aku punya kejutan untukmu," kata Ken, mengeluarkan sebuah amplop dari sakunya.
Dengan penasaran, aku membuka amplop itu. Di dalamnya ada selembar tiket pesawat dan brosur sebuah desa kecil di Italia.