Mohon tunggu...
zuhaili zulfa
zuhaili zulfa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa. Pengajar.

Hobi Menulis, olahraga dan bersepeda.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hikmah Larangan dalam QS. Al-Isra', Ayat 32: Pendekatan Spiritual dan Sosial

14 Januari 2025   10:26 Diperbarui: 14 Januari 2025   10:26 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepasang kekasih (Sumber: https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/700x465/photo/2023/08/10/untitledjpg-20230810114051.jpg)

Penegasan tersebut didahulukan, mengingat di antara kebiasaan masa Jahiliyyah adalah membunuh anak-anak perempuan mereka karena kemisikinan yang sedang atau kekhawatiran kemiskinan yang akan menimpa mereka. Allah Swt. melarang kaum muslimin membunuh anak-anak mereka, seperti kebiasaan bangsa Arab Jahiliah tersebut, sebab  rezeki itu berada dalam kekuasaan-Nya. Dia yang memberikan rezeki kepada mereka dan orang tuanya. Allah menyatakan bahwa takut pada kemiskinan itu bukanlah alasan untuk membunuh anak-anak perempuan mereka.

Allah swt menegaskan bahwa membunuh anak-anak itu adalah dosa besar, karena hal itu menghalangi tujuan hidup manusia. Tidak membiarkan anak itu hidup berarti memutus keturunan, yang berarti pula membinasakan kehidupan manusia itu sendiri dari muka bumi.

Setelah menjelaskan akhlak-akhlak yang harus diamalkan oleh seorang muslim, dan juga larangan yang harus dijauhi olehnya, yaitu membunuh anak karena kemiskinan, sampailah larang selanjutnya yang juga harus dijauhi, yaitu larangan mendekati dan melakukan perbuatan zina. Larangan ini terdapat pada ayat 32 dari surah Al-Isra'.

    Janganlah kalian dekati zina!

Tujuan penciptaan manusia, sekaligus tujuan hidupnya adalah agar ia menjadi pengurus (khalifah) bumi. Allah menciptakan manusia untuk mengembangkannya dan berusaha di dalamnya untuk melakukan apa yang membuatnya bahagia dan mendatangkan kebaikan dan kebenaran (Muhammad Mutawalli As-Sya'rawi, n.d.-b). Allah Maha Mengetahui apa yang ada pada makhluk-Nya, dan apa yang baik baginya. Agar tujuan penciptaan dan hidup manusia tercapai, maka Allah membuat tuntunan-tuntunan dalam agama-Nya (Islam). Tuntunan ini dinamakan dengan syariat.

Tuntunan-tuntunan itu Allah tetapkan atas manusia demi membebaskan manusia dari ketundukan kepada hawa nafsu, baik hawa nafsu dirinya maupun hawa nafsu orang lain. Tuntunan-tuntunan itu juga memelihara ketertiban masyarakat dan kelanggengan kebaikannya melalui kelanggengan kebaikan anggota-anggota masyarakat. Akhirnya, tujuan dari ditetapkannya syariat itu adalah untuk menciptakan kebaikan dan keadilan serta mengantar manusia untuk melakukan yang baik bagi diri pribadinya sekaligus untuk masyarakat/umat manusia (Shihab, 2019, p. 90).

Masyarakat terbentuk dari individu-individu yang terjalin satu sama lain dan memiliki visi dan misi yang sama. Bentuk keterjalinan ini salah satunya adalah dalam bentuk keluarga. Dari keluarga inilah, masyarakat terbentuk. Baik atau buruknya masyarakat ditentukan oleh baik buruknya keluarga-keluarga yang membentuknya itu.

Ikatan keluarga terbentuk melalui perkawinan. Perkawinan inilah inti atau pondasi bagi terwujudnya masyarakat. Ia sudah menjadi hukum alam (sunnatullah), yang menjadikan kehidupan menjadi bernilai. Perkawinan yang lahir dari rasa cinta dan kasih sayang yang sah dan murni  itulah yang membantu dalam pembangunan dan pengembangan keluarga dan, secara luas, alam semesta.

Di antara tuntunan-tuntunan Allah yang ditetapkan untuk manusia adalah memerintahkan pernikahan dan mengharamkan/melarang perzinaan. Allah mensyariatkan pernikahan, mendorongnya, dan menganggapnya sebagai jalan yang suci dan alamiah, yang mempertemukan laki-laki dan perempuan, bukan hanya karena dorongan naluriah semata, akan tetapi di samping dorongan tersebut, mereka bertemu dalam rangka meraih tujuan yang mulia, yaitu melestarikan spesies manusia dan mencari keturunan yang saleh yang akan mengisi dunia, membangun kehidupan manusia, dan menanggung beban khilafah (memakmurkan) di bumi. Kemudian, tugas-tugas tersebut diserahkan kepada generasi selanjutnya dan selanjutnya, sehingga tugas manusia tersebut terus berlanjut dan peradaban manusia berkembang di bayangan prinsip luhur dan nilai-nilai luhur.

Dalam konteks larangan perbuatan zina, Allah tidak hanya melarang perbuatan tersebut, namun mendekati perbuatan tersebut. Maka, dalam penggalan ayat 32 Al-Isra' di atas, Allah melarang perbuatan zina mengunakan ungkapan (jangan dekati kalian), tidak mengunakan ungkapan (jangan kalian berzina). Pengungkapan seperti ini tentunya lebih tegas, sehingga tersirat makna, alih melakukan perbuatan tersebut, mendekati saja tidak boleh.

(Shihab, 2005) dalam Al-Mishbah-nya menulis, saat menafsirkan ayat ini, kata "jangan dekati" seperti ayat di atas, biasanya merupakan larangan mendekati sesuatu yang dapat merangsang jiwa/nafsu untuk melakukannya. Dengan demikia, larangan mendekati mengandung makna larangan untuk tidak terjerumus dalam rayuan sesuatu yang berpotensi mengantarkan kepada langkah melakukannya. Hubungan seks seperti perzinaan, maupun ketika istri sedang haid, demikian pula perolehan harta secara batil, memiliki rangsangan yang sangat kuat. Oleh karena itu, Al-Qur'an melarang mendekatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun