“Apa yang kalian mau dari kami?!” teriak Yoga dengan putus asa.
“Menemani kami…” suara itu berbisik, penuh rasa haus yang mengerikan.
Kemudian, sesuatu yang tak terduga terjadi. Cermin itu pecah dengan suara keras, serpihannya melayang di udara, menari seperti pisau tajam. Dina merunduk, menarik Yoga dan Rina ke lantai untuk menghindari pecahan-pecahan itu.
Saat mereka mencoba melindungi diri, sebuah cahaya terang muncul dari sudut ruangan. Sosok seorang wanita muncul dari cahaya itu—wajahnya lembut, namun matanya dipenuhi kesedihan. Wanita itu melayang perlahan mendekati cermin yang kini retak total.
“Cukup,” kata wanita itu dengan suara tegas namun penuh kelembutan.
Serpihan-serpihan cermin berhenti bergerak dan jatuh ke lantai. Suasana menjadi hening sejenak.
Wanita itu berbalik menghadap Dina, Yoga, dan Rina. “Kalian seharusnya tidak berada di sini. Rumah ini dipenuhi kemarahan dan rasa sakit.”
“Siapa Anda?” tanya Dina dengan suara bergetar.
“Aku adalah bagian dari keluarga yang dulu tinggal di sini,” jawab wanita itu. “Kejahatan yang dilakukan kepada kami meninggalkan luka yang mendalam dan rumah ini menyimpan semua kebencian itu,”
lanjut wanita tersebut dengan suara lembut. “Namun, kalian harus pergi sebelum semuanya menelan kalian juga.”
Dina, Yoga, dan Rina hanya bisa menatapnya dengan bingung dan takut.