“Apa yang terjadi pada keluargamu?” tanya Dina akhirnya, meskipun ia tak yakin ingin mendengar jawabannya.
Wanita itu menundukkan kepala, matanya berkaca-kaca. “Kami dibunuh oleh seseorang yang ingin mengambil rumah ini. Namun jiwa kami terperangkap di sini karena rasa sakit dan ketidakadilan. Kemarahan kami menciptakan bayangan-bayangan itu, dan kini rumah ini menjadi tempat kegelapan berkuasa. Jika kalian tinggal lebih lama, kalian akan menjadi bagian dari rumah ini… seperti kami.”
“Bagaimana caranya kami keluar?” tanya Yoga dengan nada mendesak.
“Keluar melalui pintu yang sama seperti kalian masuk,” jawab wanita itu. “Namun jangan menoleh ke belakang, apapun yang terjadi. Jika kalian menoleh… kalian akan terjebak di sini selamanya.”
Wanita itu melayang ke arah cermin, yang mulai bersinar terang. “Aku akan menahan mereka cukup lama. Pergilah sekarang, sebelum semuanya terlambat.”
Tanpa berpikir panjang, mereka bertiga langsung berlari ke arah pintu depan. Kali ini, pintu itu terbuka lebar, memperlihatkan malam yang gelap di luar. Namun, suara langkah kaki dan bisikan-bisikan mengerikan mulai terdengar dari belakang mereka, semakin mendekat.
“Jangan menoleh!” seru Dina, mengingat peringatan wanita tadi.
Mereka terus berlari melewati ruang tamu, lorong, hingga akhirnya keluar dari rumah itu. Begitu mereka melewati pagar berkarat, suara langkah kaki dan bisikan itu tiba-tiba menghilang.
Mereka terengah-engah, berdiri di tengah jalan berbatu, menatap rumah tua itu. Rumah itu kini tampak lebih gelap dari sebelumnya, seperti bayangan besar yang menelan seluruh cahaya di sekitarnya.
“Ayo pergi dari sini,” kata Rina dengan suara gemetar.
Tanpa sepatah kata lagi, mereka bertiga berjalan pulang, meninggalkan rumah itu di belakang mereka. Namun, jauh di dalam hati mereka, mereka tahu rumah itu belum selesai. Kegelapan di dalamnya masih ada, menunggu.