"Nov, maaf ya.... Aku gak ada maksud membongkar urusan keluargamu. Aku hanya ingin tahu saja."
"Mmm..., ya sebenarnya gak apa-apa sih. Cuma aku heran aja, kenapa tiba-tiba kamu ingin tahu urusan keluargaku?"
"Ya, gak apa-apa, Nov. Kalaupun kamu gak mau cerita, gak apa-apa kok."
Kami pun kembali beku. Di tengah kebekuan itu, kami hanya bisa menyantap nasi goreng kami masing-masing. Entah rasanya bagi Inov, tapi bagiku nasi goreng itu terasa hambar, hambar sekali.
Beberapa waktu kemudian nasi goreng yang terhidang untuk kami telah tandas karena memang kami berdua lapar. Setelah membayar nasi goreng untuk kami berdua, aku bermaksud mengajaknya pulang. Tapi, ternyata Inov menahanku.
"Dika, tunggu."
"Kenapa? Nasi gorengnya sudah dibayar kok. Ayo kita pulang!"
"Tunggu, aku mau ngomong sebentar."
Aku pun menurut saja. Kami kembali duduk di tempat yang sama. Kebetulan pada saat itu pelanggan nasi goreng tidak terlalu banyak. Jadi, kami bisa dengan leluasa melanjutkan obrolan.
"Dika.... Aku mau cerita, tapi janji ya... kamu gak akan cerita ke orang lain?"
"Iya, aku janji."