Mohon tunggu...
Abdurrazzaq Zanky
Abdurrazzaq Zanky Mohon Tunggu... Petani - petani.

Senang membaca segala jenis buku, nulis diary, mengamati lingkungan alam dan sosial, menertawakan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bergaul Dengan Kematian (1)

3 Desember 2024   05:19 Diperbarui: 3 Desember 2024   06:19 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Bergaul Dengan Kematian (1)

Kain kafan itu semula disimpan di gudang masjid

bersama keranda, tandu, ember besar, dan seluruh

perkakas kematian lainnya. Tapi karena sering hilang,

lupa dikembalikan, atau tidak mencukupi ketika

diperlukan, oleh panitia diputuskan untuk ditangani

secara khusus. Harus ada yang bertanggungjawab

memelihara dan memastikan kelengkapannya.

Ada dua atau tiga tangan yang memegang perkakas

angker itu sebelum jatuh ke tangan saya. Semula dipegang

oleh ketua rukun kematian itu sendiri. Hanya sebentar.

Karena anak beliau yang autis sering kerasukan sejak

perkakas magis itu ada di rumah. Seorang tokoh sosial

kemudian mengambil alih sekitar tiga bulan lamanya.

Namun kain putih, cendana, dupa, kapur barus, minyak wangi,

gunting, bahkan jarum dan benang, suka berbunyi dan

bergerak sendiri di malam-malam tertentu. Pertanda esok

akan ada yang meninggal. Sehingga istri pak haji itu senewen

setengah mati.

Peralatan dikembalikan ke tempat semula di gudang masjid.

Masalah lama terulang kembali. Perkakas sering tidak ada

di tempat atau tidak lengkap persis ketika ada anggota

perkumpulan meninggal mendadak. Panitia berulang kena

komplain. Maka terpaksalah saya turun tangan, setelah

mengemukakan berbagai alasan yang hanya ditanggapi

para anggota secara bercanda-canda. Ketua yang merasa

tertekan mengancam akan mengundurkan diri, kalau tidak

ada yang bersedia menanganinya.

Semula saya sungguh terpapar dengan pengalaman-pengalaman

seram para pendahulu. Kain itu saya taruh di gudang paling

belakang. Karena berbulan-bulan baru dipakai, kain dan kapas

dimakan rayap atau dijadikan tikus tempat buat beranak pinak.

 Saya lalu memindahkannya ke dapur. Terselip tak kasat mata

di antara rongsokan alat-alat rumah tangga. Ketika Covid melanda,

perkakas itu langsung jadi primadona. Kadang tidak sampai

dua hari ada saja yang memerlukannya. Saya menghitung,

waktu wabah sedang ganas-ganasnya, setidaknya ada 12 orang

yang meninggal dalam satu bulan. Ini yang meninggal di

rumah tanpa menjalani prosedur medis yang seharusnya.

Suasana sungguh mencekam. Hari-hari digayuti awan hitam

kegelisahan. Saudara istri saya adalah satu dari empat orang

pertama di propinsi kami yang terkena wabah. Gara-gara

tugas dinas ke batavia dan satu pesawat dengan turis asing.

Runtutan kematian yang tak kenal waktu itu membuat saya

lupa melakukan tindak "pengamanan". Menyembunyikan

kain kafan dari jangkauan penglihatan. Perkakas itu saya

taruh di ruang depan. Dekat rak buku. Bila sewaktu-waktu

diperlukan, siapa saja bisa mengambilnya, kalau-kalau saya

sedang tidak ada di rumah. Begitula proses naturalisasi perkakas

gaib itu dalam tata kelola rumah tangga kami. Anak dan istri

saya akhirnya juga jadi terbiasa. Tidak ada keluhan. Tidak ada

kejadian-kejadian mistis yang melingkupi hadirnya di tengah

ruang keluarga. Kini, sudah empat tahun, perkakas ganjil itu

ikut bergaul dalam kehidupan kami sehari-hari.

Kebiasaan tak lazim ini lalu dihubung-hubungkan orang

dengan salah satu kegiatan saya yang hobi nginap di kuburan.

Ya, mau apa lagi? Di daerah kami memang ada tradisi

"batunggu kubur", menunggui kuburan sambil membaca

Al-qur'an. Biasanya berlangsung minimal 3 hari sampai

100 hari. Kegiatan unik yang sudah saya lakukan sejak usia

16 tahun. Maka, menurut pandangan masyarakat, saya memang

punya bakat untuk hidup dan bergaul dekat dengan segala

hal yang berbau kematian. Jadi, kalau cuma dititipi kain kafan,

itu mah masih kurang seram dibanding tidur di pemakaman

umum yang gelap dan terpencil sambil memeluk batu nisan.

Tentang menunggui kuburan ini ada banyak cerita menarik

yang saya alami. Bukan dari ahli kubur, tapi dari keluarga

atau handai tolan si mati, bahkan masyarakat antah-berantah

yang tidak ada hubungan sama sekali dengan ahli kubur.

Saya pernah ikut menunggui kubur seorang juragan tanah

yang taksiran asetnya katanta tak kurang dari 100 milyar.

Bayangkan! Kami yang miskin papa dalam 100 hari ke depan

digunjingkan akan segera jadi jutawan. Namun faktanya adalah

justru berkebalikan. Sang juragan, karena banyak bini dan anak,

malah nyaris tidak ada yang mengurus. Semua anggota keluarga

sibuk mengendus dan mengusut aset yang mungkin bisa

diuangkan dengan cepat. Yang peduli hanya istri pertama.

Seorang perempuan tua mandul. Dengan menjual mobil miliknya,

perempuan sederhana itu, mengurus penyelenggaraan jenazah

almarhum dari awal hingga 100 selesai.

Masalahnya tidak sampai di situ. Sang juragan yang punya tabiat

aneh, suka menyepi di hutan (tidur dalam kabin alat berat)

diisukan punya ilmu hitam. Ilmu gaib yang bisa mencelakakan

barangsiapa yang berniat mau menyerobot tanahnya. Faktanya,

beliau memang sangat disegani para preman dan aparat hukum

di daerah kami. Keluar masuk tahanan (dengan leluasa) dan

berulangkali berhasil menghalau bermacam saingan bisnis

dengan tangan kosong.

Tersebarlah isu bahwa yang bersangkutan hanya dikuburkan

setengah badan dalam posisi tegak berdiri. Hanya bagian pusar

ke bawah yang mati. Dari pusar ke atas masih hidup. Dan kami,

dengan kamuflase pura-pura baca Al-qur'an, bertugas memberi

makan si zombi dengan daging sapi 15 kilo dalam sehari. Wah!

Efeknya sungguh di luar dugaan.

Pondok kami didatangi seorang suhu dari sebuah perguruan

silat dan tenaga dalam terkenal di Banjarmasin. Seorang

lelaki paruh baya dengan dua gelang akar bahar melingkar

di kedua tangan. Pak Suhu meminta kami agar menghubungi

beliau kalau terjadi hal luar biasa. Si mayit bangun tiba-tiba

atau ada asap merah mengepul menjelang malam. Katanya

itu pertanda arwah ahli kubur tidak ikhlas meninggalkan

alam fana. Pak Suhu bisa membantu menyempurnakan

kepulangannya. Dengan tenaga dalam dan ilmu gaibnya.

Ada juga tamu luar propinsi, yang entah bagaimana caranya,

tiba-tiba muncul dengan mobil rental khusus. Membujuk kami

agar mau berbagi rahasia ilmu si ahli kubur, yang katanya,

sudah diturunkan kepada kami. Alih-alih kepada anak-anak

almarhum. Semua tamu itu kami halau dengan cara menawari

mereka ikut memabaca Al-qur'an, yang tentu saja mereka

tolak mentah-mentah. Sebab bukan itu tujuan mereka datang.

Yang agak mengganggu adalah kedatangan sejumlah anak

pesisir dari muara sungai Barito. Anak-anak ini tidak datang

bertamu ke dalam tenda. Tapi mondar-mandir di jalanan sambil

membunyikan knalpot brong. Jam 2 atau jam 3 dinihari. Kadang

mereka berkumpul pada suatu jarak di kegelapan, dekat pohon

pisang atau mengintip di celah rumpun bambu. Karena khawatir

urusannya akan melibatkan anak-anak kampung yang nongkrong

di pos ronda, akhirnya kami nekat memanggil mereka.

Mereka adalah anak-anak nekat yang biasa "manyulung",

membobol tongkang-tongkang batu bara dengan pipa di tengah

laut. Biasanya terdiri dari tiga orang dalam satu perahu.

Satu orang mengemudi, dua lainnya menyarangkan pipa

paralon ke tumpukan batu bara. Itulah satu-satunya 'pajak'

yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat kecil di daerah

kami. Selebihnya tidak tahu menguap ke mana.

Isu yang sampai pada anak-anak pulau itu tak kalah ganjil.

Konon, si ahli makam tidak bisa mati sebelum "Untalan",

telanan ilmu hitam yang dikandung jasadnya belum ada yang

bersedia menyambutnya. Dalam rangka keberlanjutan ilmu

itulah mereka datang. Tapi merasa malu dan segan pada kami.

Mereka bukanlah anak-anak yang berpendidikan cukup.

Mereka miskin dan laut tidak memberikan hasil seperti

zaman dulu. Mereka masih sangat percaya, bahwa uang bisa

didapat dengan jalan mistik. Dengan menjajal kesaktian lalu

mengabdikan diri pada seorang bos tambang.

Kejadian itu sudah berlalu sembilan tahun lalu. Tapi hingga

kini, kalau sedang ngumpul, kami masih suka membicarakan

kekonyolan-kekonyolan yang sungguh terlalu tersebut.

Sesuatu yang bagi kami tinggal dongengan, bagi sebagian

besar orang awam masihlah hidup segar bugar. Hal-hal mistik

yang dikaitkan dengan kematian, ujung-ujungnya adalah uang.

Setelah puluhan tahun nginap di kuburan dengan beragam

manusia di dalamnya, kami tidak pernah mengalami keganjilan

dari ahli makam. Yang aneh dan ganjil itu justru kelakuan

mereka yang masih hidup. Bagi kami, tidur malam sambil

memeluk nisan bukanlah hal yang luar biasa. Saya sendiri

tidak pernah mengalami firasat atau mimpi di luar nalar.

Kematian itu mungkin logis sepenuhnya kalau kita mau

melihatnya lebih dekat. Mengakrabinya dengan niat dan

prasangka yang tidak jahat. Bahwa kematian itu misterius

dan tidak bisa ditebak memang iya. Namun, sebagai makhluk

yang diberi Tuhan mahkota akal budi, janganlah membiarkan

diri terjerumus dalam kekonyolan tradisi nalar sosial yang

tidak berujung pangkal.

Bagaimana dengan keadaan kami setelah 100 hari? Sama seperti 

tidur di kuburan: tidak terjadi apa-apa. Setelah selesai mengaji

di kubur juragan, kami kembali menjadi petani. Kembali

bergelut dengan lumpur dan rumput busuk. Ternyata harta

yang konon ratusan milyar itu, hanya bisa dipakai sekian

nol persen untuk kepentingan si empunya. Tidak lebih dari

harga sebuah mobil Avanza yang dijual secara tergesa-gesa.

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun