Mohon tunggu...
Andriyansyah Marjuki
Andriyansyah Marjuki Mohon Tunggu... Guru - Saya adalah saya yang bukan kamu atau dia, apalagi kita.

Seorang BOCAH GEDE yang masih berusaha untuk memahami makna 'Urip Mung Mampir Ngombe'. http://basando.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Purnama di Balik Awan

13 April 2012   14:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:39 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Lalu, mengapa Inov dipecat, Pak? Bukankah Bapak yang menerimanya bekerja karena mengetahui kondisinya itu?"

"Iya, memang benar. Bapak yang menerimanya bekerja dan bapak pula yang memecatnya."

Sambil menghisap rokoknya, manajerku itu kembali melanjutkan ceritanya.

"Setelah beberapa waktu Inov bekerja, bapak merasa Inov adalah pekerja yang baik dan seharusnya mendapat penghasilan lebih besar. Tapi, masalahnya adalah di toko kita ini ada batasan maksimal gaji yang bisa didapatkan oleh karyawan seperti kamu dan Inov. Bapak tidak mungkin menggaji Inov lebih besar daripada ketentuan dari kantor pusat. Oleh karena itulah, bapak sempat menawarinya untuk pindah bekerja."

"Tapi, Inov tidak mau ya, Pak. Karena ia tidak mau bekerja jauh dari rumahnya."

"Ya, itulah masalahnya. Inov tidak mau menerima pekerjaan baru. Hingga akhirnya bapak membuat skenario pemecatan itu. Bapak minta kamu tidak salah paham dengan bapak. Bapak sendirilah yang membuat Inov dipecat. Hanya dengan cara itulah Inov bisa dipaksa keluar. Bapak hanya ingin dia bekerja di tempat lain yang penghasilannya lebih besar."

Tak terasa jari-jariku mengepal erat. Jika tidak kutahan emosi dan tidak kuingat siapa yang berada di hadapanku ini, mungkin bogem mentah sudah melayang ke wajah tanpa dosa itu.

"Dika, bapak tahu kamu emosi. Tapi, tahukah kamu, sekarang Inov bekerja di mana? Siapakah yang memanggilnya untuk bekerja?"

"Bapak???"

"Iya, kantor tempat Inov bekerja sekarang adalah milik orang tua bapak. Bapaklah yang mengajukan rekomendasi agar Inov dipanggil bekerja di sana."

Aku terdiam, beku, sedingin malam yang udaranya kurasa menusuk tulangku hingga ke sumsum terdalam. Ku tengadahkan wajahku ke langit. Di sana memang ada purnama yang bersinar cerah. Tapi, terkadang ia tak perlu menunjukkan dirinya dan lebih memilih bersembunyi di balik awan. Kini kurasakan bahwa otakku telah berputar normal pada porosnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun