Tiga bulan berlalu sejak terakhir kali kulihat dirinya. Sejak pemecatan dirinya yang menyakitkan. Aku ingat saat itu ia masih asyik bekerja di balik meja kasir. Sebelum akhirnya sang manajer toko kami memanggilnya.
Setiap hari ia selalu berada di posisi yang sama dengan tugas yang sama. Tak pernah nampak kelelahan di rona wajahnya, melainkan senyum ramah kepada setiap pelanggan. Tak nampak tanda-tanda adanya masalah besar dalam hidupnya. Mungkin senyumnyalah yang menjadi salah satu faktor penarik pelanggan untuk selalu kembali ke waralaba tempat kami bekerja.
Ia bukan bidadari. Ia hanyalah perempuan yang terlalu tangguh menghadapi kerasnya hidup. Di tengah keterbatasan ekonomi keluarganya, ialah yang menyangga tiang kehidupan keluarganya. Kadang aku heran, bagaimana mungkin seorang kasir di waralaba seperti itu mampu menyekolahkan adiknya di bangku SMP. Setahuku gaji kasir hanya cukup untuk ongkos dan makan sehari-hari seorang diri saja. Bagaimana mungkin ia mampu?
Aku saja yang menjadi karyawan senior di waralaba tersebut hanya mampu menghidupi diriku sendiri, bahkan kadang gajiku tak cukup untuk mencukupi kebutuhan pribadi. Seringkali malah, orang tuaku memberi subsidi kepadaku untuk sekadar uang makan dan ongkos menuju tempat kerjaku itu.
Karena itulah, kadang otakku melenceng jauh dan berpikiran negatif tentang Inov, perempuan yang terlalu tangguh itu. Wajah cantiknya dan tubuh seksinya seringkali membuatku membayangkan bahwa mungkin saja penghasilan lain ia dapatkan dengan memanfaatkan kelebihannya itu. Lelaki normal mana yang tak tertarik dengan dirinya.
Sering kucuri-dengar pembicaraan para pelanggan dengan dirinya. Selain dialog standar berkaitan dengan pembayaran barang belanjaan, kadang terselip pertanyaan (baik langsung maupun tersirat) mengenai nomor HP-nya ataupun pin BB-nya. Bagiku itu adalah sebuah pertanda jelas dari ketertarikan seorang lelaki kepada bidadari cantik seperti Inov.
***
Aku bekerja di waralaba ini lebih dahulu daripada Inov. Kurang lebih setelah setahun aku mulai kerja, datanglah Inov mengajukan lamaran. Awalnya lamaran itu didiamkan selama kurang lebih dua minggu karena memang tempatku bekerja ini belum membutuhkan karyawan/karyawati baru. Barulah ketika ada salah satu karyawati yang mengundurkan diri, Inov dipanggil untuk mengikuti tes dan wawancara. Tak butuh waktu lama, beberapa hari kemudian dia diterima kerja dan mulai bertugas khusus sebagai kasir.
Tak banyak yang kuketahui tentang dirinya pada awal dia bekerja. Selain itu, memang aku tidak terlalu peduli dengan urusan orang lain. Bagiku cukup untuk mengetahui bahwa dia adalah rekan kerjaku. Ketidakpedulianku itu tak bertahan terlalu lama hingga suatu sore datanglah seorang anak kecil berseragam SMP yang mengaku sebagai adiknya Inov.
"Mas, mbak Inov-nya ada gak?"
Aku yang kebetulan berada di depan karena sedang membersihkan lantai agak keheranan.