Mohon tunggu...
Adrieel Arthur
Adrieel Arthur Mohon Tunggu... Seniman - Pelajar SMAN 1 Padalarang

Seorang Novelis berusia 17 tahun.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

RE: Draw Vol 1

16 Februari 2020   20:03 Diperbarui: 16 Februari 2020   20:07 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Chapter 1: Pertemuan

Hari ini ialah hari yang sangat spesial. Di bawah terik matahari aku berjalan sembari membawa hasil jerih payahku ini menuju ke sebuah lembaga. Iya hari ini adalah hari dimana debutku di dunia perkomikan dimulai. Semoga saja hasilnya menakjubkan.

"Gambaranmu kurang indah, ceritanya monoton, karkter utamanya kurang hidup. Jadi sekali lagi maaf kami tidak bisa menerima komik ini." 

Ini adalah kata-kata yang paling sering kudengar dari mereka. Dengan penuh percaya diri kuserahkan komikku ini,,namun ketika melihat raut wajah mereka sih aku yakin kalau hasilnya pasti akan sama aja.

"Selamat, komik anda akan kami terima dan akan kami terbitkan di pasaran bulan depan."

"Tunggu dulu. Haaaaaaah!"

Sfx: Ringtone Handphone

Ahhh sudah tiga tahun semenjak debutku sebagai seorang komikus dimulai. Saat ini aku sedang menjalani masa pembelajaranku di Universitas Tokyo. Identitasku sebagai seorang komikus memang belum diketahui oleh siapapun. Ini bukan berarti aku merahasiakannya. Tidak ada orang yang tau tentang hal ini karena seungguhnya aku tidak punya teman sama sekali. Memang menyedihkan kehidupanku ini.

Waktu menunjukan pukul 15.30 dan menandakan kalua sebentar lagi bel pulang akan berdering. Buku-buku yang berserakan ini pun segera kurapihkan. Setelah semua sudah rapi, yang tersisa hanyalah menunggu bel kemenangan berdering dan aku akan langsung meluncur ke istana duniaku.

Sfx: Alarm

Nah waktunya pulang sudah tiba. Dengan segera ku tinggalkan tempat ini menuju ke tempat yang lebih nikmat, yakni rumah. Sembari berjalan, pandangan yang berada di sekitarku ini semua sama. Seorang siswa dan siswi saling berpegangan tangan, ada yang sedang duduk di bangku taman sambal tertawa, dan ada yang sedang bermain di taman. 

Hal yang seperti ini sudah menjadi santapanku setiap hari. Namun kali ini kejadian yang tak terduga pun terjadi.

"Permisi, bolehkah aku meminta uang 100 yen, Kak."

Sungguh pandangan yang amat menusuk hati nurani. Saat ini pandanganku terkunci kepada seorang gadis berusia kurang lebih 16 tahun. Wajahnya yang lesu dan pucat, rambutnya yang berantakan karena terurai oleh angin yang membara, pakaiannya yang kotor layaknya seorang yang sedang selesai tidur di jalanan, dan matanya yang merah menandakan bahwa ia habis menangis.

"Mengapa kamu Nampak seperti ini? Rumahmu dimana?"

"Aku sudah tidak punya rumah lagi, Kak."

Sungguh tak tega hati ini. Mengapa gadis secantik dirinya harus menderita seperti ini. Di saat diriku sedang diam membisu, tiba-tiba terlintas di benakku sebuah ide untuk menyelesaikan masalah ini.

"Bagaimana kalau kamu tinggal bersamaku?"

"Haaaaah! Untuk apa aku tinggal bersamamu dasar cabul!"

Ahhhhhhhhh dia ini kenapa sih. Di diemin salah diberi solusi juga salah, jadi sebenarnya apa maunya sih. Tak kusangka gadis ini lain gadis yang lugu, melainkan gadis yang bertipikal tsundere. Karena waktu sudah mau malam, aku dengan segera pulang ke rumah dan meninggalkannya.

Seketika kurasakan sesuatu yang janggal. Lengan bajuku tertarik dan saat dilihat ternyata yang menariknya bukan lain ialah gadis tadi. Tatapannya kali ini terlihat lebih tajam. Di bola matanya terlihat kerlip-kerlip air mata. Dan saat itu ku hanya berkata

"Kau Kenapa?"

Chapter 2: Hasrat dan Karya

Lima bulan lalu, terdapat sebuah rumah kecil yang berada di pinggir sebuah sungai. Disana hiduplah seorang gadis beserta kedua orang tuanya. Kehidupan mereka sangatlah sempurna. Dengan kerja keras sang ayah dan juga keteguhan ibu dalam mengurus rumah membuat keluarga mereka seakan-akan keluarga terbaik di dunia.

Semua berjalan dengan lancar dan gembira, hingga suatu saat. Sudah lebih dari tiga hari semenjak sang ayah pergi bekerja namun belum pulang juga. Kondisi saat itu semakin kelam saat terdengar desus bahwa ayah mereka kabur dengan seorang wanita muda ke kota. Mengetahui hal tersebut tentu membuat sang ibu syok dan melampiaskan amarahnya ke gadis kesayangannya. 

Suatu saat, pukul 13.50, sesampainya gadis tersebut di rumah. Di hadapannya terdapat sebuah mayat menggantung dengan tali rapia mengitari lehernya. Mayat tersebut tak lain ialah ibunya sendiri. Dengan perginya sang ayah dan meninggalnya sang ibu membuat gadis tersebut tak punya tempat tinggal. Makannya ia berkelana ke kota demi mencari ayahnya dan meminta pertanggungjawabannya.

"Mengapa kau memberi tahuku harus dengan bentuk sebuah narasi?"

"Memangnya gak boleh ya"

"Baiklah sudah kuputuskan. Mulai saat ini kamu akan tinggal bersamaku sampai kau bertemu denga ayahmu nanti!"

Dengan erat kugenggam tangannya dan kubawa ia ke rumahku. Meskipun kecil tapi ini lebih baik daripada tidur di jalanan.

Sesampainya di rumah, ia Nampak tercengang dengan kamarku yang penuh dengan ilustrasi anime dan juga komik-komik. Matanya berkilau seakan-akan melihat sebuah kotak penuh dengan perhiasan.

"Apa kau tertarik dengan hal ini?"

"Hmph.... Tidak kok!" ucapnya sambal memalingkan wajahnya ke kanan.

"Baiklah"

Karena hari sudah larut malam, kuputuskan untuk pergi mandi sebelum melanjutkan komikku. Belum juga masuk ke bath tub, ternyata bel rumahku berbunyi. Terdengar suara orang sedang berbicara di ruang tamu. Mungkin cuman tetangga kali ya. Setelah itu kuhabiskan waktuku berendam dengan damai.

"Woi cepat keluar kau!"

"Berisiiiik!"

Dengan kesal ku keluar dari kamar mandi dan ternyata ehhhhhhh. Tamu yang masuk tadi adalah editorku Cecilia Yamagami.

"Enak sekali kamu mandi ya! Kamu lupa ya hari ini hari apa?"

"Hari Selasa"

"Terus?"

Memangnya hari ini ada apa ya. Hari ini kan sama seperti hari lainnya, hanya saja aku membawa seorang gadis untuk tinggal di rumahku.

"Ara..... Hari ini adalah hari terakhir kamu untuk mengumpulkan chapter terbarumu!"

"Ehhhhhh! Deadline?"

"Iya deadline, D-E-A-D-L-I-N-E!"

Aduh kok bias lupa ya, aku langsung mengambil naskah yang sudah kubuat dan langsung menyerahkannya. Dia pun menerima dan langsung mengeceknya saat itu juga.

Baiklah karena sudah kuberikan, aku mau langsung tidur aja. Tiba-tiba pundakku ditahan oleh seseorang, saat kulihat kebelakang seketika aku merinding. Aura membunuh Cecilia terasa lebih menggelegar dibanding biasanya, disisi lain gadis itu tetap saja duduk dengan tenang sambal menunjukan ekspresi wajah mengejek.

"Sensei! Ini apa ya?"

"Oh, ini adegan si MC bermain dengan anak kecil."

"kalau ini?"

"Ini pas MC lagi jalan sama anak kecil."

"Dasar kamu komikus lolicon."

Aku menunjukan ekspresi budha dengan kedua tanganku berpose layaknya sedang bertapa sembari bicara "Lolicon adalah Kehidupan"

Seketika Nampak sebuah buku terbang ke arahku dan mendarat pas di wajahku. Rasanya sih gak sakit namun ada serangan susulan, tepatnya diperutku ini.

"Baiklah akan kuterima naskah ini, lain kali cobalah untuk tidak memasukan hasrat loli mu ke komik yang kamu buat."

"Maaf tidak bisa karena loli adalah......" sebelum ku menyelesaikan ucapanku, kepalaku sudah dihantam oleh sebuah sepatu kulit.

Akhirnya dia pun pergi meninggalkan aku dengan gadis ini sendiri. Tunggu dulu, aku baru ingat kalau aku tidak tau namanya. Mungkin akan aku tanyakan.

Setelah berbincang aku akhirnya tau namanya. Benar-benar nama yang sangat indah, namanya melambangkan keindahan dan keanggunan sebuah bulan di malam hari. Nama dari gadis yang sangat cantik ini ialah......... Luna Nonkina.

Chapter 3: Denyutan Naskah

5 Agustus 2020, di pagi yang ceria ini tidak ada kegiatan yang dapat dilakukan kecuali melanjutkan naskah yang akan diserahkan lima hari lagi. Dengan bermodalkan alat tulis dan kreativitas, juga hasrat lolicon, pengerjaan naskah pun berjalan dengan lancar.

Kali ini Luna tetap terlihat cantik seperti biasanya. Sebenarnya aku menambahkan karakter yang sama persis seperti dia, tapi sebagai seorang penjahat. Langkah kaki terus terdengar dan sepertinya semakin mendekat. Fokusku tak tergoyahkan hingga Luna berkata "Kamu mau gak ajarin aku menggambar?"

Ini merupakan pertama kalinya ia memnt untuk diajarkn menggambar. Padahal sebenya ia begitu marah ketika kutawarkan. Ada apa ya?

"Kau yakin ingin aku ajari?"

"Iyalah masa engga!"

"Baiklah kalau begitu ayo kita muai belajar"

Detik demi detik, jam demi jam, hari terus berganti. Sudah sekitar empat bulan semenjak aku mulai mengajarinya menggambar. Bisa dibilang bahwa dia ini mempunyai bakat menggambar.

Kini adalah saat yang tepat bagiku untuk mengetes kemampuannya. Kira-kira ia bisa gak ya menggambarnya. Aku yakin dia bisa.

"Oh iya!"

"Kenapa Luna?"

"Aku dari dulu penasaran, sebenarnya siapa nama lengkapmu?"

Kalau kujawab mungkin tidak akan mempercayainya. Karena namaku memiliki arti yang terbalik apabila dibandingkan dengan sifatku yang asli. Tapi......

"Namaku ****"

"Namamu kok tidak mencerminkan sifatmu hahahaha!"

Sudah kuduga kalau ia akan berbicara seperti itu. Tau begini mah aku tidak akan memberi tau di namaku.

Hari sudah larut malam. Kicauan burung sudah tak terdengar lagi. Yang terdengar hanyalah suara nyanyian katak yang sedang memanggil hujan. Saat itu aku sedang minum segelas susu hangat di dapur.

Kulihat ada sebuah kertas tergeletak di atas meja. Saat kulihat, betapa terkejutnya aku melihatnya. Benar-benar hal yang tidak terduga. Ini adalah sebuah majalah lolicon edisi terbaru.

Dalam benakku tiba-tiba terlintas sebuah pertanyaan. Kira-kira sedang apa ya Luna sekarang? Apa dia sudah tidur?

Keesokan harinya, saat aku sedang membuka pintu kamar. Terdapat secarik kertas dengan sebuah gambar yang sangat indah. Pose yang tidak kaku melambangkan kalau karakternya itu seakan-akan nyata. Background yang sangat indah dan detail. Benar-benar sebuah gambar yang hebat.

"Bagaimana? Apa aku lulus?"

"Tak kusangka kau bisa menggambar sebagus ini. Good job!"

Mengapa dadaku ini terasa cenat-cenut saat melihatnya tersenyum. Entahlah yang penting ia sudah melakukan yang terbaik.

Sfx: Bel

Siapa yang datang sepagi ini. Kalau Cecilia untuk apa ia kemari, coba aku liat saja ah. Aku berjalan menuju pintu. Suara ketukan pintu semaki keras. Saat kubuka pintunya..... Duarrrrr!

"Long time no see!"

"Ahhhh ternyata kau Tomioka, ada apa kau kesini?"

"Apakah menjenguk teman sebuah kesalahan?"

Dia adalah sahabatku Tomioka Senji. Dia adalah orang yang sangat ramah dan juga satu-satunya temanku. Nampaknya dia pun sudah akrab dengan Luna.

"Hmmm kau mempunyai pacar yang cantik ya"

"Dia bukan pacarku."

"Gak mungkin, dia kan tinggal disini, gak usah bohong lah hahaha."

"huh dia ini cewek yang aku temuin di jalan, dia bilang udah ga punya rumah lagi. Jadi aku ajak kesini aja."

"Benar-benar sifat yang mencerminkan namamu ya."

Terkadang aku bimbang apakah namaku ini menerminkan diriku atau tidak. Saat sedang sik mengobrol tiba-tiba terdengar suara benda pecah. Dengn cepat aku ke dapur dan menemukan bahwa Luna sedang terduduk dengan luka di jarinya.

Dengan sigap aku mengambil tangannya dan menghisap lukanya. Muka Luna tampak begitu merah dan itu sangat lucu. Ternyata ia bisa semanis ini ya.

"Bubuuuuu...... Ternyata kau memang pacaran ya."

"Haaaaaah!"

Aku tidak mengerti kenapa tapi Luna diam membeku tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Sejak akaan dia menjadi perempuan yang seperti ini.

Pertama kali kita bertemu, ia adalah perempuan yang sangat cerewet. Tipe tsundere akut. Namun sekarang ia begiu lembut. Kalau begitu alasannya cuman ada satu. Dia ini sedang sakit.

"Kamu gak apa-apa kan?"

Dia pun memalingkan pandangannya dariku. Aku gak mengerti mengapa dia berperilaku seperti ini. Perilakunya jauh berbeda dibanding biasanya. Ada apa ya, apa dia marah padaku. Dengan pasrah aku terus berpikir, meskipun di mata orang lain aku seperti orang bodoh yang sedang melamun sendiri.

*Di sisi lain

Aduh kenapa jantung aku berdebar-debar gini sih. Kok aku gak bisa mandang mukanya sih. Setiap aku ngeliat dia, pasti aja langsung ngalihin pandangan. Ada apa dengan aku iiiiihh. Jangan sampai dia salah paham, untung dia gak peka. Bisa-bisa ntar aku disangka suka sama dia.

"Kamu suka ya sama dia?"

"Tomioka! Apa yang kau maksud hah!"

"Ahhh keluar juga tsunderenya."

Aku suka sama dia? Gak-gak mungkin. Dia kan cuma orang yang memberi aku tempat tinggal. Saat aku selesai dengan urusanku, aku akan pergi dari sini. Aku akan memulai hidupku yang baru, mungkin bertemu dengan lelaki idamanku, hehe~.

"Kenapa kau senyum-senyum sendiri, Luna?

"Berisik, aku gak senyum kok! Hmph!"

"Daripada senyum sendiri, lebih baik kita bantu dia. Kasihan melamun terus dari tadi."

Oh aku lupa kalau dia lagi melamun. Kira-kira dia marah gak ya gara-gara aku memalingkan wajahku tadi. Semoga aja engga, kan dia orangnya baik.

"Kalau kau cuman malas-malasan, lebih baik tidur di luar aja!" Hehe kata itu terlintas di pikiranku. Mungkin dia tidak baik.

Chapter 4: Ketika Malam Berganti Siang

Hari telah berganti, begitu juga dengan hati ini. Sedikit demi sedikit telah menjadi bukit. Perasaan cintaku kepada Luna sudah berada di ambang batas, aku sudah tidak tau berapa lama aku sanggup menahannya, yang pasti aku hanya berpikir tentang satu hal. Apakah ia merasakan hal yang sama kepadaku?

Waktu menunjukan pukul 8 pagi, saatnya aku siap-siap untuk pergi ke kampus. Persiapannya kurang lebih memakan waktu 15 menit. Saat aku sudah siap, aku langsung berangkat. Aku dan Luna berangkat bersama setiap harinya, namun akhir-akhir ini dia tidak mau berangkat bersamaku. Apakah dia membenciku sekarang?

"Yo, melamun di jalan itu tidak baik. Kamu harus kurangi kebiasaanmu itu."

"Oh rupanya kamu Tomioka, tumben kamu datang pagi."

"Hahaha.. By the way kamu tau gak kalau aku sudah dijodohi oleh ortuku?

"Hmmm aku tau itu, kemarin ayahmu mengundangku untuk datang ke acara pelamaranmu"

Raut wajahnya nampak senang. Wajar saja karena ia sudah ada calon pendamping hidupnya. Sedangkan aku, masih sendiri dan belum menemukan calon pendamping hidupku. Memang terkesan menyedihkan tapi itulah kenyataannya.

Dua hari kemudian. Hari ini adalah hari acara pelamaran sahabatku. Aku harus dandan sebaik mungkin. Aku ambil jas dan aku rapihkan pula rambutku. Gawat, acaranya dimulai sejam lagi. Aku gak mungkin telat ke acara sahabatku sendiri. Dengan cepat aku keluar dan mengendarai mobilku dengan laju berharap untuk tidak terlambat.

Sesampainya di sana, banyak sekali orang-orang yang berpakaian sangat rapi. Beberapa teman kampusku juga ada yang datang. Semua orang terlihat begitu bahagia. Kami sekarang berkumpul di aula untuk menyambut Tomioka dan pasangannya.

"Hadirin sekalian, mari kita sambut Tomioka Senji dan pasagannya Luna Nonkina"

"Heh....."

Crack..... Seketika secangkir wine yang ku pegang dengan tangan kananku ini jatuh. Apa ini.... Luna adalah pasangannya.... dia nampak begitu bahagia... ternyata benar, selama ini cintaku hanya bertepuk sebelah tangan. Semua orang mengucapkan selamat kepada mereka. Saat itu perasaanku campur aduk. Aku tidak tau lagi apa perasaan ini..... senang, sedih, marah, semua telah bersatu layaknya sebuah larutan. Tak kusadari bahwa hal ini akan terjadi.

"Lihat pasanganku! Cantik kan, dia kan asistenmu hahaha."

"Iya..... kalian berdua sangat serasi.... aku permisi ya, mau ke toilet dulu"

"Baiklah hahaha"

Tentu saja aku berbohong. Aku sudah tak tahan lagi berada di sana. Semakin lama aku di sana semakin hancur pula hati ini. Lebih baik aku pulang dan melupakan segala ini. Ini sungguh tidak adil. Tiba-tiba ada seseorang yang teriak kepadaku.

"Sensei... aku ingin mengajukan pengunduran diri sebagai asistenmu."

"Hmm baiklah, jadilah seorang pendamping yang baik ya..... a-aku titipkan Tomioka kepadamu, Luna"

"Kamu sedih ya, kenapa kamu memaksakan senyum seperti itu?"

Ini bukan apa-apa...... Aku pun mengucapkan selamat tinggal dan pulang ke rumah. Ternyata tujuan dia pergi ke kota untuk mencari ayahnya berakhir dengan menjadi pasangannya Senji. Dihadapanku terdapat sebuah kertas dan pensil. Aku akan tuangkan segala emosiku di sini. Sudah tiga hari semenjak acara tersebut. Naskah terbaruku juga sudah aku kirim ke Cecilia. Hari ini adalah hari dipublikasikannya komik terbaruku. Aku akan pergi ke Akihabara untuk jalan-jalan sambil mengecek penjualan komikku.

Sesampainya di Akihabara, aku terkejut dengan antrian panjang yang berada di salah satu toko terkenal di daerah tersebut, yakni Matsuri Comic and Novels. Aku tak sengaja menabrak seorang gadis kecil saat sedang mengantri. Saat aku membantunya berdiri, aku tak sengaja menjatuhkan dompetku. Cover dompetku tertulis Shiro-Sensei, nama penaku. Dia terkejut dan berteriak "Aaaaa..... Shrio-Senseiiiii!"

Seketika semua orang melihat kepadaku. Banyak yang meminta tanda tanganku. Tak kusangka bahwa antrian panjang ini ialah antrian untuk membeli komik terbaruku, Re:Draw. Banyak di antara mereka yang memuji karyaku ini. Dengan jalan cerita yang simpel namun dalam, mereka sangat antusias untuk menyambut kelanjutan komik ini.

"Permisi Shiro-Sensei, bolehkah aku berbicara denganku sebentar?"

"Oh boleh, silah....kan....., Aira!"

"Lama tidak berjumpa, Kak! Heeeh Kakak semakin terkenal ya."

Dia adalah adikku Aira, semenjak kematian kedua orang tua kami, aku yang harus mengurus dia. Sekarang dia sudah menjadi seorang gadis SMA yang pintar, dia tinggal bersama teman-temannya di asrama sekolahnya. Ahh.... sudah berapa lama ya sejak terakhir aku bertemu dia. Aku senang dia sehat-sehat saja.

Kira-kira hubungan Tomioka sama Luna gimana ya. Aku memang belum bisa melupakan Luna, tapi aku akan terus berusaha untuk mendukung mereka dan akan terus mendukung mereka. Meskipun menyakitkan, asalkan dia bahagia........ itu sudah cukup bagiku.

Chapter 5: Kehilangan

Mengapa harus seperti ini. Aku harus berpisah dari seorang lelaki yang aku cintai. Namun harus kulakukan karena ini adalah permintaan terakhir dari ayahku. Sebenarnya aku sudah bertemu dengan ayahku sebulan yang lalu, namun aku tidak berani bilang karena aku masih ingi bersama dia.

"Luna, ayo sini! Kita akan makan malam sebentar lagi."

"Baiklah!'

Keluargaku dengan keluarga Senji sudah semakin akrab. Namun berbeda denganku, aku bahkan tidak pernah berbicara dengan Senji. Aku tau aku menyakiti perasaannya, tapi aku tidak bisa melupakan dia, dia yang sudah mengurusku saat aku sedang sedih, dia yang selalu membuatku tertawa. Meski begitu, kehidupan kami berjalan begitu harmonis, hingga ayahku datang menemuiku.

Setelah makan aku kembali mengunci diriku di kamar. Mereka sudah pasti tau kalau aku sebenarnya menentang perjodohan ini. Ingin bagiku untuk keluar dan kembali ke pelukannya. Tanpa dia, hidupku berasa hampa. Aku ingin melihat betapa kerennya dia saat menggambar. Demi mengingat dirinya, aku selalu menggambar setiap hari. Berharap bahwa aku bisa bertemu dengannya nanti. Akan aku ukirkan perasaanku ini dalam sebuah lagu

Hari demi hari telah berganti

Kicauan burung sudah tidak merdu lagi

Dikala sunyi aku sendiri

Berharap datangnya dirimu kembali

Sungguh hampa diriku ini, aku terus menangis, menangis dan menangis. Mataku merah, mulutku kering, badanku terasa begitu lemas. Aku berharap hari seperti ini segera berakhir. Semoga saja.......

Pagi telah tiba dan hari ini sudah kuputuskan kalau aku akan kabur dari rumah ini. Aku sudah tidak tahan lagi berpisah darinya. Apapun konsekuensinya akan aku hadapi. Meskipun ayah aku akan membenci diriku, aku tak perduli. Yang aku inginkan hanyalah tinggal bersama lelaki yang aku cintai. Tepat saat aku hendak kabur melalui jendela, Senji masuk dan melihatku berdiri tepat di samping jendela, sambil memegang sebuah tali aku pun melompat.

Terdengar suara Senji memanggilku dari kamarku, yang aku lakukan hanya trus berlari dan berlari hingga aku sampai di suatu titik dimana keajaiban pun terjadi. Lelaki yang kucintai kini berada tepat dihadapanku. Dia sedang duduk di sebuah taman bersama seorang gadis. Saat kuamati lebih dekat, ternyata gadis itu adalah Cecilia, editornya. Mengapa mereka berduaan di taman ya.

"Kamu jangan murung ya" Ucap Cecilia. "Masih banyak kok perempuan diluar sana yang mencintaimu, kamu jangan berharap terlalu banyak ke Luna, dia kan sudah bertunangan."

Apa-apaan dia, hanya karena aku bertunangan, bukan berarti aku setuju untuk menikahinya. Aku tidak mencintai Senji, aku hanya mencintai lelaki yang berada disisimu itu, lelaki yang menyelamatkanku disaat aku sedang terpuruk, yang membantuku mencari ayahku, dan yang selalu sabar mengurusku disaat sifatku sedang buruk. Aku mencintaimu. Dan tidak ada orang yang dapat merubahnya. Bahkan ayahku sekalipun.

"Mengapa kau bilang seperti itu Cecil?" Ucapnya "Kamu tau kan seberapa besar cintaku ke Luna dan kau beraninya bilang seperti itu, apa yang kau pikirkan?"

"Sudah! Yang ada dipikiranmu itu cuman Luna, Luna dan Luna....... kapan kamu akan melihat orang disekitarmu.... ak-aku....... aku mencintaimu...."

Dia pun terdiam. Tanpa kusadari air mata telah mengalir di pipiku. Mengapa hanya dengan mendengar Cecilia membuat badanku begitu lemas. Dadaku terasa begitu sesak. Pikiranku terasa begitu goyah. Dan akhirnya aku pun pingsan.

Saat aku bangun, yang kulihat hanyalah seberkas cahaya saja. Begitu aku sadar, ternyata aku sedang berada di bangku taman. Aku sedang tertidur di pangkuannya. Ah jadi begitu, sekarang aku sedang diurus sama lelaki yang aku cintai. Kita pun berbicara dengan begitu hangatnya. Nampaknya Cecilia pun tidak ada disini. Disaat kita sedang tertawa, datang seorang lelaki berjaket kulit. Ia nampak begitu senang. Namun aku sebaliknya, karena orang itu adalah ayahku. Kukira dia datang untuk menemuiku, tetapi tatapannya terpaku kepada lelaki disampingku ini.

"Senang bertemu denganmu disini, Nak. Atau harus kupanggil Haruki"

"A-ayah?"

"Heh....... a-ayah?" Ucapku.

To Be Continued

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun