Allah ingin menyelamatkan anak yatim dari orang-orang yang mengatas namakan perkawinan untuk menguasai harta mereka, serta untuk menghindari perlakuan tidak adil terhadap anak yatim. Maka Allah memberikan solusi agar mengawini perempuan lain yang disukai sebanyak dua, tiga, atau empat. Itupun Jika sanggup berbuat adil, jika tidak cukup satu. Karna mengupayakan untuk terwujudnya perkawinan monogami lebih menjauhkan ketidakadilan daripada mengupayakan poligami yang mana lebih dekat untuk berbuat tidak adil.
Kiai Husein Muhammad memberikan konsep gambaran bahwa fenomena atau bahkan isu yang menjadi fokus fenomena Penelitian ini yaitu Poligami. Berikut beberapa kritik Kiai Husein Muhammad atas praktik poligami:
1. Poligami Bukan Tradisi Islam
Poligami bukan praktik yang dilahirkan Islam. Islam tidak menginisiasi perkawinan Poligami. Jauh sebelum Islam datang, tradisi poligami telah menjadi salah satu bentuk praktik peradaban patriakis. Peradaban patriakis adalah peradaban yang memposisikan laki-laki sebagai aktor yang mengatur dan menentukan seluruh aspek kehidupan.Â
Bangsa ini bukan hanya mengenal ajaran Arab saja bahkan di hampir seluruh dunia. Bahkan berbagai pandangan keagamaan pada saat itu juga melegitimasi praktik poligami jadi perkawinan poligami sejatinya bukan khas peradaban Arabia, namun juga pernah juga pada bangsa- bangsa lain di dunia.
Kiai Husein menegaskan bahwa al-Qur'an tidak ujug-ujug (tiba- tiba) turun untuk mengafirmasi anjuran untuk perlunya poligami. Pernyataan Islam atas praktik poligami justru dilakukan dalam rangka mengeliminasi praktik poligami, selangkah demi selangkah, sehingga kelak praktik tersebut tidak ada lagi.
2. Alasan Kelebihan Jumlah Perempuan
Alasan lain yang juga paling sering dikemukakan para pendukung poligami adalah mengenai jumlah populasi perempuan yang lebih banyak dari laki-laki. Argumen demografis ini tampaknya dipandang merupakan alasan paling signifikan bagi para pendukung poligami. Pandangan ini jelas tidak benar. Sebab jika mengacu kepada data Badan Pusat Statistik Nasional terlihat bahwa yang dimaksudkan dengan kelebihan jumlah itu lebih pada perempuan berusia di bawah 12 tahun dan di atas 60 tahun.
Dengan argumen itu, mereka menganggap bahwa poligami dilakukan untuk memberdayakan perempuan. Kalaupun jumlah perempuan lebih karena harapan hidup perempuan itu lebih panjang. Biasanya kelebihan itu adalah di kisaran umur 65 ke atas dan 12 tahun ke bawah. Dengan demikian seharusnya jika ingin poligami, maka pilihannya hanya pada perempuan di bawah umur atau lanjut.
Realitas sosial juga menunjukkan bahwa begitu banyak perempuan yang tidak bersuami hidup senang dan berkecukupan secara material, tidak terlantar dan sengsara sebagaimana dituduhkan kelompok pro-poligami itu. Bahkan, pada umumnya, perempuan yang tidak bersuami lebih mandiri dan dewasa karena tuntutan keadaan memaksa mereka untuk tampil demikian.
3. Fakta-fakta di sekitar poligami