***
“Seru banget ya dulu.” “Waktu kita masih bisa main bareng sama anak-anak. Waktu lo masih punya banyak tenaga buat kesana kemari,” lanjutku setelah bercerita.
“Ya mau gimana lagi, emang udah takdirnya gue kayak gini,” kata Naura dengan nada bercanda.
“Makanya ayo sembuh dong, biar kita bisa main bareng lagi.”
“Kalo lo mau gue sembuh, bawain makanan yang banyak kek. Bukan malah bawa bunga mulu,” katanya, bercanda.
Kami terdiam beberapa saat. Keheningan mulai memenuhi seisi ruangan. Hanya terdengar jarum jam yang berdetak mengiringi keheningan. “Oh iya Ra-“ sebelum sempat aku berbicara, pintu kamar terbuka. Ternyata Andhra dan Nadia sudah sampai di rumah sakit. Diki tidak bisa datang karena katanya dia sedang di luar kota. “Rara, lo kenapa?” tanya Nadia sambil berlari ke arah Naura. “Ya begitu deh,” jawab Naura, bercanda.
“Halo Dhra, udah lama ya kita ga ketemu. Lo baik-baik aja kan?” tanyaku. Karena kami sudah tidak bertemu sejak kelulusan lima bulan yang lalu.
“Gue baik-baik aja. Kalo lo sendiri gimana?”
“As well as you see,” kataku sok keren.
“Baguslah.” “Btw, Naura kenapa Sa,” tanya Andhra penasaran.
“Mending kita denger langsung dari orangnya,” jawabku sambil menoleh ke Naura yang sedang duduk di ranjang.