Mohon tunggu...
zuhaili zulfa
zuhaili zulfa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa. Pengajar.

Hobi Menulis, olahraga dan bersepeda.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hikmah Larangan dalam QS. Al-Isra', Ayat 32: Pendekatan Spiritual dan Sosial

14 Januari 2025   10:26 Diperbarui: 14 Januari 2025   10:26 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepasang kekasih (Sumber: https://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/700x465/photo/2023/08/10/untitledjpg-20230810114051.jpg)

Setidaknya ada empat ayat dalam Alquran yang menjelaskan tentang larangan zina, yaitu:  surah Al-Isra ayat 32, Al-Furqan ayat 68-69, dan An-Nur ayat 2. Dalam tulisan ini penulis akan memfokuskan pada surah Al-Isra', ayat 32.

Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Isr' [17]:32:

Ayat di atas merupakan ayat ke 32 dari surah Al-Isra'. Surah Al-Isra' sendiri tergolong surah Makkiyyah. Surah ini memiliki 111 ayat, yang memiliki topik-topik pembicaraan yang berbeda-beda, namun saling terkait antara satu sama lain. Secara umum, topik-topik tersebut adalah tentang akidah. Sebagian yang lain membicarakan tentang kaidah-kaidah perilaku individu dan kolektif dan adab-adab yang berasaskan akidah tersebut. Selain itu, dibicarakan juga kisah-kisah (Sayyid Quthb, n.d., p. 2208). Menurut Al-Biqa'i tema utama surah ini adalah ajakan menuju ke hadirat Allah Swt., dan meninggalkan selain-Nya, karena hanya Allah Pemiliki rincian segala sesuatu dan juga mengutamakan sesuatu atas lainnya. Thabathaba'i berpendapat bahwa surah ini memaparkan tentang Keesaan Allah Swt. dari segala macam persekutuan (Shihab, 2005) Berikut ini adalah perincian topik-topik tersebut (Maulana Muhammad Ali, 2010, p. 640):

  • Surah ini diawali dengan uraian tentang Isra'-Mi'raj Nabi Muhammad Saw. yang memiliki arti kebesaran yang dicapai oleh beliau dan juga oleh umat Islam. Kaum muslimin diperingatkan akan nasib yang dialami oleh Bani Israil, yang mengalami dua kali hukuman karena kedurhakaan mereka setelah memperoleh kedudukan yang tinggi.
  • Ajaran abadi yang tak pernah berubah, yaitu bahwa setiap perbuatan ada buahnya, sebagai akibat
  • Ajaran akhlak (perilaku mulia) yang harus diamalkan oleh setiap muslim
  • Orang-orang kafir semakin keras kepala terhadap ajaran-ajaran tersebut
  • Siksaan bagi para musuh Kebenaran, baik pada zaman dahulu maupun zaman akhir
  • Isyarat bahwa para pembuat bencana akan selalu berhadapan dengan orang tulus
  • Perlawanan terhadap dakwah Nabi Muhammad Saw.
  • Penjelasan bahwa perlawanan akan dibuat tidak berdaya, karena kepalsuan pasti akan hancur menghadapi Kebenaran
  • Penjelasan bahwa Al-Quran adalah mukjizat paling besar
  • Penjelasan remehnya dalih yang mereka kemukakan untuk menolak  Al-Qur'an dan penjelasan bahwa pembalasan yang ditimpakan kepada mereka adalah paling adil
  • Menaruh perhatian akan peringatan Nabi Musa As. Kepada Firaun

Ayat tentang larang mendekati perbuatan zina di atas termasuk dalam kelompok ayat yang membicarakan topik Akhlak yang harus Diamalkan oleh setiap Muslim. Kelompok ayat ini terbentang dari ayat 22 menurut (Sayyid Quthb, n.d.), atau 23 menurut (Shihab, 2005) sampai dengan 39.

Secara umum, kelompok ayat dengan topik tersebut berbicara bahwa, landasan setiap perilaku baik seorang muslim adalah dengan beriman kepada Allah, tidak menyekutukannya. Iman merupakan salah satu akhlak muslim (Muhammad Mutawalli As-Sya'rawi, n.d.-a, p. 123) yang dengannya menjadi landasan bagi amal-amalan positif lainnya. Seorang muslim tentu percaya bahwa segala perbuatan akan ada akibatnya, baik di dunia, terlebih di akhirat. Berdasarkan kepercayaan ini, maka ia berharap bahwa amal baiknya diterima oleh Allah dan Dia akan membalasnya dengan yang lebih baik di akhirat kelak. Ini tidak terjadi jika tanpa iman. Dengan demikian, iman menjadi syarat pokok bagi diterima amal baiknya oleh Allah, sekaligus pondasi bagi amal tersebut agar diikhlaskan karena-Nya.

Beriman kepada Allah Swt. menjadi keharusan bagi setiap muslim. Ini adalah akhlak yang sifatnya pribadi atau individu. Dan ini sifatnya adalah akhlak kepada Allah, atau kewajiban dirinya kepada Allah (hablum minallah).

Akhlak ini memiliki pengaruh yang sangat besar sehingga seorang muslim diperintahkan, atas dasar iman ini, untuk berbuat baik kepada orang yang paling dekat dengan diri dalam hubungannya dengan sesama manusia (hablum minan naas), yaitu kedua orang tua. Dalam konteks berbakti kepada orang tua ini, seorang muslim, sebagai anak, dituntun secara tahap demi tahap. Dimulai dengan:

  • Tidak menampakkan kejemuan dan kejengkelan, serta ketidaksopanan kepada kedua orang tua.
  • Mengucapkan kata-kata yang mulia. Ini lebih tinggi daripada yang pertama, sebab ia mengandung pesan menampakkan penghormatan dan pengagungan melalui ucapan-ucapan.
  • Perintah berperilaku yang menggambarkan kasih sayang sekaligus kerendahan di hadapan kedua orang tua.
  • Akhirnya, seorang anak dituntun untuk mendoakan kedua orang tua, sambil mengingat jasa-jasa mereka, terlebih waktu sang anak masih kecil dan tidak berdaya (Shihab, 2005).

Setelah berbuat baik kepada kedua orang tua, seorang muslim diperintahkan untuk  memenuhi hak keluarga dekat, orang miskin, dan musafir. Hak ini mencakup mempererat tali persaudaraan, membantu kebutuhan mereka, serta memberikan bantuan kepada musafir yang bertujuan baik sesuai syariat. Selain itu, Allah melarang pemborosan dalam menggunakan harta, yaitu membelanjakan tanpa perhitungan yang bijak atau melebihi batas kebutuhan.

Akhlak selanjutnya yang harus diamalkan oleh seorang muslim adalah sikap ketika dirinya dimintai pertolongan oleh seseorang yang sangat membutuhkannya, sementara dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk menolong. Allah mengajarkan bahwa apabila hal itu terjadi, maka hendaklah yang dimintai pertolongan itu mengatakan kepada orang yang minta pertolongan dengan perkataan yang sopan dan lemah lembut. Jika ia memiliki kesanggupan di waktu yang lain, maka hendaklah ia berjanji dengan janji yang bisa dilaksankan dan memuaskan hati yang minta pertolongan.

Terkait harta yang dimiliki, Allah mengajarkan akhlak yaitu, agar seorang muslim untuk membelanjakan dengan cara yang hemat, layak, dan wajar. Tidak terlalu bakhil dan tidak terlalu boros. Sebab, terlalu bakhil menjadikan dirinya tercela, sementara itu, perilaku terlalu boros mengakibatkan dirinya bangkrut dan merugi.

Masih berkaitan dengan akhlak seorang muslim terhadap hartanya, sebelum memberikan gambaran-gambaran kebiasaan pada masa Jahiliyyah terkait hubungan dalam masyarakat, yang kemudian Allah menghapus kebiasaan tersebut, Dia menegaskan bahwa Dialah yang melapangkan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dia pula yang membatasi-nya. Semuanya berjalan menurut ketentuan yang telah ditetapkan Allah terhadap para hamba-Nya dalam usaha mencari harta dan cara mengembang-kannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun