Mohon tunggu...
Zarmoni
Zarmoni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penggiat Seni dan Budaya Kerinci

Penggiat Seni, Adat dan Budaya Kerinci

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Penguatan Lembaga Adat Kerinci

14 Juni 2024   15:30 Diperbarui: 14 Juni 2024   15:35 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kasus permasalahan yang terjadi di Tanah Siulak jalur hukum adat yang dipakai ialah "Batakah naek bajenjang turun" (ikuti tahapannya), langkah pertama yang dipakai ialah duduk berunding secara kekeluargaan dengan istilahnya duduk anak jantan dengan Meh Anguh nya Lima belas bentuk cincin.

 

Jika tidak bisa dengan duduk Anak Jantan, maka diadakan duduk Ninik Mamak dengan Meh Anguh nya dua puluh bentuk cincin, sedangkan untuk langkah berikutnya Duduk Depati Panghulu Meh Anguhnya empat puluh bentuk cincin.

 

Kegunaan Meh Anguh ini ialah untuk diberikan kepada Anak Jantan, Ninik Mamak, dan Depati yang mengikuti perundingan tersebut.

 

  • Tata Cara Penggunaan Meh Anguh :
  • Duduk Anak Jantan : Beras diisi dalam cerana/piring sebanyak satu setegah canting (canting disini ialah kaleng bekas tempat Susu Indomilk) ditambah tiga genggam, Sirih satu ikat, gambir satu ikat, pinang satu tangkai, dan kapur, ditambah dengan Manek Sebah (Tasbih) beserta dengan Meh Sapetai / lima belas bentuk cincin untuk duduk Anak Jantan;
  • Duduk Ninik Mamak : Beras diisi dalam cerana/piring sebanyak satu setegah canting ditambah tiga genggam, Sirih satu ikat, gambir satu ikat, pinang satu tangkai, dan kapur, ditambah dengan Glang Pihak (Gelang Perak) beserta dengan Meh Sakundi / dua puluh bentuk cincin untuk duduk Ninik Mamak;
  • Duduk Depati : Beras diisi dalam cerana/piring sebanyak satu setegah canting ditambah tiga genggam, Sirih satu ikat, gambir satu ikat, pinang satu tangkai, dan kapur, ditambah dengan Krih Sabilah (Keris Sebuah) beserta dengan Meh Sa Ameh / empat puluh bentuk cincin untuk duduk Depati;
  • Hukuman/Denda Adat

 

Dalam kasus perselisihan di masyarakat Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak memakai istilah dalam seloka adat Mandang nga tinggi mak nyo rendah, mandang nga gedang maknyo kecik, mandang nga kecik maknyo abih. (Memandang yang tinggi supaya rendah, memandang yang besar agar ia kecil, dan melihat yang kecil agar ia habis). Hukuman adat yang berlaku memakai denda per kayu kain.

 

Satu kayu kain, nilainya Rp. 25,-(dua puluh lima rupiah). Tergantung masalah yang dihadapi, bisa dendanya 1 kayu kain kecil nilainya Rp. 2.500,- Rp.25.000,- dan 1 kayu kain besar Rp. 250.000,- Rp. 2.500.000,- sedangkan untuk masalah yang dianggap besar maka nilai hukuman atau denda adatnya bisa bernilai, 4 kayu kain besar, 5 kayu kain besar, dan lain sebagainya.

 

  • Naik Banding Persidangan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun